Chapter 9

1.9K 112 8
                                    

Pagi-pagi sekali Nala sudah bangun dari tidurnya. Semalam ia tidak bisa tidur karena terus memikirkan resikonya nanti. Resiko yang benar-benar harus dia terima walaupun itu menyakitkan. Nala selalu membenci quotes yang bilang bahwa cinta itu tak harus memiliki, kata itu dengan gampangnya meluncur tanpa tau disini ada orang yang cinta tapi tak bisa memiliki. Mungkin memang semua kata orang tentang friendzone itu benar tapi juga ada yang salah. Ketika kita mencintai teman kita sendiri tapi dia malah menanggap kita tak lebih dan hanya batas teman. Menyakitkan.

Nala berkaca di wastafel toilet kamarnya dan tak sadar dia meraba wajahnya. Sadar nal, lo itu cuma dianggap teman sama dia. Percuma kalo lo nyatain perasaan lo juga kali dia bakalan biasa aja karna dia udah nyaman jadi sahabat lo atau yang lebih parahnya dia bakal ngejauh dari lo. Nala tersenyum miris, saat dia ingin mencuci wajahnya setetes darah jatuh ke wastafel yang berasal dari hidungnya. Cepat-cepat Nala mendongak untuk mencegah darah yang mengalir lebih banyak. Nala merasa kepalanya berdenyut dan pandangannya mulai blur. Meremas rambutnya untuk menghilangkan rasa sakit pada kepalanya, Mencuci wajahnya dengan air dingin supaya terlihat lebih segar. Nala berpegangan pada tembok kamar mandi dan berjalan pelan sesudah membersihkan darah yang tadi mengalir dihidungnya. Mungkin gue kecapean sama kurang tidur kali ya. Batin Nala.

Turun ke bawah untuk sarapan mata Nala menangkap sosok manusia yang dia cintai sedang memakan sarapannya sendirian. Sebut Nala munafik karena dia selalu bersikap acuh pada Davin padahal saat dia berdekatan dengan cowok itu saja jantungnya serasa sedang marathon. Nala mengusap gusar wajahnya agar tidak terlihat pucat di depan Davin nanti.

Menarik kursi dimeja makan dan duduk berseberangan dengan Davin. "Lo ngapain ke sini pagi-pagi?"

"Mau jemput tuan puteri." jawab Davin santai.

Nala memutar bola matanya malas. "Ini bukan kerajaan, sepertinya anda salah tempat."

"Lo kan tuan puterinya. Nama lo aja Nala— persis kayak singa betina di film lion king 2 ." Davin mengeluarkan cengirannya.

"LO KATA GUE SINGA??" pekik Nala membuat telinga Davin berdengung.

Davin mengusap telinganya yang berdengung tadi dan mendengus. "Emang lo singa," gumam Davin seraya terkekeh pelan.

"Yaudah gini aja. Lo Nalanya gue Simbanya dan nanti anak kita namanya Kiara. Oke bep?" Davin mengedipkan sebelah matanya genit.

Pipi Nala memerah mendengar ucapan Davin, lantas dia menunduk dan menghela nafas mengubah mimik wajahnya seperti bergidik ngeri. "Geli anjir! Siapa lagi yang mau punya anak sama lo."

Davin mencebikkan bibirnya. "Alah, pipi lo merah tuh udah kayak kepiting rebus."

"Lo emang gak bareng Diva?" Tanya Nala mengalihkan pembicaraan.

"Enggak. Katanya dia udah ada janji sama kakaknya." Jawab Davin dengan tersenyum simpul.

Nala menghela nafas pelan. Memang ini resikonya dan dia mau tak mau harus menerimanya. Mendengarkan Davin yang selalu bercerita tentang gebetannya seolah-olah Nala hanya tempat sampah yang biasa digunakan untuk menampung semua keluh kesah Davin.

"Oh. Ayo berangkat" Ujar Nala dengan nada datar.

★★★★

Kini Nala sedang berada di rumah Nabila bersama Chica. Kedua orang tua Nabila sedang bekerja di luar kota, jadi rumah ini sepi dan mereka pun mengadakan girls day di sini, sekaligus menginap karna besok hari libur. Mereka sedang mengadakan girls day tapi di dalam rumah. Semuanya mereka kerjakan dari mulai; membuat cupcake, menyatok rambut, karokean dan masih banyak lagi.

Just A Friend To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang