Chapter 17

1.7K 101 11
                                    


[Harus kah ku bilang cinta? Hati senang, namun bimbang. Ada cemburu juga rindu.]

***


Suasana hening menyelimuti keberadaan antara Davin dengan Nala. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Nala yang sibuk dengan perang batinnya dan Davin yang sibuk dengan tatapan kosongnya. Mereka tidak tahu bahwa dibalik keheningan ini bisa tercipta suasana baru jika salah satu dari mereka mengalahkan ego yang jadi kendali diri mereka.

Nala masih menyesapi kata-kata dokter saat ia pergi konsultasi dengan ibunya. Dan ya, hasilnya benar. There are something in her body, God. Dirinya harus menjalani penyembuhan dengan cara yang begitu mustahil. Ia tersenyum getir karena ia tahu hidup tidak sebercanda itu jika ia mengada-ngada tentang apa yang ada didalam tubuhnya.

Ia memang bukan Tuhan, tapi ia punya firasat buruk terhadap dirinya. Seolah dirinya itu adalah sumber malapetaka yang begitu tak terduka keberadaannya. Menghela nafas panjang, entah sudah berapa kali ia melakukan hal itu namun tetap saja beban yang ada dipundaknya sama sekali tidak terangkat.

Selama ini ia hanya diam. Ya diam. Tanpa melakukan usaha apa-apa. Benar kata pepatah, jika usaha tidak ada tapi ingin mencapai hasil yang baik itu tidak akan mungkin terjadi. Semua berawal dari usaha. Sedangkan dirinya? Hanya diam. Membiarkan semuanya terjadi tanpa tau apa resikonya. Ya, diam memang baik, tapi lebih baik lagi kita menyuarakan semua hati kita.

Davin, ia hanya memandang lurus kedepan dengan tatapan kosong. Sore ini sepulang sekolah mereka kembali bersama walupun dengan semua rasa canggung. Mereka duduk disebuah rumah diatas pohon, tempat dimana semua perjanjian itu terjadi.

"Andai gue bisa beli waktu, gue bakal memutar kembali dimana saat-saat gue masih bocah yang gak tahu apa-apa," gumam Nala pelan namun masih dapat didengarnya.

Ia menoleh dan mendapatkan tatapan sendu dari gadis dihadapannya.

"Gue pengen balik ke masa dimana gue kecil yang gak tahu apa-apa dan gak pernah ngerasain sakitnya kisah cinta."

"Dan lo tau, lo gak bakal bisa balik lagi ke masa itu," sahut Davin lirih.

Nala menganggukkan kepalanya lalu pandangannya jatuh pada mata hazel Davin yang sampai sekarang dapat menenangkan perasaannya yang sedang kalut.

"Lo pernah bilang ke gue kalo lo lagi sedih, lo gak mau ditinggal sendiri karena lo butuh sandaran. Dan sekarang gue disini disaat lo sedang sedih, kenapa lo gak jadiin gue sandaran lo itu?" Tanya Davin dengan menyesuaikan duduknya yang berhadapan dengan Nala.

"Everything has changed. Time changed and people changed," gumam Nala sendu. "Semua berubah seiring jalannya waktu, Dav. Gue tau lo gak selamanya bisa jadi sandaran gue."

Davin menghela nafas panjangnya lalu menatap langit yang mulai menggelap.

"Paling gak gue bisa jadi teman cerita lo, Nal. Kenapa kita jadi canggung gini sih? Gue kangen kita yang dulu," gerutu Davin. "Lo tau? Kita udah sahabatan kira-kira 12 tahunan."

Nala hanya terdiam menunggu semua keluh kesah Davin sambil menatap mata hazel yang ia rindukan.

"Kita kemana-mana bareng, kapan aja bareng tapi kenapa sekarang renggang gini sih? Apa ini semua ada hubungannya dengan gue dan Diva?" Ketus Davin.

"Lo gak sadar kalo lo penyebab semua ke-renggangan dan ke-canggungan kita, Dav," Sinis Nala dengan mata menyipit.

"Gue? Lo harusnya sadar kalo itu semua gara-gara lo yang suka sama sahabat lo sendiri!"

Itu menyakitkan, itu menyakitkan, itu menyakitkan Tuhan.

Ada apa dengannya? Tadi dia bilang merindukanku lalu belum satu menit berlalu ia sudah membentak ku. Ini pertama kali aku dibentak olehnya.

Just A Friend To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang