Kayla

116 19 10
                                    

"Saat kata sudah tak lagi ingin kau dengar. Lalu, dengan cara apa aku harus menguraikan segalanya"

🐣🐣🐣

Gadis cantik dengan seragam putih abu-abu itu tengah menorehkan rangkaian katanya pada sebuah buku. Buku yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Entahlah, apa yang menjadi motivasinya untuk menorehkan kata-kata itu hampir saat senja datang.

Dirinya kini tengah ada ditaman belakang sekolahnya. Dia, bernama Kayla Lesham Shaenette. Gadis dengan iris mata hitam pekat itu selalu menatap manis pada senja.

Kali ini entah apa yang ia rasakan, dia bilang, dia tidak pernah kehabisan kata-kata untuk sekedar menorehkannya dibawah senja.

Aku, berdiri melawan sepi
Disini, dibawah semburat senja
Aku, yang tak lain menunggu hati
Dan tetap disini kala dirinya pergi meninggalkan luka

Aku, pengagum senja
Dan dirinya diam-diam
Kisah silam yang membuatku manja
Manja dengan rasa yang kutau semakin melebam

Aku kira
Dia sama sepertiku
Mencintai hingga tak terkira
Namun, semua hanya khayalan bagiku

Dan, untuk kamu
Pergilah yang jauh
Bawa setengah hatiku
Bawa untuk menemanimu berlabuh

Setelah gadis itu menorehkan katanya pada buku, ia kembali pergi menuju kelasnya.

"Oi", panggil seseorang yang berstatus sebagai sahabatnya itu dari arah belakang.

"Apaan?" ucapnya setelah memasukkan bukunya itu kedalam tas.

"Abis dari taman lo?" tanya lelaki itu.

"Iya lah, rutinitas", jawab gadis itu sekenanya.

"Ah, elah. Masih aja gitu, ngga bosen emang?" ucap lelaki itu sambil memasukkan barang-barangnya kedalam tas. Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu.

"Ngga, lah. Coba aja lo punya kesukaan. Pasti lo ngga akan bosen apalagi males ngelakuin itu", jawab gadis itu.

"Hem, iya deh, iya. Lo mau pulang sama sapa?" tanya lelaki itu kemudian.

"Ga tau nanti, jemput mungkin", ucap Kai sambil menggendong tas punggungnya.

"Jam segini? Gue anter aja ya?" tawar lelaki itu.

"Iya juga si. Ya udah, deh", jawab Kai sambil berjalan dengan sahabatnya itu menuju parkiran.

"Kai, lo udah tau kabar doi?" tanya lelaki itu sambil terus melajukan motornya.

"Siapa?" tanya Kai pura-pura tak tau.

"Alah, ngga usah pura-pura, deh", ucap lelaki itu.

"Emang gue ngga tau, kok", jawab Kai sekenanya.

"Davin", ucap lelaki itu kemudian.

"Ren, udah deh jangan ngingetin tentang dia. Dua tahun gue berusaha lupain dia, tolong jangan buat perjuangan gue sia-sia", ucap gadis itu pada sahabatnya yang dipanggil Ren itu. Namanya adalah Rendi, Rendi Zeva Adrian. Sahabatnya sejak kecil.

"Mau sampe kapan lo kek gini?" ucap Rendi sambil mengerem motornya karena lampu merah.

"Maksudnya?" tanya Kai kemudian.

"Dia itu pergi dengan alasan. Jangan kek gini, dong", ucap Rendi terus menasehati sahabatnya itu.

"Udah, ah. Gue ngga tau", ucap Kai tak mau tau.

"Ya udah, lah. Terserah lo", setelah Rendi mengucapkan kalimat itu. Tak ada jawaban dari Kai. Dia hanya diam sambil memikirkan tentang perkataan Rendi barusan.

Sesampainya dirumah, gadis itu mengucapkan terimakasih dan  langsung turun dari motor sahabatnya itu. Sebelumnya, ia telah menawarkan lelaki itu untuk mampir. Namun, lelaki itu menolak dengan alasan tak mau bundanya marah karena hampir malam. Dengan respon anggukan dari sang gadis, lelaki itu kembali melajukan motornya membelah jalan raya menuju rumahnya.

"Bunda", teriak gadis itu saat baru masuk rumahnya.

"Kai, jangan teriak-teriak", ucap bundanya dari arah dapur.

"Hehe, maaf, bunda", ucapnya sambil berjalan menuju dapur.

"Bunda masak apa?" tanyanya saat sampai didapur.

"Bunda bikin ayam bakar, kamu suka, kan?" ucap bundanya sambil terus melanjutkan kegiatan masaknya.

"Suka, kok. Ya udah, Kai ke kamar dulu ya, bunda. Mau mandi", ucap Kai setelah menciumi pipi sang bunda.

"Iya", jawab bundanya sambil melirik ke arah putrinya itu.

Tak butuh waktu lama menunggu putri kesayangannya itu mandi. Hanya tiga puluh menit, putrinya itu selesai mandi.

"Bunda, ayah kapan pulang?" tanya Kai ketika masih makan. Ayahnya memang jarang dirumah karena urusan bisnisnya yang telah mendunia. Kini, ayahnya tengah mengurus perusahaannya di Amerika.

"Makannya dilanjutin dulu, Kai. Baru bicara", ucap bundanya sambil mengambil gelasnya untuk minum.

"Iya, bunda", jawabnya kemudian.

"Ayah pulang satu minggu lagi, Kai", ucap bundanya.

"Kalo ayah pulang, kita jemput kan, bunda?" ucap gadis itu.

"Iya, sayang", jawab bundanya.

Setelah selesai makan malam. Kai pamit untuk kamarnya untuk membaca novel. Namun, sekarang nyatanya ia malah beralih melihat bingkai foto dinakasnya. Foto tiga tahun silam saat dia masih bersama lelaki yang dicintainya.

Entah kenapa. Ada rasa sesak saat mengingat namanya. Sebegitu jahatkah lelaki itu hingga membuat gadis yang begitu mencintainya berbalik membencinya? Ah, sudahlah. Terserah apa maunya.

Cerita Saat SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang