Typo bertebaran!
Happy Reading~***
Hujan sejak tadi belum juga berhenti. Padahal ini baru memasuki musim hujan, biasanya masih ada panas panasnya. Tapi sepertinya, hari ini awan tak lagi dapat menampung embun, ya akhirnya hujan. Nggak deres sih palingan hanya gerimis cepat tapi nggak ada jedanya. Membuat udara di kamar yang dingin karena AC bertambah dingin.
"Matiin ajalah AC nya. Dingin tauk." Oliv yang sedang duduk di sofa malas menyenggol Liya.
"Ish, kok gue sih? Itu yang punya kamar siapa hah? Noh. " Tanpa melepaskan pandangannya dari komik yang dia baca, ia melemparkan remote AC dengan malas.
Oliv mendengus kesal. Liya jika sedang membaca emang nggak bisa di ganggu gugat. Cem panitia lomba yang menyertakan tulisan "Keputusan juri tidak dapat di ganggu gugat" pada lembar pengumuman. Nana yang melihat adegan cekcok tersebut geleng geleng kepala. Mau sampai kapan mereka bisa di netralkan emosinya. Iya remaja, pertumbuhannya doang tapi. Pikirannya? Masih kek anak TK rebutan buntut cicak yang udah di lepas tapi masih gerak gerak aja.
Kayak Eriza yang masih ngejar cintanya walaupun udah di putus ikatannya. Sakit banget, aduh! Tapi kalau mereka berdua mah nggak sakit ya kan. Mereka berdua mah cuma bikin pingin nimpuk pake granit. Udah amit amit, ngeselin pula. Cantiknya di mana? Bikin Putri sama Nana malu dan rasanya ingin teriak "BUKAN TEMEN GUE!!!" sambil nunjukin muka sejelek jeleknya.
Putri masuk ke tempat berkumpulnya tiga landak tak berduri itu sembari membawa empat gelas coklat panas yang ia taruh di atas nampan. Ia menghampiri ke tiganya dan ikut duduk di sebelah Nana. Ditaruhnya nampan pinky itu di atas nakas dekat sofa malas yang di duduki Oliv.
Dengan malas Nana dan Putri memperhatikan Oliv dan Liya yang dari tadi masalahnya belum kelar kelar. Berbuntut panjang melebihi usus.... usus apa? Namanya Nana lupa. Gak elite banget marahannya.
"Eh, Na, kata adik gue, tadi lo direbutin Raka sama Daniel ya? Beneran nggak?" Pertanyaan Putri yang tiba tiba membuat semua mata menoleh padanya.
"Eh, eh, hoax itu!" Nana membantah sambil menahan gugup.
Ketiganya nggak ada yang mengalah, tetap memaksa Nana membuka mulut. Karena takut jadi korban aniaya lagi sama adik tiri, Nana mulai menjelaskan.
"Jadi tuh, tadi...
***
Kelas XI IPS-C terasa lengang dan dingin. Hujan turun dengan lebatnya. Membuat angin bertiup kencang. Jendela kelas sejak tadi terus di buka. Menyebabkan suhu diruangan menurun drastis. Sejak tadi sih keduanya sudah kedinginan. Terlebih Nana yang badannya sejak pagi sudang anget, kayaknya masuk angin. Tapi ya... dasar emang gurunya yang nggak peka. Kayak doi yang gak peka peka aku selalu di sisinya. Ngejarnya gebetaaaaan terus. Kan ngeselin.
Nana ingin menguap tetapi ia menahannya, malu. Di sebelahnya kan ada Raka. Jaga image dong. Saat rasa kantuk itu siap menyergap Nana hampir sepenuhnya, saat itu pula kehangatan menghampirinya. Membuatnya tersadar sedang di kelas bukan di kasur, dan sadar bahwa dia sedang di pakaikan jaket denim, yang beuh... wanginya geulis--eh, maskulin banget. Akk! Kapan lagi Nana dapet gratisan gitu. Dapet jaketnya plus dapet baunya juga. Ihiyyy. Nana kembali tersadar pada kenyataan. Ini kan musuh gue emakkk!!!
"Lo ngapain sih?!!" Bisik Nana gemas.
"Lo kedinginan kan? Yaudah." Balas Raka cuek, kembali mengerjakan soal.
KAMU SEDANG MEMBACA
In der Stille
Teen FictionNana tahu kok memyembunyikan itu sulit. Sesulit menyembunyikan robekan celana yang panjangnya dari ujung keujung. Tapi, diam bukan berarti memendam. Sendirian. Nana punya sahabat yang siap sedia mendengarkan. Hanya, Nana tidak tahu apakah semuanya b...