BAGIAN SATU: Ekskul yang Dibatalkan

2.8K 279 31
                                    

Sekarang, tahun 2009

"Depan Apotek Podo Joyo kiri, Pak." Shakila meninggikan suara ketika angkot yang ditumpanginya sudah dekat rumah. Ia turun dari angkot setelah membayar tiga ribu rupiah, sesuai tarif anak sekolah. Hari Jumat sore, Shakila pulang lebih awal dari biasanya. Jam belajar mengajar mungkin berakhir jam 11 siang sebelum Jumatan, tetapi Shakila ada beberapa kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang membuatnya pulang sekolah menjelang Magrib. Namun, khusus hari ini Shakila pulang lebih awal karena jadwal ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja ditiadakan, sehingga setelah latihan rutin Paduan Suara, Shakila langsung kembali ke rumah.

Dari depan Apotek Podo Joyo, Shakila berjalan kaki sekitar seratus meter menuju gerbang komplek perumahan Graha Persada, lalu dari sana, masuk beberapa blok lagi menuju tempatnya tinggal. Sepanjang perjalanan menuju perumahan, Shakila melewati beberapa penjual makanan kaki lima yang mulai menata dagangannya. Jalan depan komplek tersebut memang cukup lebar untuk dijadikan persimpangan dua mobil pada satu jalur, sehingga ramai dipadati pedagang setiap malam. Kelebihannya, Shakila jadi tidak perlu repot-repot mencari makanan setiap kali mamanya sedang tidak masak, atau makanan di rumah sudah habis. Tinggal jalan sebentar ke depan, lalu dia bisa membawa pulang sate ayam satu porsi, satu kantong gorengan yang bisa dibeli dengan uang lima ribu rupiah saja, serta sebungkus cilok.

Shakila sampai di rumahnya sekitar sepuluh menit kemudian. Waktu dia tiba, pintu pagar rumah terbuka lebar dan ada satu motor yang tidak dia kenal terparkir di emper garasi. Sepertinya Mama sedang kedatangan tamu, jadi Shakila masuk lewat pintu samping yang berada tepat di samping dapur agar tidak mengganggu mereka. Dari arah dapur, Shakila bisa melihat jelas adiknya Divyani sedang mengintip ke ruang tamu di balik partisi ruang tengah. Ia menghampiri Divyani dengan langkah mengendap-endap seperti maling, lalu menggertak keras, meski tidak cukup keras hingga bisa terdengar oleh tamu mereka di ruang depan.

"Kak Kila!" seru Divyani geram. "Ngapain sih pake ngagetin segala?"

Shakila terkekeh, "Lah, habisnya kamu pake ngintip-ngintip segala. Emang ada gosip ibu-ibu apa lagi yang lagi seru?"

Divyani mungkin hanya tiga tahun lebih muda dari Shakila. Sekarang dia masih SMP kelas 8. Namun, pengetahuannya tentang gosip terpanas antara ibu-ibu kompleks atau paguyuban ibu-ibu manapun yang Mama mereka datangi, selalu yang termutakhir. Seperti misalnya, Bu Santika yang tinggal di rumah nomor 7 memiliki anak di luar nikah dengan pernikahannya terdahulu yang diam-diam dititipkannya di rumah saudara jauh. Atau Bu Belinda yang tinggal di rumah nomor 12 diduga dulunya laki-laki, makanya meski telah menikah dengan Pak Candra selama lebih dari 10 tahun, mereka tidak kunjung dikaruniai keturunan. Terkadang gosip-gosip tersebut terdengar cukup jahat di telinga Shakila, meski dia baru berusia 17 tahun. Ia bahkan sedikit heran ketika Divyani yang jauh lebih muda darinya bisa memahami beberapa referensi tentang kehidupan orang dewasa di setiap obrolan tersebut.

"Kila! Ivy! Kalian kok ngumpul di sini?" tegur Mama saat beliau berjalan dari arah ruang tamu menuju ruang tengah. Mungkin hendak ke dapur untuk membuatkan minum tamu. Ditanya begitu, Shakila hanya mengangkat bahu sambil diam-diam menunjuk Divyani dengan pergerakan bola matanya. "Kila, ganti baju dulu, mandi atau apa gitu. Pulang sekolah kok bukannya beres-beres malah nguping." Mama berjongkok agar pandangan matanya sejajar dengan Divyani. "Ivy juga. Mama udah bilang berapa kali kalau nggak baik nguping omongan orang dewasa. Sebagian besar yang kamu dengar itu nggak bener. Lagi pula, kamu juga terlalu muda untuk bisa mencerna semua kejadian itu."

"Jadi, rencana perjodohan Kak Kila sama Mas Andra juga bohongan, Ma?" tanya Divyani dengan polosnya. Jantung Shakila seperti melompati satu denyutan ketika mendengar hal tersebut. Perjodohan? Apanya yang mau dijodohkan?

Shakila saling bertukar pandangan dengan Mama, mencoba mencari tahu kebenaran tersebut dari sorot mata Mama, namun Mama malah memalingkan wajah dan kembali fokus untuk menegur Divyani. Shakila mengintip ke balik tembok ruang tengah untuk mencari tahu siapa tamu Mama. Keringat dingin mulai membasahi telapak tangan dan telapak kaki Shakil ketika melihat Tante Amalia dan Om Yoga di sana. Shakila mundur beberapa langkah, membalikkan badan dengan cepat, lalu berlari ke kamarnya. Dia? Giandra? Perjodohan? Bentar, bentar, dia perlu mencerna semuanya dengan saksama terlebih dahulu.

Two Peas In A Pod √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang