2. Apa Urusanmu?

651 120 2
                                    

Sekarang, tahun 2009

Pagi ini Shakila terlihat lesu di meja makan. Ia bahkan hanya makan separuh porsi nasi kuningnya saja, padahal nasi kuning yang dibeli di warung Bu Sam itu nasi kuning terenak menurutnya. Semalam ia bermimpi tentang Giandra dan Nala, ketika mereka masih kecil dan para orang tua mereka mengajak berlibur ke Situbondo selama dua hari dua malam. Mungkin karena sehari sebelumnya mereka membicarakan tentang Giandra, jadi Shakila sampai terbawa ke mimpi. Pembicaraan tentang perjodohan dengan Giandra di ruang tengah kemarin juga berhenti sampai sana, tidak ada tanda-tanda dari Mama maupun si tukang gosip Divyani untuk membuka obrolan tentang topik kemarin. Ini sama sekali tidak wajar. Untuk pertama kalinya, Shakila merasa jika orang-orang ini mengetahui satu hal yang dia tidak ketahui, dan perasaan marah mulai menggelegak di dalam dirinya. 

Sekolah Shakila libur pada hari Sabtu dan Minggu, sehingga dia punya banyak waktu luang selama dua hari ini untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah yang menumpuk, dan mungkin menemui Valerie di rumahnya yang bisa ditempuh dengan angkot. Dia butuh seseorang untuk diajak bicara, dan menurutnya Valerie adalah orang yang tepat. Mereka bersekolah di sekolah negeri yang sama mulai SD hingga SMP, namun ketika SMA Valerie memilih untuk masuk SMA Katolik, alih-alih bersekolah di tempat yang sama dengan Shakila. Meski sekolah mereka berjauhan, Shakila dan Valerie tetap menyempatkan untuk bertemu setidaknya seminggu sekali. Kadang mereka saling menginap di rumah satu sama lain setiap akhir pekan. 

“Ma, aku nanti mau ke rumah Vale,” ucap Shakila sambil menyimpan sisa sarapannya ke dalam kotak makan di dapur. Di rumah ini tidak boleh ada makanan yang terbuang. Shakila terbiasa menyimpan makanannya yang tidak habis untuk dimakan kembali nanti. Mama Shakila mengangkat alisnya mendengar pernyataan tersebut. 

“Giandra mau ke sini lho, Kila,” ucap Mama Shakila sambil terus melanjutkan mencuci piring. Shakila meletakkan piring kotornya di samping Mama seraya memicingkan mata. 

“Lho, kok tumben?” Shakila ingin mengatakan lebih banyak pertanyaan dari sekadar itu, ingin meluapkan segala pikiran yang membebaninya. Namun, ia berusaha untuk menahan diri agar Mama tidak menuduhnya sedang berada dalam fase-fase pemberontakan remaja. Giandra hampir tidak pernah pergi ke rumah Shakila seorang diri, murni didasari keinginan untuk bersosialisasi. Setiap kali Giandra ke rumah mereka, biasanya bersama dengan Tante Amalia. Itupun seringnya dia menunggu di luar, duduk di atas jok motor bututnya sambil membaca buku. Kadang ia mengantarkan jahitan baju ke rumah, tetapi tidak pernah mampir ke dalam meski dipaksa Mama Shakila. Ketika mengetahui kalau Giandra mau ke rumah mereka dengan sukarela, Shakila jadi berpikiran yang macam-macam tentang cowok itu. 

“Dia mau ngomong langsung sama kamu.” Mama selesai mencuci piring dan sedang mengeringkan tangan di serbet gantung dekat wastafel. “Kemarin kamu mungkin dengar dari Divyani tentang rencana Tante Amel. Tapi, Mama nggak langsung menerima tawaran itu, kok. Makanya Mama minta ke Tante Amel biar kalian berdua sendiri yang ngomong.”

“Tentang perjodohan itu?” Shakila mengangkat kedua alisnya.  Tidak ada jawaban dari Mama. “Pertama, Mama nggak mau tanya dulu gitu, apa aku ada pacar atau enggak, kok langsung main jodoh-jodohan?” Shakila mendengkus kesal. Segala emosi yang tersimpan di dalam hatinya menggantung rendah di ujung lidah, siap untuk dilontarkan. “Kedua, Giandra kan pacaran sama Nala, sejak kami masih kecil sekalipun. Aku nggak mau jadi perusak hubungan orang.”

“Shakila, Giandra sama Nala tuh cuma temen.” 

Mama terkekeh mendengar pernyataan Shakila, seolah yang dia katakan hanya permainan masa kanak-kanak mereka. Mungkin benar orang dewasa pada saat itu tidak terlalu serius menganggap kedekatan Giandra dan Nala hanya sebagai teman belaka. Namun, Shakila tahu betul jika mereka tidak hanya sekadar teman. Terlebih, ketika dia melihat sendiri Giandra dan Nala diam-diam berjanji untuk selalu bersama hingga tua. 

Two Peas In A Pod √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang