“Makasih udah antar pulang, Tante. Aku masuk dulu, ya.”
“Oke, Sayang. Istirahat ya, di rumah. Besok masuk sekolah.”
Shakila kembali ke rumah pada hari Minggu malam dengan ditemani Tante Diana dan Valerie. Mama Shakila menyambut mereka di depan pagar, mungkin Tante Diana sudah menghubungi Mama Shakila sebelumnya untuk mengabarkan keberadaan anak ini. Shakila nyelonong masuk ke dalam rumah tanpa berbicara pada mamanya terlebih dahulu dan langsung naik ke lantai dua menuju kamar. Divyani yang sedang menonton televisi di ruang tengah langsung mengikuti Shakila sampai ke kamarnya.
“Mas Andra udah pulang tadi sore,” ucap Divyani tanpa ditanya. Shakila yang sibuk membongkar isi ranselnya dan memisahkan pakaian kotor ke keranjang cucian mengerling ke arah Divyani dengan tak bersemangat.
“Aku nggak nanya,” balas Shakila malas-malasan.
“Mbak Kila tahu nggak kenapa Mas Giandra diminta buat nginep di sini kemarin?” tampaknya Divyani masih belum cukup peka untuk membaca kode bahwa Shakila sedang tidak ingin membicarakan tentang cowok bernama Giandra. Tentu saja, dia masih SMP. Meski dia suka menguping pembicaraan orang dewasa, tidak lantas membuat Divyani memiliki pola berpikir seperti orang dewasa juga. Maka Shakila mendiamkan saja ucapan tersebut, berharap adiknya akan lelah jika tidak ditanggapi.
“Ternyata Tante Amel sama Om Yoga nggak ada di rumah kalau hari Sabtu sama Minggu, karena mereka ada kerjaan di luar kota. Nggak tahu kerja apaan, jadi Mas Andra dititipkan di sini aja daripada dia ditinggal sendirian di rumah. Oh iya, Mas Andra juga—”
Boneka beruang yang Shakila lempar tepat mendarat di kening Divyani, membuatnya berhenti bicara. Divyani membelalakkan mata menatap wajah Shakila yang bersungut-sungut. Shakila tak punya cara lain untuk membuat Divyani diam tanpa melukainya. Divyani tampak tertegun, mungkin tidak menyangka Shakila akan semarah itu padanya hingga melemparkan barang. Ia mengambil boneka Shakila yang tergeletak di lantai, menaruhnya di meja belajar Shakila dekat pintu, lalu keluar dari kamar Shakila dan menutup pintu di belakangnya dalam diam.
Shakila tahu ia harus meminta maaf pada adiknya nanti, tetapi Divyani juga salah dalam hal ini. Shakila membaringkan tubuh di ranjangnya lalu menarik selimut. Besok pagi saja menata buku pelajaran hari Senin. Malam ini Shakila merasa begitu lelah, seperti seluruh energinya terserap oleh perasaan negatif.
+++
“Vale, bisa tunggu Mama sebentar di dalam mobil?” tanya Diana pada anak perempuan semata wayangnya. Valerie yang sibuk membaca novel percintaan remaja hanya menganggukkan kepala. "Mama mau bicara sama Tante Nina. Nggak sampai 10 menit, kok."
Diana turun dari mobil untuk menemui sahabatnya. Dari raut wajah Nina, tampaknya ia mengerti mengapa Diana menemuinya malam ini setelah mengantar Shakila pulang. Mereka masuk ke dalam rumah menuju ruang tamu di bagian depan.
“Duduk dulu, Mbak Di. Mau minum apa?” tawar Nina berbasa-basi.
“Nggak perlu, aku cuma sebentar, kok.” Diana berdiri di depan penyekat dinding yang membatasi antara ruang tengah dan ruang tamu. Ia melirik ke belakang sepintas, untuk memastikan adik bungsu Shakila yang suka menguping pembicaraan orang dewasa tidak ada di sana.
“Suamiku lagi main badminton sama bapak-bapak kampung di lapangan kompleks sebelah,” tutur Nina, seolah bisa membaca maksud Diana. “Anak-anak lagi di atas, kayaknya. Ngomong aja, aman kok.”
Dari nada suara Nina yang terdengar pasrah, Diana mengerti jika mereka sudah sama-sama tahu alasan dibalik kaburnya Shakila. Diana beringsut mendekati sahabatnya, pandangan mereka berserobok.
“Aku sudah dengar dari Kila. Aku sampai kaget banget waktu Kila cerita, benar-benar nggak habis pikir kenapa Mbak Amel sama kamu bisa segegabah ini dalam mencampuri kehidupan anak-anak,” Diana menyiuk. “Tapi, jodohin anak? Yang bener aja. Kalian mikir apa waktu bikin rencana itu. Aku datang bukan sebagai konselor Kila, tapi sebagai teman SMA Mbak Amel dan kamu. Shakila sama Giandra itu berteman sejak kecil. Yah, meski kalau kuamati mereka nggak cukup akrab untuk bisa dibilang sahabat, tapi kamu sadar nggak sih kalau rencana kalian berdua malah bisa bikin pertemanan kita semua jadi berantakan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Peas In A Pod √
Lãng mạnSetiap tahun, alumni SMA 22 angkatan '80 selalu mengadakan reuni sekaligus halalbihalal pada H+7 Idulfitri. Tidak pernah luput setiap tahunnya, hingga masing-masing telah berkeluarga dan memiliki anak. Kemudian anak-anak mereka tumbuh besar bersama...