5. Minta Izin

1.3K 215 29
                                    

“Kila sudah izin Mama kalau mau menginap di sini?” tanya Tante Diana malam ini ketika mereka bertiga duduk di meja makan menghadap nampan berisi seekor ayam panggang utuh yang dibeli dari salah satu restoran ayam bakar terkenal dekat tempat kerja beliau.

Sore harinya, ketika Tante Diana kembali dari rumah sakit tempat beliau bekerja, beliau mendapati ruang tengah rumah mungilnya berantakan karena buku-buku pelajaran yang berserak di lantai beralas karpet, sedangkan pemilik buku-buku tersebut sedang mengejar-ngejar kucing liar yang masuk ke dalam rumah lewat jendela garasi dan buang kotoran sembarangan. Setelah berhasil mengusir kucing nakal tersebut—dengan iming-iming sepotong ikan bandeng presto yang Valerie ambil dari dalam kulkas—dan membersihkan lantai yang terkena kotoran, barulah mereka berdua membereskan buku-buku di ruang tengah.

Shakila dan Valerie saling pandang mendengar pertanyaan tersebut. Tadi pagi sebelum Giandra sampai di rumah, Shakila sudah berpamitan pada Mama untuk menginap di rumah Valerie, tetapi dia tidak bilang untuk berapa hari. Namun, pastinya tidak lebih dari sehari sebab Senin besok Shakila harus sekolah. Setelah kejadian dengan Giandra berlangsung, Shakila semakin tidak ingin pulang, apalagi setelah melihat tas bepergian besar yang dijinjing Giandra, seolah dia hendak menginap di sana.

“Tadi pagi sudah ngomong kok, Tan.” Shakila mengangkat piringnya ketika Tante Diana mengoyak paha ayam utuh untuk diberikan padanya, serta bagian paha yang lain untuk Valerie. Ini bukan pertama kali Shakila menginap di rumah mereka, tetapi biasanya selalu Mama Shakila yang menelepon Tante Diana untuk memberitahukan soal ini beberapa hari sebelumnya. Tentu saja Tante Diana terkejut ketika mengetahui Shakila tiba-tiba menginap di rumahnya tanpa informasi terlebih dahulu.

Tante Diana memicingkan mata, namun sekejap kemudian beliau mengalihkan perhatian pada hal lain, seperti menawari Shakila sambal dan lalapan, membiarkan hal ini berlalu begitu saja dari pengawasannya. Melihat reaksi beliau, Shakila menduga jika baik Tante Amalia maupun mamanya belum cerita pada sahabat mereka ini tentang rencana perjodohan Giandra dan Shakila. Mungkin juga jika Tante Amalia dan mamanya hanya bercanda tentang rencana itu, dan hari ini Giandra tidak menginap di rumahnya dengan tujuan lain disamping mengakrabkan mereka. Tetapi, bagaimana Shakila bisa tenang jika dia hanya dengar informasi sepotong-sepotong, dan para orang dewasa tidak ada yang berinisiatif untuk bicara langsung padanya.

Melihat ekspresi muram di wajah Shakila dan anak remaja putrinya yang jadi pendiam di meja makan, mau tak mau membuat rasa penasaran Tante Diana jadi tak terbendung. Sebagai seorang konselor profesional, beliau terbiasa membaca perilaku orang-orang yang berkonsultasi padanya. Perubahan sikap drastis pada Shakila dan Valerie dari bawel jadi sedikit bicara, sudah cukup memberi beliau tanda jika mereka sedang menyembunyikan sesuatu.

“Oke, kalau Kila mau cerita, Kila bisa ngomong sama Tante. Mau berdua aja atau Vale boleh terlibat?” Tante Diana meletakkan sendoknya di pinggir piring. Tiba-tiba nafsu makannya sirna jika memikirkan sesuatu yang mungkin terjadi pada anak remaja ini. Apakah terjadi sesuatu di sekolah? Mungkinkah Tommy dan Nina—Papa dan Mama Shakila—sedang bertengkar, sehingga Shakila butuh pelarian sementara? Atau …

“Nggak apa-apa, Vale udah tahu juga kok, Tante.” Shakila mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk terus. Pandangan mereka berserobok. Kini Tante Diana bisa melihat mata sembab Shakila seperti habis menangis dan kelopak matanya yang sedikit bengkak. “Aku mau tanya.”

Tante Diana menegakkan punggung, seperti sikap yang selalu ia lakukan saat menghadapi klien. “Silakan, Kila. Kamu bisa cerita kapanpun kamu siap dan sebanyak apapun yang kamu bisa katakan pada Tante. Kamu mau minum dulu? Vale, tolong ambilkan minuman di kulkas untuk Kila, ya.”

Tanpa diperintah dua kali, Vale langsung melesat dari kursinya di samping Shakila, menuju kulkas. Shakila menyiuk beberapa kali, seolah sedang mempersiapkan diri untuk mengatakan hal yang sulit, lalu mengangkat kembali dagunya.

Two Peas In A Pod √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang