1. Aku Tahu Semuanya

1.6K 235 26
                                    

Tahun 2002

"Aku tahu semuanya. Ngaku aja, kamu sengaja, kan?"

Shakila menurunkan buku Harry Potter dan Kamar Rahasia yang sedang ia baca untuk tugas sekolah membuat resensi buku selama libur Hari Raya Idulfitri, demi menatap Giandra yang kini berdiri di hadapannya.

"Maksudnya?"

"Kamu sengaja gali paritnya yang dalam dan bentuknya makin tinggi mendekati pinggir laut, kan, biar airnya cepat turun sampai ke istana Nala lalu menghancurkannya?" Giandra mengatakan semua itu dengan wajah datar dan suara tanpa intonasi. Meski begitu, dalam hati Shakila agak sebal juga karena Giandra bisa membaca triknya semudah itu.

Siang tadi, mereka membangun istana pasir bersama. Awalnya hanya Shakila dan Valerie saja yang bermain di pantai. Mereka sibuk beradu siapa yang bisa membuat istana paling megah dan kokoh, mereka akan tidur di kasur atas bunkbed malam ini, karena kamar hotel yang para orang dewasa ini sewa tidak cukup untuk menampung semua orang dengan nyaman, jadi Shakila, Valerie, dan Divyani harus berbagi kasur malam ini. Sayangnya, belum sempat pertandingan itu selesai, tiba-tiba Nala datang dan dengan tidak sengaja menendang ember Shakila hingga istananya berantakan, lalu mengajak Giandra untuk membangun istana mereka berdua.

Valerie yang bad mood langsung meninggalkan istana miliknya, dan memilih berenang di pantai. Namun, tidak demikian dengan Shakila. Ia mengajukan diri untuk membuat parit bagi istana milik Nala dan Giandra. Ketika langit menjadi semakin sore, Shakila menghancurkan istana pasir Nala dengan bantuan air pasang.

Shakila mengerutkan kedua alis, "Gini ya, Andra, yang nyuruh aku bikin parit tuh Nala sendiri, lho. Kamu kan juga dengar langsung dia ngomongnya gimana ke aku. Kok jadi aku yang disalahin?"

"Dan yang ngasih masukan 'istana pasir apaan tuh? Di buku ilmu Arsitektur yang pernah kubaca, Istana Buckingham yang megah di Inggris punya saluran pembuangan air yang memadai', siapa?" sahut Giandra tidak mau kalah.

Tangisan Nala saat istananya runtuh baru bisa reda setelah Giandra menghiburnya, dan mereka berjanji akan membuat istana lagi besok pagi, karena saat itu sudah mau Magrib dan mereka harus mandi sore sebelum makan malam. Shakila tidak mengerti mengapa di usia sebesar ini Nala masih menangis dan merajuk seperti bayi. Mereka sudah umur sepuluh tahun. Bahkan Ivy, adik Shakila yang masih umur tujuh tahun saja tidak semanja Nala.

Shakila mendengkus, meski tidak sepatah kata pun meluncur dari bibirnya sebagai bantahan. Ia justru meletakkan bukunya, lalu beranjak ke dapur untuk mencomot semangkuk berondong jagung buatan mamanya untuk dimakan bareng Valerie. Dari sudut mata Shakila, terlihat jelas jika Giandra membuntutinya. Shakila kembali ke kursi seraya mengembuskan napas berat karena jengkel.

Rombongan mereka menyewa satu penginapan dengan enam kamar, satu lobi, satu ruang keluarga juga dapur. Shakila berbagi kamar dengan Ivy dan Valerie karena ada satu kamar kecil berisi ranjang susun untuk anak-anak. Setiap pagi para pegawai losmen menyiapkan sarapan untuk mereka. Seperti halnya akomodasi lain di sekitar sini, masing-masing kamar memiliki akses menghadap langsung ke pantai. Mereka tinggal membuka pintu depan saja, lalu berjalan beberapa meter menuju daratan berpasir putih untuk bermain di laut saking dekatnya.

Biasanya acara semacam ini tidak sampai menginap segala. Pada tahun-tahun sebelumnya, mereka hanya berkumpul di restoran atau taman hiburan di Malang di mana mereka bisa main-main dan para orang tua berkumpul sendiri untuk makan bekal atau mengobrol. Namun, kali ini mereka menginap sampai dua hari di hotel, hingga Shakila harus membawa PR-nya untuk dikerjakan selama di sini. Mungkin karena anak-anak sudah semakin besar, jadi para orang tua ini bisa lebih lama berkumpul sambil mengenang masa muda. Shakila tidak mengerti para orang dewasa, mengapa suka sekali menatap masa indah mereka yang telah terlewat ... lima belas? Dua puluh tahun lalu? Mengapa tidak fokus merancang kenangan indah di masa depan saja, sih?

"Iya, nih! Nala yang resek, kamu malah nyalahin Shakila," serobot Valerie sambil mencomot berondong dari mangkuk Shakila. "Lagian, kamu nggak lihat apa, kalau Shakila lagi sibuk? Bisa-bisanya ganggu anak yang lagi belajar cuma buat belain cewek cengeng macam Nala."

Valerie yang duduk di sebelah Shakila sedang membaca buku Lima Sekawan lapuk yang dipinjamnya dari tempat penyewaan komik—letaknya hanya beberapa belas meter dari sekolah, karena Shakila dan Valerie satu sekolah meski beda kelas—tempat anak-anak kelas lima nongkrong untuk baca Naruto sambil jajan pentol. Seperti Shakila, Valerie juga dapat tugas yang sama untuk menulis resensi buku yang dibaca selama libur panjang Hari Raya Idulfitri. Valerie lebih muda setengah tahun dari Shakila, sehingga dia masih kelas tiga sedangkan Shakila sudah kelas empat. Meski begitu, jatah buku mereka sama, lima resensi buku selama libur lebaran, hanya selera bacaannya saja yang berbeda.

"Emangnya, kamu enggak ngerjain PR juga? Kata Om Yoga kamu anak pintar, tapi kok nggak kelihatan belajar? Jangan-jangan pinternya bohongan nih."

Giandra menatap mereka berdua bergantian, lalu berlalu begitu saja setelah menggumamkan, "Dasar cewek-cewek aneh."

Valerie hampir melemparkan buku yang dipegangnya ke punggung Giandra saking jengkelnya, tetapi Shakila tahan. Mereka kembali melanjutkan membaca sambil sesekali mencatat poin penting di buku tulis mereka. Sebetulnya Shakila agak menyesal memasukkan buku Harry Potter ke dalam daftar bacaannya untuk tugas ini, karena jumlah halaman yang tebal membuatnya jadi tertinggal jauh dengan Valerie yang sudah mau habis membaca. Namun, apa daya, Papa terlanjur membelikannya buku itu—sebetulnya, Harry Potter bukanlah bacaan yang salah untuk anak usia sepuluh tahun, buku tersebut hanya terlalu tebal untuk ditulis resensinya. Shakila bisa saja meminjam buku yang lebih tipis dari tempat penyewaan komik seperti Valerie, tetapi sayang sekali jika barang yang sudah dibeli tidak dimanfaatkan. Meski mereka memiliki cukup uang untuk membeli lagi, namun Mama Shakila selalu mendidik mereka untuk berhemat dan menabung. Lagi pula, bisa membaca Harry Potter cetakan pertama di saat kebanyakan anak lain harus menunggu bukunya tersedia di persewaan komik agar mereka bisa meminjam dengan lima ribu rupiah selama seminggu, merupakan sebuah kemewahan yang tidak terukur.

Shakila melirik sekelompok orang dewasa yang mengobrol, orang tuanya dan orang tua Giandra terlihat sangat akrab, jika dibandingkan dengan orang tua yang lain. Jika tidak ada Nala, mungkin dia, Valerie, dan Giandra bisa menjadi teman akrab juga. Namun, Nala selalu ada di tengah-tengah mereka, menyita semua perhatian Giandra, dan menjauhkan Giandra dari anak-anak lain dengan egoisnya. Bahkan Nala berhasil memengaruhi Giandra untuk berburuk sangka padanya juga. Meski tuduhan itu benar, tapi kan, Nala dulu yang cari masalah dengannya.

Panjang umur, baru saja melintas di pikiran Shakila, Nala keluar dari kamarnya sambil menggosok mata. Sepertinya dia habis dimarahi oleh mamanya dan ngambek di dalam kamar. Saat ini dia merajuk pada Giandra yang sedang meminjam mainan die-cast-metal milik Kak Pasha. Meski jarak mereka cukup jauh, tetapi Shakila bisa melihat jejak lebam di pipi Nala yang tadi siang tidak ada di sana. Mungkin mama Nala, Tante Ira, menghajar Nala lagi karena menangis tanpa henti gara-gara istana pasirnya hancur. Jangan tanya deh, kenapa orang tua Nala, terutama mamanya segalak itu dalam mendidik anak. Shakila saja enggan dekat-dekat dengan beliau, karena menurutnya Mama Nala memang pemarah dan seram. Jangan tanya juga mengapa Nala tidak ikut mengerjakan tugas sekolah juga seperti Shakila dan Valerie. Jika Giandra dibebaskan dari belajar karena pintar, Nala justru sebaliknya. Jangankan mengingat PR, jadwal pelajarannya dalam seminggu saja mungkin dia tidak hafal.

Shakila mengembuskan napas berat, sejak tadi ia tidak beralih dari halaman mobil Anglia terbang Ron Weasley tersangkut di pohon Dedalu Perkasa dan diombang-ambingkan hingga bentuknya tidak beraturan. Shakila memalingkan wajahnya dari orang lain di sekitar, kembali masuk dalam dunia Harry Potter.

Tidak, Giandra tidak benar-benar tahu semuanya, tidak peduli seberapa pintar anak laki-laki itu. Buktinya, ia tidak menyadari betapa Shakila ingin menjadi teman akrabnya. Shakila ingin semua anak bisa bergaul dengan nyaman tanpa harus punya geng-geng seperti Nala.

 Shakila ingin semua anak bisa bergaul dengan nyaman tanpa harus punya geng-geng seperti Nala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Two Peas In A Pod √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang