Choco Eyes of My Night

110K 651 2
                                    

"Argh!", teriakku di sebuah balkon hotel.

Malam ini acara perjamuan makan malam dari salah satu rekan kerjaku.

Aku seorang lelaki kesepian dan sudah banyak wanita mengejarku untuk dinikahi tapi aku tak gubris juga.

Mungkin  kementahan hati atau belum ada yang match.

Aku mencoba menenangkan diriku di balkon hotel. " Acara masih lama.", kulihat angka pada arlojiku, masih 5 jam sebelum acara dimulai.

Kuputuskan untuk kembali masuk untuk mencicipi hidangan. Kuambil satu chocolate muffin, salah satu kue kesukaanku. Kucicipi dan aku berjalan mengambil minuman ringan, jus ban-choc milky. Cukup populer di kalangan kelas menengah ke atas. Padahal hanya buah pisang yang smooth-frozen diblender dengan coklat compound dan ditambahkan es batu dan susu cair secukupnya. "Hmm, enak...". Aku memang menyukai coklat.

Aku berencana pulang untuk tidur malam ini. Tidak untuk mengobrol maupun mencari wanita untuk masa depan. Entah mengapa aku tidak bergairah bahkan aku seperti mencintai kesendirianku. Aku akan berlari cepat apabila orang tuaku menuntut untuk memberikan cucu. Itu saja. Pelik namun sederhana.

"Tuan Row. Maaf telah mengganggu Anda. Tetapi ada seseorang yang minta ditemui oleh Anda. Di ruang mantel. Anda butuh diantar?", jelas pelayan ini padaku. " Siapa? Jawablah jujur.", tanyaku tegas. Aku tak ingin siapapun menggangguku. "Dia seorang wanita yang hanya ingin memberimu souvenir. Dia berpesan untuk tidak menolaknya.", jelas lagi pelayan itu.

" Baiklah, katakan padanya tunggu aku 10 menit.", tegasku. Aku sangat muak dengan janji-janji seperti ini. Sangat misteri, apalagi dari seorang wanita.

Aku mencoba mengambil jus ban-choc milky lagi. Aku seperti ketagihan dengan minuman ini. 5 menit berlalu. Aku masih ingin menikmati jusku pada ronde kedua.

---

Aku membuka pintu ruang mantel yang sangat diabaikan. Banyak mantel dengan cahaya remang. Aku menyusuri ruangan yang berornamen khas Perancis. "Hmm...", aku tahu itu pasti suara wanita tersebut. " Ada perlu apa?", tukasku tegas.

"Santai saja. Kau Row dari Berlies Company itu kan?", timpalnya sinis. Dia keluar dari kegelapan sudut ruangan, agar aku terkesima melihatnya? Hei, kau sama saja seperti wanita lainnya.

Sosoknya memang cantik dan teduh. Berlensa coklat bening? Bagus. Aku kagum pada keindahan matanya, saja. Dengan balutan gaun rajut selutut berwarna hitam, riasan natural, simple bridal dengan black hair dan bibir merah yang natural. Dia seperti " memperlihatkan" dirinya agar laku padaku.

"Bukan.", siapa sangka aku akan berbohong? Dia terkejut. " Oh, maaf. Penglihatanku salah.", balasnya.

"Hmm begitu...", aku juga kebingungan. Mengahadapi wanita sangatlah sering tetapi ini pertama kalinya aku berbohong soal diriku. " Kata pelayan itu, kau ingin memberikan sesuatu?", mulaiku dengan arogan. Aku memang tidak suka waktuku dibuang oleh hal-hal seperti ini, terlebih lagi wanita.

"Ya.", dia mendekat. " Kau berbohong.", dia sangat dekat denganku. Aku tetap biasa saja. Hingga dia melingkarkan kedua tangannya padaku. "Kau ingin apa? Bahkan aku tidak mengenalmu.", timpalku.

" Ambilah perawanku, aku tak sudi menerima jamuan malam ini dengan perjodohanku.", tukasnya tegas.

---

Kami melumat bibir masing-masing. Hingga wanita itu kehabisan nafas. Aku tak peduli. Dalam hal gairah, aku sangat kuat walau belum pernah bercinta.

Ruang mantel ini sangat aman untuk hal yang seperti ini. " Aku sudah meminta pengawal menjaga pintu ini untuk kita.", jelasnya.

Aku hanya diam. Walau tanpa pengawal pun tak perlu risau, toh ini ruang mantel lama. Para tamu menggunakan ruang mantel baru.

Aku melonggarkan dasi, melepas jas dan arlojiku. Dia tengah asik meremas payudaranya. Kusambar bibirnya dengan lembut perlahan ganas. Dia masih besbalut gaun. Kulepas perlahan gaun hitamnya, kutatap matanya yang indah. Sial! Dia liar!

Dia menarik wajahku, lalu mencium bibirku hingga bermain lidah. Aku tergoda. "Hmmp...", desahnya.

Aku mencoba memeluknya erat. Sangat erat. Seperti tak ingin dia jatuh oleh lelaki lain. Tak sadar, celanaku sudah dibuka olehnya. Dia mengambil alih tanpa kusuruh.

Sekarang dia benar-benar liar. Aku tak sanggup melihat wajahnya mencoba memainkan penisku. " Ah..", desahku. Dia melepas penisku yang sudah berdiri tegak, lalu berbaring di karpet ruangan. Seperti siap dimangsa. "Cepat u-um... Aku tak sabar...", tukasnya padaku sambil memelintir klitorisnya.

Kuambil posisi, lalu memasukkan penisku pada vaginanya. Sangat sempit. Inikah rasanya? " Ah! Sakit, Row!", teriaknya lemah. "Ya, sudah tahu sakit kenapa menyuuruhku?", aku melanjutkan tugasku. Dia hanya mengangguk. " Ah... Ah... Hmmpp...", desahnya.

Ternyata begitu seorang wanita mendesah. Aku terus mendorong pinggulku, desahan wanita itu lebih cepat. Lebih beringas, bisa dibilang lebih nyaring dari sebelumnya. "Hosh
. Ah, hmmp. Row... Ah...", desahnya lago. Akupun semakin kuat dan cepat. " Row, aku ingin keluar! Ah! Ah! Hmmp.", timpalnya.

Aku juga sudah high, dan keluar bersamaan dengannya. Dia benar-benar lelah. "Maaf, mengganggu waktumu malam ini. Hosh... Hosh...", tukasnya lembut dengan mata coklatnya.

Aku jatuh cinta, dengan hati dari matanya. Coklat. Lembut. Penuh kesedihan dan keriangannya. Manis dan beraroma untuk hidup

Aku terjatuh di atasnya. Aku membisikkan sesuatu padanya. " Maukah kau menjadi istriku?".

Seketika, wanita itu terkejut. "B-benar k-kah?", dia gugup.

Aku hanya bisa tersenyum tipis padanya. Dia seperti tahu bahwa aku serius untuk masa depannya.

---

Tamat

So? (+21)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang