Namanya Momo
Benci hujan,
Panggilannya Sapi.
Gue panggil sapi karena nama panggilan dia Momo, Mooomooo.Hmm, apalagi ya?
Gue ga bisa merangkai kata dengan baik yang gue inget adalah kita berdua kenal dari kecil, rumah kita bersebelahan di salah satu komplek perumahan sederhana. Jauh sebelum bokap gue bisnisnya sukses dan pindah LA.
Walau judulnya temenan dari kecil tapi kita hobinya berantem mulu. Biasanya berantem karena Momo suka berhenti main kalau udah kalah, makanya gue jarang ngajak dia main. Tapi ketika ga diajak main dia bisa pundung dan ga keluar main selama berhari-hari.
Kalau pundungnya lagi kambuh, gue harus ngumpulin semua mainan gue dan jemput dia dari rumahnya supaya bisa main mainan di rumah gue.
Momo ga pernah punya mainan, yang dia punya satu lemari besar penuh buku. Dia memang hobi baca jadi dia ga pernah protes. Tapi pada pagi hari dimana ia mendapatkan mainan, dia berlari ke rumah gue sambil membawa mainan. Satu, gitar mainan yang bisa membunyikan lagu McDonald has a farm, satu papan tulis yang bisa di hapus, boneka kelinci, dan sempoa.
Mainan yang seharusnya ga dimiliki oleh anak umur 8 tahun, tapi dia tetep seneng dan bilang, "Dan, aku udah punya mainan jadi kita main sama2 yaa"
Di pikiran Momo yang berumur 8 tahun itu, mungkin alasan gue ga mau main sama dia karena dia ga punya mainan. Polos banget ya? Haha.
Perkenalan tentang Momo mungkin agak sedikit panjang jadi gue mohon kalian ga bosan ya.
Semua baik-baik aja sampai perusahaan bokap sukses dan keluarga harus tinggal di LA. Gue sengaja ga bilang ke Momo, tanpa perpisahan tanpa pelukan dan tanpa airmata.
Pertemuan kami berikutnya berada di taman belakang sekolah, gue yang saat itu kelas dua SMA berbeda dengan gue yang Momo kenal.
Begitu pula dengan Momo, sama sekali berbeda.
Saat itu Momo langsung mengenali gue, mengetahui nama gue Daniel dan masih ada tanda lahir berwarna cokelat di bawah mata gue membuat Momo dengan spontan bilang.
"Oh, Danieel?! "serunya, matanya mengerjap karena kaget melihat gue yang bersiap-siap mau bolos dengan cara memanjat pagar.
Hari itu sukses di akhiri dengan gue yang di bopong Owen dan Momo ke UKS. Sepanjang gue di bopong ke UKS, Owen dengan mulutnya yang ga ada filter menganjing-anjingkan gue. Dia kesal karena gue jatuh, jadi kita berdua gagal bolos.
Gue ga peduli dengan omongan Owen saat itu, karena pikiran dan mata gue fokus kepada perempuan di samping gue.
Gue bukan orang goblok yang ga nyadar kalau dia adalah teman gue sedari kecil.
Momo itu tumbuh dengan biasa aja, ga ada spesial, ga wah dan yang pasti ga begitu menarik. Satu kata, Biasa.
Tapi dia yang membuat gue bisa kembali berfungsi dengan normal yang menyeimbangkan sikap berontak dan keras kepala gue.
Hobinya makan, terutama makan masakan nyokapnya. Tapi selain masakan nyokap dia bisa makan apa aja kok, kecuali masakan italia atau masakan cepat saji khas Amerika. Beda sama gue, kerjaan gue waktu di LA makan In n Out.
Dia suka pedes tapi ga kuat pedas. Bagaimana kombinasi kedua makanan tersebut? Ya, pedas manis.
Kalau makan bakso, ratio sambel dan kecap yang dia masukin adalah 5:2. Hal ini untuk membuat rasa baksonya pedas tapi juga manis.
Pecinta Bubur, ketoprak, dan gado-gado. Apapun yang berkecap dia suka, tapi harus pedas juga. Dia, aneh kan?
Di saat orang lain tergila-gila dengan aneka kombinasi rasa martabak dia tetap setia dengan martabak yang ada. Di saat orang-orang berlomba-lomba beli minuman teh dan mangga, dia tetap suka susu dan air mineral.
Jangan lupa dengan kecintaannya terhadap Roti. Apalagi roti kering, bisa tiga toples sendiri.
Yah selebihnya dia itu biasa. Cuma perempuan biasa yang mampu menyeimbangkan gue.
Gue sama dia mulai sebagai teman, bahkan kita ga mengikrarkan bahwa kita pacaran seolah kata itu tabu banget. Karena pacaran suatu saat pasti akan berpisah. Tapi kita sama-sama tahu, dan ga pernah dekat sama lawan jenis.
Palingan cuma gue yang sering nyinggung kalau kita pacaran, dan dia cuma ketawa aja.
Kalimat-kalimat favorite nya,
"santai aja sih kayak di pantai"
"Dan, lo pokoknya harus tauu"
"Daaan mau curhaat"
"Dan gue mau metong aja rasanya di pohon cabe, nilai MTK gue ga naik-naik"
"Daaan, Daaan, Daaannnn""Daan lo orang paling jahat yang pernah gue temuin di sepanjang hidup gue"dia ngomong ini dengan ekspresinya yang seakan menjadi orang paling terdzolimi di dunia.
Kalau dia udah ngomong gitu, rasanya gue mau noyor dia aja. Yah, dia memang seperti itu. Perempuan biasa dan menyebalkan. Tapi yang ngebuat gue tetap hidup di dunia itu cuma dia.
Namanya Molly Moryan
Dia bukan perempuan sempurna
Tapi dia adalah alasan gue hidup sampai sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Biru
Novela JuvenilMolly Moryan dan Daniel Harvey adalah teman masa kecil. Dua kepribadian yang bertolak belakang namun anehnya berteman membuat mereka menjadi tidak terpisahkan. Dari mereka berdua TK lalu berpisah pada saat SD dan bertemu lagi di saat mereka SMA DI s...