Daniel mengernyitkan matanya, memegang controlla dan memilih tim mana yang akan dia pakai untuk melawan. Beberapa puntung rokok berceceran di meja di depannya, satu potong pizza tersisa dibiarkan begitu saja di atas kotak kardusnya, beberapa botol kaleng bekas bir bintang dan smirnoff sudah tidak tersisa isinya.
Matanya menyanyu, pipinya memerah tapi ia tetap fokus bermain FIFA. Di sebelahnya ada Noah, lelaki botak yang mirip dengan vin diesel, sahabat dekat Daniel. Wajah Noah tidak lebih baik dari Daniel. Keduanya memang tampan tapi sama-sama asem dan gak bergairah.
Tidak ada yang berbicara selama pertandingan, keduanya memasang pokerface tetapi tidak perlu menjadi seorang cenayang untuk tahu bahwa Daniel jelas-jelas kalah. Ketika tim Noah mencetak angka untuk yang keempat kalinya Daniel melempar controlla di sebelahnya.
"Taik" rutuknya.
Noah tertawa untuk pertama kalinya selama beberapa jam berada di apartemen. Tawanya pun hanya tertawa singkat khas kakek yang melihat cucunya kesal. Noah memang seperti itu, gesture tubuhnya bisa membuat orang salah paham dan berpikir dia dua puluh tahun lebih tua dari wajahnya yang terlihat masih muda.
Daniel mengeluarkan dompetnya dan menyerahkan tiga lembar uang seratus ribu ke Noah sebagai bayaran kalah main FIFA tadi. Sebenarnya mereka ga sepenuhnya taruhan, cuma kadang Daniel suka jumawa dengan senyum menyeringai bilang, "gue taruhan dua ratus ribu, gue pasti bisa skor duluan daripada lo"
Dan kenyataannya yang skor duluan si Noah.
"Taruhan tiga ratus ribu, lo ga bakal sampe hatrick"
Dan dapat dipastikan Noah mencetak gol keempat kalinya. Daniel kalah.
"Kenapa lo?" tanya Nicholas yang baru saja keluar dari kamar setelah satu jam lamanya bersiap-siap.
Lelaki dengan tinggi 169 cm itu sekarang berdiri di depan kaca. Rambutnya berwarna merah dan ada tindikan di alisnya. Dia mengenakan celana gombrong khas hiphop tahun 90an yang sekarang kembali ngetren dan kaos putih dengan tulisan supreme yang harganya selangit hanya untuk kaos polos.
"Nick, ntar gue traktir minum" sahut Noah sambil mengambil uang yang dikasih Daniel tadi.
"Taruhan lagi? Ga ada kapoknya lu" jawab Nicholas melihat wajah Daniel dari pantulan cermin.
"Lo beneran mau pergi ke Klub?" tanya Daniel dengan nada malas khas dirinya sambil senderan di sofa.
"Iya sekalian gigs. Lo ga ikut?" tanya Nicholas.
"Gak deh" jawab Daniel singkat.
"Ga dibolehin sama Nona?" tanya Owen yang baru keluar dari kamarnya juga.
Dandanannya lebih aneh dari Nicholas, ia memakai celana gombrong putih dan baju Versace kebesaran dipakai tidak rapih dengan sengaja. Kepalanya yang botak kini dihiasi dengan bandana nike. Owen sebenarnya termasuk ukuran lelaki tampan jika ia mau memperbaiki gaya busananya dan cara dia bersikap. Dia seperti gangster yang suka muncul di film Jepang dengan gaya amburadul. Sekali lagi, untung Owen ganteng.
Nona yang dimaksud Owen adalah Momo. Sebenarnya Momo tidak pernah melarang Daniel untuk bergaul tapi kadang Daniel memakai nama Momo ketika males bermain di club.
"Hmmm" gumam Daniel seakan mengiyakan.
"You're whipped man" ujar Owen.
"Yes i am" kata Daniel sambil membereskan beberapa sisa botol alkohol.
"Biarin aja Dan, nanti gue panggil cleaning service" ujar Nicholas si empunya apartemen.
Daniel cuma diam tapi tetap melanjutkan membersihkan sisa-sisa makanan dibantu oleh Noah. Ia terbiasa membersihkan semua hal-hal kecil seperti sisa makanan, mengembalikan mainan ke tempatnya atau mengembalikan buku-buku setelah dibaca ketika bersama Momo. Soalnya kalau bukan dia siapa lagi. Momo is a queen like. Dia tidak terbiasa berbenah rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Biru
Novela JuvenilMolly Moryan dan Daniel Harvey adalah teman masa kecil. Dua kepribadian yang bertolak belakang namun anehnya berteman membuat mereka menjadi tidak terpisahkan. Dari mereka berdua TK lalu berpisah pada saat SD dan bertemu lagi di saat mereka SMA DI s...