Aku menggerak-gerakkan badan dengan tidak nyaman. Baju baru selalu risih jika dipakai sebelum dicuci. Saat ini aku sedang berada di rumah Clarissa, menonton Manusia Setengah Salmon (sehabis nonton Kambingjantan dan Cinta di Dalam Kardus).
Aku sedang meraup segenggam popcorn saat pintu kamar Clarissa diketuk. Dengan muka bete karena diganggu, Clary membuka pintu. Oh, ternyata omnya yang katanya peramal&pengusaha itu.
"Hai, girls! Om baru belajar cara meramal masa depan yang akurat loh, mau nyoba?" tawar Om Clarissa.
Clarissa memutar bola matanya lalu menjawab "Please deh om. Waktu itu om pernah ngeramal adekku dan bilang dia bakal mati dalam 14 hari. Dia sampe ketakutan nangis gamau keluar kamar. Tau-taunya? Sampe sekarang dia masih idup,"
"Eh itu kan om salah baca garis tangannya. Lagian kali ini beneran akurat, kok." Jawab Om Clarissa cengengesan (aku masih tidak tau namanya).
"Kenapa sih om pengen banget ngeramal kita?" Clarissa mulai bete. Dia seperti sudah siap menelan omnya hidup-hidup.
Melihat gelagat Clarissa, Chaca cepat-cepat menengahi. "Gue mau diramal kok, Clar!" ucapnya, memberikan kode. Kami mengerti kode itu. Dengan cepat, kami mengangguk. Siapa juga yang kepengen nonton pertengkaran keluarga di rumah temennya? Bukan aku yang pasti.
***
"Giliran Diandra," terdengar suara dari dalam kamar Clarissa. Om Agus (ya, akhirnya aku tau namanya setelah bertanya ke Clary) ingin kami masuk satu-satu, bergiliran. Dia juga ngotot ingin memakai kamar Clary sebagai 'tempat meramal'nya dan menyuruh kami menunggu di ruang tamu. Dia bilang, meramal harus dilakukan secara privat dan tanpa diketahui siapa-siapa. Clary hanya mendengus dan menuruti permintaan omnya.
Tak lama, Chaca keluar. "Anna," namaku dipanggil. Aku berjalan menuju kamar Clarissa. Saat masuk ke dalam, aku melihat kamar gelap dan di tengah-tengahnya ada sebuah bola kaca bersinar. Aku segera duduk di depan bola kaca itu. Om Agus berada tepat di depanku.
"Bukannya om ngeramalnya baca garis tangan, ya? Ngapain ada bola kaca?" aku bertanya heran. Om Agus tertawa kecil. "Efek dramatis, na" ujarnya. Jadi ini kenapa dia salah membaca garis tangan. Wong bacanya di tempat gelap!
Om Agus mulai membaca gari tanganku. Mukanya berkerut, menandakan kebingungan dan kecemasan. Aku jadi ikut panik.
"Uh.....Om hanya tau bahwa sebentar lagi, di ulang tahunmu yang ke-17 kau akan mengalami sesuatu yang mengerikan. Apa kau mengalami sesuatu yang aneh belakangan ini?" tanyanya. "Um...sebenarnya, ya" aku pun menceritakan kepadanya tentang kejadian di tangga.
Wajah Om Agus berubah pias. "Seharusnya aku tahu! Aku bahkan sudah diperingatkan tentang hal ini!" dia memaki. Aku mengerutkan dahi, bingung. Maksudnya apa?
"Begini," Om Agus berpaling kepadaku, "Jaman dahulu, ada sebuah desa terpencil di kaki gunung. Penduduk di desa itu mempunya kemampuan mengendalikan air dan binatang. Suatu hari, ada seorang pemuda yang tersesat. Penduduk desa itu membawanya ke desa mereka untuk diberi makan dan diberi petunjuk jalan pulang. Pria ini sempat melihat penduduk desa itu mengendalikan air&binatang. Tentu saja pria itu merasa kaget. Esoknya, pria itu pergi diam-diam dari desa tersebut. Penduduk desa ini bingung dengan kepergiannya yang tiba-tiba. Namun mereka tak terlalu memikirkannya," Om Agus berhenti untuk menarik napas.
"Beberapa hari kemudian,datang sekelompok orang mengenakan jubah hitam. Mereka menangkapi penduduk desa tersebut, namun penduduk desa melawan. Mereka mencoba bertahan tetapi pistol bukanlah tandingan mereka. Penduduk desa tersebut pun habis dibantai." Aku menahan napas. Cerita ini seru juga.
"Konon, ada seorang ibu yang mencoba mempertahankan bayinya mati-matian, dan mereka berhasil. Si ibu menggunakan cara terlarang, yaitu jurus mengendalikan darah,
Mereka selamat, dapat melarikan diri ke hutan. Katanya, si anak tumbuh besar dan pergi ke kota, menikah dengan pemuda disana. Mereka mempunyai anak. Anak ini mempunyai bakat sama seperti ibunya, bisa mengendalikan darah. Bakat ini lalu diwariskan dari generasi ke generasi. Terus begitu, turun temurun," Om Agus menarik napas lagi.
"Dan sepertinya, kali ini bakat itu menurun padamu, Anna. Pada ulang tahunmu yang ke 17, kamu akan sempurna bisa mengendalikan darah," Aku terkesiap. Ini bohongan, kan? Mana ada bakat kayak gini? Kayak ginian cuman ada di film kan?
"Kau harus berhati-hati, kelompok jubah hitam itu masih berada dimana-mana, mencari keturunan pengendali air. Terkadang mereka menyamar,"
Aku masih spechless. Apaan coba?
"Sekarang kamu boleh keluar, kalau ada yang tidak mengerti tanya om saja ya," Om Agus agak mengusir. Aku keluar dengan muka loyo.
I mean, siapa juga yang pengen bakat pengendalian darah?
***
Dengan sebal, aku menendang kerikil di depanku. Supirku tidak bisa menjemput. Aku harus pulang jalan kaki dari rumah Clarissa. Yah, emang gak jauh-jauh banget sih tapi kan beda komplek.
"Whoa!" Aku tersandung polisi tidur yang agak tinggi. Secara refleks, aku mengendalikan darahku sendiri. Agak nyeri. Jadi kekuatan ini sudah menjadi refleks? argh.
Tanpa kusadari, dari balik kaca bangunan terbengkalai, ada sepasang mata yang menatapku tajam.
***
"Kakkk kecilin, kek musiknya!" Aku menggedor-gedor pintu kamar kakakku, Azra. Dia berumur 19 tahun. Tipe anak kuliahan gaul-gaul gitu. Dia sok cuek, sok keren, rese, tapi penyayang.
Pintu di hadapanku dibuka dengan kasar. Kak Azra muncul di depanku. "Apaansih elah orang udah kecil juga bawel amatsi sana jauh-jauh!" dia mengomel sambil menoyor kepalaku.
HARUSNYA KAN GUE YANG NGOMEL!!!
Dengan pandangan sebal dan frustasi, aku berteriak "KECIL DARIMANANYA INI TELINGA LO CONGEK APA GIMANA SIH INI GEDE BANG GEDE SAMPE LUAR RUMAH KEDENGERAN TAU!!!! SEKARANG LO DIEM ATO GUE YANG BIKIN LO DIEM!!!" dia agak kaget karena aku jarang berteriak. Namun dia tetap membalas.
"EH SOPAN DIKIT YA GUE KAKAK LO. KALOPUN LO MAU NGELAWAN GUE YA YANG MATI ELO!!! NOW SHUT UP!!!" dia membanting pintu kamar dan membesarkan suara musik di stereo.
Kakak yang menyebalkan.
Dengan kesal aku berjalan ke kamar dan memasang headphone. Musiknya sudah tidak terlalu kedengaran tapi I swear, aku melihat dinding bergetar karena musiknya terlalu kencang (mana kamarnya tepat disebelahku).
Aku mengecek bbm. 1 new invite. Siapa? Oh. Kak Devon. Dengan cepat, aku meng-accept invite itu dan menghempaskan badan ke kasur. Hari yang melelahkan. Aku capek. Aku tahu ini baru jam setengah tujuh dan aku belum makan malam tapi aku capek.
Tanpa memimpikan apa-apa, aku terlelap.
------------------------------
WOAH AKHRINYA APDET!!!! sempet ngestuck sih sebenernya. Aku mau minta maaf karena beberapa hal :
1. Ini kependekan
2. Agak gaje
3. Aku amatir banget
4. Lama update karena banyak pr:(hft mentang mentang mau ukk guru mau nyelesein tugas cepet2. Kan keder.
vomments akan berasa seperti air di padang sahara(ceilah)
oiya sama satu lagi
aku lagi galau jadi mungkin kalo ceritanya gajelas dan gaseru maafin banget </33 insyaallah nanti kalo udah ukk&ga galau jadi bagus
makasih buat yang udah baca aku sayang kalian :")
gapapa ya kalo povnya tiga? mwah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Talent
Teen Fiction❝Bakat itu pemberian tuhan tapi, karakter itu pilihan.❞ Gimana jadinya kalo kamu punya bakat yang 'istimewa' atau berbeda dari yang lain? Gimana kalo bakat kita bisa berbahaya? Apa yang akan kamu lakukan jika kamu ada di posisi Anna? Copyright©2014...