Sebenci-bencinya aku pada hari Senin, aku lebih benci lagi hari Sabtu. Sabtu dengan segunung kerjaan jadi kiamat sugra untukku. Demi apapun, sabtu itu weekend. Harusnya jadi jadwal libur.
"Lihat deh, ada iklan lowongan nikah nih."
Aku mengintip sedikit dari balik bilikku sambil menggeleng-geleng takjub pada Ve yang sedang menggelar koran di lantai. Beberapa wartawan lain sudah mengitarinya. Wartawan media online yang tetap konsisten dengan informasi dari media cetak? Ck ck.
"Beneran?" Sang editor Luna Maya KW memutar kursinya sembari menunduk pada Ve yang berada tidak jauh dari kubikelnya. Sebenarnya nama benarnya Luna Maryam, cuma isengnya kami saja yang suka memelesetkan nama.
"Ala palingan kayak Si Ibeng di grup kemarin. Kita udah seriusan dikirimi chat data akhwat yang siap ta'arufan dan poligami gitu lho. Ternyata hanyalah contoh penulisan biodata. Kampret," komentar Deryl sewot.
"Pintaran dikitlah," celutuk Egi sambil mengambil tempat di samping Ve. "Kalau benar ada tulisan seperti itu, tidak mungkin juga share di grup."
"Mending dilamar sendiri." IT sableng bernama Bisma ikut menimpali.
"Seriusan ada ini," sela Ve menuntut perhatian kembali padanya. "Dengar dulu dong."
"Cowok apa cewek?" potong Jio penasaran.
Ve melotot kesal. "Dengar makanya. Dibutuhkan segera seorang wanita berusia 20 sampai 30 tahun, berpenampilan menarik, pandai masak . . ."
"Lah, lamaran kerja untuk koki?"
Ve mendengus. Yang lain terkekeh.
"Iklan lowongan cari istri." Ve meringkas dengan tampang masam.
Luna menarik koran sambil lanjut baca. "Namanya Dudi Herlano. Ini seriusan? Astaga." Ve memutar matanya. "Nama boleh mirip artis, mental merosot ke inti bumi."
"Segitu nggak lakunya. Obral lagi," tukas Deryl. "Ini ada keterangannya juga. Si Dudi ini mapan, punya rumah ..."
"Ya, kali rumah kardos pun namanya punya rumah juga," potong Jio sinis "Dengar, ya kalian para wanita. Jangan percaya pada pria yang menurunkan egonya pada titik serendah ini."
Inilah cowok-cowok di kantorku dengan kenyinyiran tingkat dewa.
"Hanya dari halaman berbeda di koran, kita sudah menemukan dua cerita tentang perbedaan pandangan mengenai kebanggan pria." Koran sudah berpindah ditangan Egi. "Ada pria yang memamerkan diri dengan membuat iklan semacam ini, terlepas dari apapun maksudnya."
Egi menyandingkan dua halaman berbeda sebelum melihat ke kami. "Tidak usaha menonjolkan diri sendiri, prestasi yang hebat malah terdengar lebih membanggakan. Polisi dalam berita ini, misalnya. Tanpa mengumbar kelebihannya, orang justru tertarik."
Koran sudah kembali berpindah-pindah tangan.
Aku kadang heran dengan obrolan kami. Topiknya apa, nyambungnya kemana.
"Kenapa memangnya? Kaya nih Si Dudi bikin iklan gede di koran." Aku menarik kursi dari kubikel Bisma tanpa minat melihat berita pembanding si Egi.
Setengah halaman lho, dengan profil dan data lengkap si Dudi ini.
"Kaya ilmu lebih baik dari kaya harta. Ilmu bisa menjaga pemiliknya, tapi harta harus dijaga sama pemiliknya."
"Super sekali pak ustadz ini," ucap Ve sarat sindiran.
Si Bisma membusungkan dada pongah.
Nyambungnya dimana dengan pertanyaanku? Tapi di 'iyain' saja biar kelar.
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUR -Accidental (END)
Chick-LitUnpublish (07/04/2019) Finansial, karier, dan asmara blur? Oh Noooo !!! Kata Mama, sekejam-kejamnya Ibu Tiri lebih kejam bisikan tetangga apalagi untuk wanita single 27 Tahun. Nama baik dipertaruhkan ... -Daisy- Note: Bisa bikin senyum-senyum tidak...