1 'Jomblo Senior'

42.2K 3.1K 287
                                    

"Isy, bukti iklan untuk mitra kemarin udah kelar, kan?"

Aku menarik nafas berat sebelum berbalik memandang Mas Surya –Si Pimred– yang entah sejak kapan sudah bertengger manis di belakang kursiku.

Ada tiga hal yang membuatku kesal sekarang. Pertama, aku tidak suka dipanggil Isy. Lafal namaku jadi terdengar 'easy' banget saat dia mulai memerintah. Kedua, moodku berubah jelek jika 'aktivitas keramat'ku diganggu. Ketiga, jelas saja kalimatnya barusan bukan pertanyaan tapi tuntutan.

"Udah. Email udah, cetak juga." Aku menjawab datar. "Ada lagi?"

Mas Surya menaikan sebelah keningnya. Tidak peduli, mataku sok serius menatap komputer.

Pada dasarnya aku ini karyawan kurang ajar. Jadi tanpa perasaan bersalah aku kembali sibuk browsing lanjutan drama korea yang bakal aku download. Biarkan saja Mas Surya berdiri mengamati semua aktivitasku.

Benar. Tidak sampai lima menit, 'Si Perusak Kesenangan' memutuskan minggat tanpa suara dari bilikku. Damai lagi.

Jangan salah, aku santai begini bukan karena malas-malasan. Toh, aku sudah menyelesaikan hampir semua pekerjaanku. Pekerjaan di sini seolah tidak ada habisnya, kalau mau tahu. Semakin cepat menyelesaikan pekerjaanmu maka semakin banyak kamu diberi tanggungjawab.

Dari pagi aku sudah standby dengan tumpukan berkas yang menjerit-jerit minta diselesaikan. Saking sibuknya, tulang-tulangku masih terasa kaku.

Perusahaan tempatku bekerja ini bergerak di bidang jasa. Sebuah perusahaan media online yang lumayan diperhitungkan di kotaku. Salah satu media lokal yang cukup besar juga.

Kalau kata Mas Surya, pemberitaan tidak pernah libur. Namanya media berarti sistem kerjanya 25 jam sehari, 8 hari seminggu, bahkan 13 bulan setahun –katanya bulan ke-13 setelah Desember, itu namanya Cemender. Aku pribadi lebih nyaman menyebut Depresiember

Well, selama bekerja di perusahaan ini aku punya siklus kerja monoton. Senin sampai jumat adalah periode depresi dengan padatnya pekerjaan dan tekanan dari atasan. Sabtu, harusnya jadi waktuku untuk merenung dan move on. Minggu adalah evaluasi dan mempersiapkan mental untuk depresi kembali di minggu berikutnya. Siklus itu terjadi begitu saja dan terus membentuk lingkaran penuh tak berujung yang terus berputar.

Masih ada gitu, Lebel 'Perusahaan Romusha' di zaman ini? Jawabnya 'Ada' tempatku kerja penganut sistem itu.

Hanya kerena tempat kerjaku ini salah satu media lokal yang lumayan besar, bukan berarti manajemennya bagus lho. Perusahaanku hanya memiliki satu karyawan untuk menangani keuangan dan semua kegiatan administasi. Dan coba tebak siapa? Yes, it's me.

Bahkan ketika para editor terus didatangkan, wartawan terus direkrut, lowongan marketing terus dibuka dan tambahan IT, hanya jobku konsisten tanpa partner –seperti hidupku, plakkk... Ini apaaa? Mulai ngaco.

Pekerjaanku ini sudah sangat banyak, wilayah kerjanya hantam sana tubruk sini. Hampir semua job disikat paksa, mulai Sekretaris Redaksi, Penanggung Jawab Keuangan, Akuntan, Manajer Pemasaran, Manajer Personalia, Staf Administrasi Umum. Orang luar mungkin menilai aku tipe ambisus yang sulit dipuaskan. Workholik sejati. Aslinya, aku ini hanyalah 'karyawan multifungsi tanpa jabatan resmi' rangkap sana rangkap sini dan harus pontang-panting demi memenuhi 'standar' atasan. Kata 'keren'nya hamba sahaya.

Lihatkan, betapa pentingnya posisiku di perusahaan ini. Sayang sekali, hanya aku yang merasa begitu. Toh, Si Bos biasa saja.

Aku juga bingung kenapa harus bertanggung jawab untuk semuanya. Aku bahkan harus bertanggung jawab memikirkan beban gaji untuk karyawan yang lain. Makan dan tranportasi saja tanggung sendiri-sendiri. Lembur tidak pernah dihargai. Apalagi diuangkan. Boro-boro dapat bonus, gaji standar UMP saja sudah syukur.

BLUR -Accidental (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang