Memory

30 1 0
                                    



"Jika bisa memilih, Tuhan, Bolehkah aku sehari saja hidup tanpa bayangan masa lalu?, aku tersiksa"Delmora-

Gemuruh di hati Awan belum juga redup, ia terus menatap punggung gadis yang berjalan membalakanginya hingga menghilang di persimpangan kelas. Belum pernah ia merasa seperti ini, entah itu rasa yang dinamakan apa, yang jelas ini sangat mengganggu pikirannya, karena bayangan gadis itu terus membekas jelas di pikirannya.

Setelah mematung beberapa saat di tempatnya, Awan berbalik dan berjalan menuju parkiran sekolah. Hari ini adalah hari pertamanya bersekolah di tempat baru, hal ini terpaksa dilakukan karena mengingat ayahnya yang notabene seorang TNI dan harus berpindah dari satu wilayah ke wilayah lain.

Langkah Awan terhenti di depan sebuah mobil sport berwarna putih, ia melepas seragamnya yang basah dan meninggalkan kaos hitam yang membalut badannya. Baru saja, ia berniat membuka pintu mobil di sisi pengemuda, tiba-tiba lengan bajunya tertarik kencang ke belakang hingga membuatnya terjatuh karena tak mampu menyeimbangkan dirinya.

"buukkkk"sebuah tinju mendarat keras tepat di pelipis kanannya, Awan tak mampu berpikir jernih , tentang mengapa dan siapa yang melakukan ini padanya.

"Lo siapa hah?, beraninya lo meluk-meluk cewek gua?" orang yang memukulnya, bersuara, membentak lebih tepatnya, tatapannya tertancap tajam penuh kemarahan ke wajah Awan yang mulai membiru karena tinjunya tadi. Awan mengerutkan kening, memeluk? siapa yang dia peluk?.

"Maksud lo?" Awan bangkit dan ikut mencoba memberi pembelaan, ini benar-benar aneh, mengapa seseorang tiba-tiba datang memukulnya dengan alasan yang Awan sendiri tidak memahaminya.

"Delmora, dia cewek gua, dan lo udah seenaknya meluk dia?"kilah pria itu, wajahnya semakin memerah, bahkan ia dengan sigap menarik kerah baju yang dikenakan Awan.

Awan menepis tangan pria itu hingga terlepas.

"Delmora? Gua nggak kenal siapa dia, terlebih lagi buat meluk dia." Tegasnya

"Terus ini apaan?" Pria itu mengeluarkan handphonenya, seketika mata Awan membulat sempurna ketika terlihat dibalik layar fotonya yang seolah sedang memeluk seorang gadis, dan oh yang benar saja, itu adalah saat dimana dia dan gadis yang ia temui tadi sedang bersembunyi dari kejaran Pak Bambang.

"Apaan ini hah?" Teriakan pria itu mengembalikan kesadaran Awan.

"Gua perjelas yah, gua nggak meluk dia dan gua harap lo nggak gegabah sama hal yang belum pasti kayak gini" Awan menyelesaikan perkataanya dengan tegas, lalu memasuki mobilnya dan keluar dari sekolah.

-DELMORA-

"Del, wooee denger gua nggak sih" suara cempreng Vierra terlintas di telinga Delmora. Kegiatannya yang sedari tadi menatap jendela kelas dengan beribu pikiran, seketika buyar. Ia menoleh, lalu mengangkat alisnya.

"Apaan?"

"Isshh, lo nyebelin banget sih, gua dari tadi ngomong, sampai-sampai nih mulut gua udah keluar busa, dan ternyata lo nggak ngedengerin sedikit pun?" Raut wajah Vierra terlihat benar-benar kesal. Delmora tersenyum, lucu ketika melihat sahabatnya berekspresi seperti itu.

"Ishh pake senyum-senyum lagi, gua lagi kesel tauu"

"Iya, iya. Emang tadi lo ngomong apa?"

"Evan tadi katanya mukul cowok di parkiran." Vierra dengan antusias mengulang apa yang ia bicarakan tadi.

"Terus?" Delmora menanggapi seadanya, tidak berminat untuk tahu, tapi sekedar ingin menghargai Vierra yang begitu semangat sehingga kata itu keluar begitu saja.

DELMORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang