3. Hanya Samuel

2.2K 118 54
                                    

Tak ingin yang lain, hanya ingin namamu saja yang terus mengisi hatiku. Tak apa sekedar nama, walau tanpa hadirmu disisiku.

~Vallen

***

Vallen terbangun dengan kepala yang masih terasa berat. Ia mencoba mengingat bagaimana malamnya hingga bisa berakhir disini. Ia mengedarkan matanya ke penjuru ruang. Jelas sekali ini bukan kamar apartemennya.

Setelah kesadarannya mulai kembali dan potongan-potongan ingatan semalam mulai terkumpul, Vallen membuka selimut yang membungkus badannya.

Vallen mengembuskan napas lega ketika pakaiannya masih menempel dengan utuh.

Morning, dear!” pintu terbuka menampilkan sosok dengan senyum manis yang membawa sebuah nampan.

“Aldi! Kok lo bawa gue kesini? Harusnya langsung ke apartemen gue aja,” balas Vallen.

“Sarapan dulu biar kamu cepet inget sama yang terjadi semalem,” tutur Aldi dengan menaruh piring berisikan aneka macam olahan telur, juga segelas jus tomat untuk segera memulihkan kondisi Vallen.

“Makasih, dear! Kamu terlalu baik buat aku,” balas Vallen.

Aldi hanya bisa tersenyum simpul dengan mengacak pelan puncak kepala Vallen. Rasanya gemas sekali melihat Vallen ketika baru bangun tidur.

***

Vallen menenggelamkan wajahnya dalam bantal putih yang semula berada ditangan. Ia mulai mengingat kejadian semalam. Sungguh, ia benar-benar malu karena bertingkah konyol di depan sang kekasih.

‘Tok tok'

Setelah ketukan pintu terdengar, Aldi segera menerobos masuk.

Vallen mengerucutkan bibirnya sebal kala menyadari kini Aldi sudah berdiri tepat di depannya. Ditambah senyuman jail yang membuat Vallen semakin malu jika mengingat kejadian semalam.

“Kok belum mandi? Nggak mau balik ke apartemen kamu?”

Bukannya menjawab Vallen justru menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

“Hahaha, udah lah dear. Nggak usah diinget-inget kejadian semalem. Ya wajar aja orang mabuk selalu bertingkah konyol.”

Sial. Vallen terus saja mengomeli dirinya sendiri dalam hati. Yah, jika Rena biasa mengatainya dengan sebutan ‘bitch’ mungkin kali ini Vallen akan setuju dengan hal itu.

Bagaimana bisa ia merengek pada Aldi untuk tidur bersama kala minuman beralkohol mengusai kesadarannya. Vallen benar-benar menjadi bitch malam itu.

“Untung aja setannya bisa aku lawan, dear. Padahal sebenernya godaannya kamu itu berattt banget.” Aldi masih tak berhenti berceloteh, walaupun gadis dalam selimut menahan malu setengah mati.

“Awas aja kalau kamu berani macem-macem sama aku!” omel Vallen seraya berlari ke kamar mandi.

Aldi hanya bisa terkekeh puas sudah menjahili sang kekasih.

Kejadian semalam adalah hal yang paling menegangkan bagi Aldi. Berurusan dengan Vallen yang tengah mabuk benar-benar menguji nafsunya. Hampir saja ia menuruti kemauan sang gadis, jika saja Vallen tak mengucapkan nama lain sebelum hal mengerikan itu akan terjadi.

***

Arga masih menatap lekat gadis yang baru saja keluar dari mobil. Tangannya melambai pada mobil setelah mobil itu kembali melaju meninggalkannya.

Betapa terkejutnya Vallen kala kedua matanya menatap sosok yang juga menatapnya berdiri di lobi apartemen.

“Vallen!” panggilnya dengan kedua sudut bibir yang terangkat ke atas.

“Lo? Dari mana lo tau gue tinggal disini? Dan apa tujuan lo selalu ngikutin gue?” tanya Vallen bertubi-tubi.

“Gue cuma pengen liat wajah lo,” balasnya.

“Sekarang lo pergi! Gue nggak sudi liat lo disini. Dan gue peringatin lo sekali lagi, jangan pernah deketin gue. Karna sampai kapan pun gue nggak akan tertarik sama lo!” Vallen berucap sembari mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Arga.

“Gue nggak peduli, Len. Sampai kapan pun gue akan selalu ngejar lo.”

Vallen mulai menyeringai.

“Apa yang lo mau dari gue?”

“Cinta. Gue cuma mau cinta lo buat gue.” Arga mantap mengucapkan kalimatnya.

“Yakin lo? Gue emang terkenal bitchy, tapi kali ini gue udah punya mainan. Jadi gue, nggak butuh lo! Ups, lo anak baru ya. Sorry gue harusnya nggak perlu ceritain ini ke lo, biar lo tau dengan sendirinya. So, sekarang lo pergi! Gue nggak lagi butuh mainan sekarang,” usir Vallen.

Arga maju selangkah. Tanpa takut sedikit pun Vallen justru maju dua langkah. Jarak mereka hanya tinggal satu jengkal sekarang.

“Gue penasaran gimana lo bisa terus hidup seperti ini? Dan gue pengen coba gimana rasanya jadi mainan cewek yang terkenal bitchy.”

Vallen menyeringai.

“Ikut gue!” titahnya sambil berjalan mendahului Arga.

Arga hanya mengekor dengan senyum puas karena bisa melancarkan aksinya.

Setelah sampai di depan pintu apartemennya, Vallen mempersilahkan Arga untuk masuk terlebih dahulu.

Dengan kasar Vallen segera membanting pintu dan menguncinya.

“Sekali lagi gue tanya sama lo. Siapa yang nyuruh lo buat dateng ke gue?” Vallen mulai curiga akibat Arga terus saja membuntuti dan juga mengetahui banyak informasi tentang dirinya.

“Nggak ada,” jawabnya singkat.

Dengan kesal Vallen mulai menatap tajam mata Arga.

“Gue curiga lo ada hubungannya sama Samuel.”

Arga tersenyum tipis dengan terus membalas tatapan mata Vallen.

“Gue nggak kenal sama Samuel dan gue emang udah tertarik sama lo dari awal kita ketemu. Gue deketin lo bukan karena siapa pun. Gue emang suka sama lo, Len.” Arga terus meyakinkan gadis di hadapannya.

Vallen mengembuskan napas kasar. Hanya sekedar menyebut nama Samuel membuat hatinya kembali sesak akibat secuil kenangan masa lalu turut hadir dalam benaknya.

Vallen mengira bahwa Arga adalah lelaki yang Samuel kirim untuk membuatnya menjalin hubungan serius dengan lelaki yang tepat. Vallen bahkan sudah sangat lelah menghadapi sikap Samuel yang terus saja ingin memasangkannya dengan lelaki lain. Padahal Vallen hanya menginginkannya. Hanya nama Samuel yang hingga saat ini masih memenuhi hati Vallen.

***

Tbc...

Terima Kasih, Luka! [Re-Write]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang