Message

37 2 1
                                    


And the blood will dry, underneath my nails. And the wind will rise up, to fill my sails. So you can doubt, and you can hate. But i know, no matter what it takes. I'm coming home – Skylar Grey.

Dengan masih menggunakan piyama yang sekarang ditutupi jaket, Alia dengan telaten meliput sebuah demo besar di jalan silang Monas dan pelataran Monas. Demo yang menuntut keadilan atas kasus pembunuhan yang tidak juga usai sejak dua bulan lalu. Banyaknya orang yang berlalu-lalang dan sesaknya tempat tidak membuat Alia menurunkan semangatnya meliput.

Bersama Brigitta, reporter yang menjadi rekan kerjanya, Alia membuat berita dengan sangat apik dan pengambilan gambar yang baik. Tak perduli bagaimana sinar matahari menyengat kulitnya.

"...Ya, seperti itulah gambaran situasi silang Monas pada siang ini terkait demo untuk menuntut penyelesaian kasus pembunuhan yang masih belum menemukan titik terangnya. Ratusan pendemo berharap hukum akan tetap bersikap tegas dan adil untuk mengusut kasus ini sampai tuntas.  Saya kembalikan ke studio," ujar Brigitta menutup sesi live berita.

Alia menghembuskan napasnya setelah berusaha untuk menahan gemetar pada tubuhnya yang harus meliput kasus ini secara terus menerus. Ya, kasus yang tidak banyak orang tau, bahwa Alia terlibat di dalamnya. Kasus yang membuat Alia tidak dapat tidur tenang, bahkan untuk sekedar menghirup udara pun sesak.

"Mbak, minum dulu."

Salah seorang panitia demo yang sedang berjaga di sekitar menawari Alia sebotol air mineral. Gadis itu mengangguk,"Makasih."

"Dari tv mana, Mbak?" tanya laki-laki itu basa-basi.

"Sinar Dunia TV, Mas," ujar Alia seraya merogoh kantong jaketnya dan menyerahkan kartu nama miliknya.

Alia menghela napasnya kasar. Lalu, ia menenggak air mineral yang membuat kerongkongannya terasa dingin dan lega. Setelah berjam-jam lamanya ia menahan haus karena harus meliput tanpa henti. Terlebih, ia harus menyingkirkan beban pikirannya terkait kasus pembunuhan yang ia lihat malam itu.

"Eh, bergetar. Sini minum!" teriak Alia pada Brigitta dengan panggilan khasnya – bergetar.

Yang dipanggil langsung menggerutu kala Alia mengganti namanya.

"Brigitta, Ya. Lidah lo tuh bermasalah, ya?" Gadis itu menekankan namanya pada Alia yang hanya dibalas dengan gedikan bahu.

"Sama aja, bergetar."

Memasuki puncak demo yang diiringi dengan gemuruh suara peserta, Alia kembali bangkit dari duduknya dan menghidupkan kembali kameranya.

"Mau kemana, Ya? Gue baru mau duduk."

"Bentar, ngeliput."

Alia melihat ke arah Brigitta yang mulai sibuk memijit kakinya karena sakit setelah menggunakan hak tinggi selama beberapa jam.

"Kenapa lo?"

"Sakit nih kaki gue. Pegel pake sepatu."

Dengan sedikit meledek, Alia memalingkan pandangannya sebelum akhirnya ia pergi,"Salah sendiri pake hak tinggi. Yang mau diliput kan muka lo, bukan kaki. Kecuali kaki lo bisa ngomong," ucapnya asal.

Brigitta berdecak kesal. "Ck, sial."

Alia harus sedikit berlari untuk mendapatkan gambar yang pas dengan momentumnya saat itu. Di tengah-tengah kerumunan, ia mulai sibuk menyorot satu per satu pendemo yang mulai menunjukkan taringnya.

Saking sibuknya menyorot, hingga ia tanpa sengaja menabrak salah seorang pendemo yang membuatnya hampir terjatuh.

Untung saja peserta demo dengan sigap menarik lengan Alia hingga tubuhnya mendapatkan keseimbangannya kembali.

JejakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang