Potongan Peristiwa

35 2 2
                                    

"Eh, mbak, kamu itu gila apa mabok? Sidang penting gitu malah lawak. Udahlah lakuin apa yang saya saranin aja. Menyerah!" Omel Pras yang sudah sangat kesal dengan Alia.

"Gue bener-bener ada bukti rekaman malam itu. Gue gak sengaja merekam kejadian itu dengan kamera gue."

"Rekaman Dora?"

"Ada yang sabotase bukti gue. Dan lo itu cuma salah paham, mending lo diem aja kalo gak punya bukti yang pasti dan jangan nambahin masalah ke gue." Setelah menyelesaikan kalimatnya Alia langsung pergi meninggalkan Pras.

"Pras!"

"Eh, Fat. Loh, kok, ada di sini?

"Iya aku kuatir sama kamu. Ngapain sih, Pras, ikut campur masalah ini? Aku tadi lihat persidangannya kacau banget, kamu lagi gak punya bukti apa-apa. Itu juga apa-apaan video kartun."

"Ini soal kebenaran yang harus diungkap, Fat. Kalo kita punya rasa kemanusiaan kita gak bisa diem aja sementara kita tau kebenarannya. Iya, orang itu ... gemblung tenan!"

Alia berjalan dengan rasa malu, kesal dan marah juga takut, pikirannya penuh sesak. Ia memikirkan siapa orang yang menukar bukti CD rekaman kejadian itu, apakah orang yang sama yang menerornya waktu itu, apakah orang itu adalah orang yang ternyata berada di dekatnya selama ini. Sesaat Alia mencurigai Pras namun, ia pikir rasanya tidak mungkin. Baginya Pras hanya orang gila yang kebetulan melihat dia malam itu dan salah paham menuduhnya sebagai pelaku. Lalu kecurigaanya mengarah pada Dani dan Brigitta, di saat kalut seperti ini ia sudah tidak bisa lagi percaya pada siapa pun. Smartphonenya bergetar, Alia mendapat pesan dari nomor yang tidak dikenal dan ia segera membacanya.

Lebih baik kamu diam dan jangan lagi ikut campur, atau kamu ingin seseorang membuatmu diam.

Alia menghampiri Dani dan Brigitta yang sedang menunggunya di dekat mobil yang terparkir. "Siapa diantara kalian yang menyimpan bukti rekaman gue?!"

"Alia ..." Brigitta menatapnya tak percaya dicurigai.

Alia merasa sangat lelah, ia duduk tersandar ke mobil dan mulai menangis, "Gue ... gue gak tau harus apa lagi, gue takut ... hidup gue bener-bener udah gak aman. Gue cuma mau kasus ini cepat selesai, gue gak mau dibayangin rasa takut dan bersalah, gue mau hidup gue tenang lagi."

Brigitta memeluk Alia berusaha menenangkannya, membantunya masuk ke mobil lalu Dani mengantarakan Alia dan Brigitta pulang.

Malamnya Alia tidak bisa tidur, di dalam kepalanya terlalu sibuk memikirkan kasus pembunuhan yang ia saksikan secara tidak sengaja, memikirkan kemana perginya bukti rekaman, siapa yang menukar bukti rekamannya dan siapa sebenarnya pembunuh yang terus menerornya itu. Pikiran-pikiran itu terus berputar di dalam kepalanya tanpa ada jalan keluar yang terpikir olehnya. Keesokan harinya pun, Alia masih terbaring di kasurnya dengan perasaan takut, kesal dan marah, tak ada yang Alia lakukan hari itu selain meratapi hidupnya yang kacau. Sebelumnya ia telah meminta cuti tiga hari untuk menenangkan diri, Dani sebagai atasan yang tahu betul kondisi Alia kemudian memaklumi dan me nyetujui permintaan cutinya.

Malamnya Alia pergi keluar. Sekedar berjalan-jalan tak tentu arah menghirup udara segar dan mengalihkan pikirannya. Mencoba untuk mengosongkan pikirannya, ia berjalan dan terus berjalan, terus berjalan hingga berhenti di depan sebuah kedai.

"Oh, ini kedai piza yang biasa Dani pesan piza." Kata Alia kepada dirinya sendiri melihat papan nama kedai "Pop Pizza".

Alia pun memutuskan untuk masuk ke kedai piza itu untuk beristirahat dan mengisi perut, "Selamat datang. Silakan pesan di sini." Kata seorang pegawai menyambut kedatangan Alia.

JejakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang