Suara ambulance dengan lantangnya memecah jalanan Ibu Kota yang dibasahi oleh hujan. Sedikit kemacetan membuat ambulance harus merangkak ditengah pertarungan hidup dan mati Alia.
Prass dengan setia menemani Alia yang tengah terbujur kaku dengan darah yang bercucuran dimana-mana. Tangannya gemetar memegangi tangan mungil Alia. Jantungnya berpacu dengan cepat menatap wajah Alia yang memucat karena kehilangan banyak darah.
30 menit berjuang di tengah kemacetan Jakarta dan keegoisan para pengguna jalan yang gak-mau-tau, akhirnya Alia masuk ke ruang UGD dan langsung ditangani oleh beberapa dokter setibanya disana.
Prass panik. Ia bahkan tidak mampu duduk tenang. Ia berjalan mondar-mandir di depan kamar UGD. Anak laki-laki itu bahkan mengacak kusut rambutnya. Ia khawatir bukan main.
Sesaat, ia teringat Fathur dan langsung menelfonnya. "Fat, tolongin aku," ujarnya dengan nada bergetar.
"Prass, kamu kenapa?"
"Aku lagi di rumah sakit."
"KAMU KENAPA?" teriak Fathur dari sebrang sana, suaranya berhasil memekikkan telinga Prass. "KAMU SAKIT? KENAPA DI RUMAH SAKIT?"
"Aku gak apa-apa."
"TERUS?" saking paniknya, nada bicara Fathur tetap meninggi. Tak perduli sudah berapa pasang mata mulai menatapnya bingung dan kesal karena terganggu.
"Ceritanya panjang."
"CERITAIN SEKARANGLAH. AKU PERLU TAU PENJELASAN KAMU."
Prass nyaris frustasi untuk meyakinkan Fathur,"Ssstt.. suaramu itu loh, bikin telingaku sakit, Fat."
"HALAH, MASIH SEMPET-SEMPETNYA KAMU BERCANDA! KASIH TAU KAMU KENAPA? DI RUMAH SAKIT MANA?"
Prass menarik napasnya berat,"Udah gak usah khawatir. Aku gak apa-apa. Aku mau minta tolong sama kamu. Bisa?"
"APA?"
"Tolong ambil motorku yang ada di persimpangan jalan gak jauh dari toko. Tadi, aku tinggalin di situ."
"Tapi –"
"Wes to, ra usah banyak nanya. Nanti tak jelasin."
Setelah perdebatan panjang, akhirnya Fathur pun mengerti. Dan, segera menuruti permintaan Prass barusan.
Benar saja, motor yang dipakai Prass untuk mengantar pesanan masih ada di sana. Dipersimpangan jalan diguyur hujan. Lengkap dengan pesanan pizza yang belum sempat Prass antarkan. Tak hanya itu, Fathur juga melihat ada banyak darah berceceran di sana.
"Mas," tegur seorang warga yang sejak tadi mengawasi sepeda motor yang tidak diketahui pemiliknya.
"Eh, iya, Pak," jawabnya sambil terus memutar pertanyaan akan apa yang baru saja terjadi.
"Mas kenal sama yang punya motor ini?"
"Iya, Pak," Fathur menunjukkan kartu bisnis tempatnya bekerja. "Ini motor di tempat saya kerja. Dan, ini tadi dipake temen saya."
"Oh, yaudah kalo gitu. Mas bisa bawa motornya. Tadi saya cuma bantu jaga. Takut kalo ada yang ngambil."
Fathur mengangguk, bulu kuduknya masih berdiri saat ia melihat darah segar itu di depan matanya.
"Ehm, Pak."
"Iya, Mas."
"Ini kenapa ya kalo boleh tau? Kenapa temen saya ninggalin motornya gitu aja?" tanya Fathur deg-degan, takut kalau sesuatu hal buruk menimpa Prass.
"Oh itu tadi ada kecelakaan tabrak lari."
"Tabrak lari?" Fathur kaget.
"Iya, perempuan ditabrak mobil terus kabur gitu aja. Udah dibawa ambulance, sih. Tadi temen Mas nemenin si korban. Kayaknya itu temennya, dia keliatan panik," jelas warga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak
Mystery / ThrillerIni adalah sebuah project cerita bersambung. Cerita ini akan ditulis oleh 2 orang berbeda. Saya, dan rekan blogger saya, Dwi Nanoki. nkrakasiwi.blogspot.com nanoki-nanoki.blogspot.co.id ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• Bag...