Part 1 - He Had Come

63 5 0
                                    

Luna berlari kecil melintasi rerumputan hijau yang terbentang dari Hostlenya hingga istana sambil menenteng keranjang berisi makan siang milik ibunya yang tertinggal. Memang, makanan di istana jauh lebih lezat dan menggiurkan karna dibuat dari bahan pilihan. Namun karna hari ini Luna berjanji akan memasakkan ibunya makan siang, ia terpaksa harus mengantarkan makanan itu ke istana sendiri. Ia berlari melewati kandang kuda dan melambaikan tangan pada James yang berada di sana dengan tuan Hingston. Setelah sampai di pintu belakang istana, para pengawal langsung membuka pintu besi yang berat itu karna mereka sudah mengenal betul Luna si putri kepala pelayan.

Luna berjalan melintasi lorong-lorong berliku. Biasanya jam segini ibunya berada di dapur, menyiapkan makan siang untuk anggota kerajaan. Letak dapur tidak terlalu jauh dari pintu belakang istana. Ia memasuki ruangan besar di mana terdapat banyak pelayang dan juru masak yang menyiapkan makanan. Panci-panci berdentingan, api berkoar, dan banyak sekali orang. Hari ini jauh lebih sibuk dari biasanya, dan pasti sulit menemukan ibunya di situasi seperti ini. Maka dari itu, ia berbalik dan pergi dari tempat itu. Ia keluar dari pintu belakang istana dan mendekati sekerumun gadis-gadis seumurannya-tentunya anak pelayan-yang mana terdapat Bethany di sana. Mereka terlihat sedang membicarakan sesuatu. Ia duduk di sebatang pohon di samping Bethany dan meletakkan keranjang makanannya di sampingnya.

"Dengar-dengar, dia sangat tampan," ujar Rachel sambil cekikikan.

"Ya, bahkan guru wanita di sekolahku menghabiskan waktu sebagian besar untuk mendeskripsikan ketampanannya. Matanya yang sebiru samudera, tubuhnya yang kekar, bibirnya yang menggoda," sambung yang lainnya.

Luna memberi tatapan bingung ke arah Bethany. Ia sungguh tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

"Kau tidak tahu? Pangeran Samuel, putra tunggal Raja Hummingston akan datang dalam waktu dekat dan menetap di sini," jelas Bethany. "maka hari ini Raja membuat rapat dengan para Duke dan Duchess untuk menyambut kedatangannya."

Pantas saja di dapur sibuk sekali tadi, pikir Luna.

"Membayangku memakai gaun indah, berdansa dengan pangeran, dan berciuman di tengah malam, itu sungguh..." Clara tidak meneruskan imajinasinya, ia malah menautkan kedua tangannya dan meletakkannya di samping pipinya sambil bergerak seperti sedang berdansa. Melihat tingkahnya, yang lain memukul kepalanya gemas.

"Hentikan khayalanmu, akulah yang akan berdansa dengan pangeran nanti," Rachel memprotes.

"Aku!"

"Aku!!"

"Jangan menghayal, bodoh. Itu aku!"

Luna memutar matanya jengah. Dasar bodoh, umpatnya dalam hati. Mana mungkin pangeran akan berdansa dengan anak pelayan.

"Hei, kalian tahu? Pangeran Samuel telah dijodohkan," ujar Bethany yang membuat para gadis berhenti bertengkar dan menatapnya intens. "Aku mendengar dari ibuku kalau dia dijodohkan dengan putri dari kerajaan Xaverd. Aku lupa namanya."

Mendengarnya, para gadis menjadi cemberut. "Apakah dia cantik?" Rachel masih tidak mau kalah.

"Aku tidak tahu, kita lihat saja nanti. Sepertinya dia juga akan datang," ujar Bethany lagi.

Luna menyadari sesuatu yang membuatnya menggelengkan kepala. Jika Bethany mengetahui ini semua dari ibunya-yang notabene adalah penjahit gaun kerajaan-berarti bukan hanya para gadis, para ibu-ibu pun membicarakan pangeran juga. Apa hanya Luna yang tidak tertarik dengan pembicaraan ini? Karna sesempurna apapun pangeran itu, sejak awal ia sadar bahwa ia hanya anak pelayan yang takkan mungkin memiliki pangeran.

"Tapi tidak apa, aku takkan kalah. Selama itu masih perjodohan, bukan pernikahan, aku akan terus berusaha memikat hati sang pangeran. Siapa tahu dia berpaling karna kecantikanku," ujar Clara yang lagi-lagi memicu aksi protes dari yang lain.

Sometime in SomewhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang