Part 3 - The Second Met

62 3 0
                                    

Keesokan paginya, setelah sarapan, Samuel mencoba menulis sesuatu di meja belajarnya. Ia mendengus karna ia bahkan tidak tahu apa yang harus ia tulis. Perkataan ayahnya tadi malam masih terngiang di ingatannya.

"Pertunanganmu dengan Putri Scarlett tinggal beberapa hari lagi," ujar Raja Hummingston kepada Samuel di atas singgasananya yang megah.

Samuel menelan ludahnya, takut jika ayahnya mengajukan pertanyaan yang tidak ia sukai. "Aku tahu, Ayah."

"Kau tahu, lalu kenapa kau tidak mempersiapkan sesuatu?" Raja menyelidik.

Samuel menghembuskan napasnya berat sembari memikirkan alasan yang tepat. "Aku tidak sempat memikirkannya."

Raja mengerutkan alisnya. "Putri Scarlett tidak akan datang sebelum kau berkomunikasi dengannya, sementara pesta pertunangan kalian tidak lama lagi. Apakah ibumu tak pernah mengajarkanmu tentang menghargai orang lain, Samuel?"

Mendengar sindiran itu, Samuel menggertakkan giginya, berusaha menahan emosinya. Kau bahkan tak menghargai ibu, geramnya dalam hati.

"Sekarang, pergilah. Buat surat untuk Putri Scarlett untuk melunakkan hatinya."

Dengan penuh amarah terpendam, Samuel meninggalkan ruangan itu.

Dan di sinilah Samuel, di atas meja belajarnya dengan secarik kertas dan pena bulu di tangannya, memikirkan kata-kata apa yang cocok untuk melunakkan hati Putri Scarlett. Ia mengakui, alasan Raja memanggilnya ke singgasana adalah salahnya. Beberapa surat dari Scarlett yang ditulis untuknya tak pernah digubrisnya. Alih-alih, di negeri seberang, seorang Putri Kerajaan menunggu balasan dari sang kekasih yang tak kunjung datang. Dan hal itu diungkapkan sang Putri di surat terakhirnya yang dibaca oleh Raja, yang tentunya menyulut emosi Raja tentang perbuatan putranya.

Scarlettku yang manis, anggun, dan menawan.

Sungguh, aku menyesal akhir-akhir ini tidak sempat membalas suratmu. Dari hatiku yang paling dalam, aku memohon maaf darimu. Kau tahu, beberapa tahun lagi aku akan menjadi Raja dan waktu itu harus kugunakan dengan baik untuk berlatih perang, berkuda, memanah, dan mempelajari hukum-hukum di Dormes. Kau tidak ingin memiliki Raja yang buruk, bukan? Bukankah tak lama lagi kau menjadi Ratuku dan aku menjadi Rajamu? Kuharap kau mengerti. Sekarang aku di sini, menahan kantuk demi dapat membalas suratmu. Bagaimanapun, aku masih sangat mencintaimu.

Samuel.

Samuel bukanlah perayu ulung, namun menurutnya ini adalah surat cinta terbaik yang pernah ia buat. Lagipula, Scarlett tidak terlalu menyukai pria perayu.

Samuel berjalan mengeluari kamarnya, namun tepat saat ia keluar Raffles telah berdiri di depannya. "Ini suratku untuk Putri Scarlett. Sampaikan pada ayahku," ujar Samuel sambil menyerahkan surat yang sudah terbalut amplop itu. "aku ingin ke perpustakaan."

Raffles menerima surat itu. Saat Samuel berjalan di lorong yang remang-remang, Raffles mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba Samuel berhenti, begitupun Raffles yang di belakangnya. "Aku akan pergi sendiri," ujar Samuel sebelum meninggalkan Raffles di sana.

Samuel berharap ia tidak lupa jalan masuk ke perpustakaan. Meskipun saat itu siang hari yang terik, tetap saja lorong-lorong di istana terlihat suram. Jendela-jendela di sana tidak cukup untuk menerangi lorong yang terbuat dari bebatuan gelap.

Kini ia berhenti di depan pintu ganda yang tingginya dua kali dirinya. Ia mendorong pintu itu, namun tidak bergerak sama sekali. Ia kini mengerahkan tenaganya, menyentakkan pintu itu hingga terbuka dan mengeluarkan suara BRAAKKK.

Ia terkejut, begitupun juga gadis yang ada di ruangan itu. Ia terkejut bagaimana bisa seorang gadis dengan pakaian seperti pelayan berani membaca buku di sana dan duduk di kursi dengan meja yang dikhususkan untuk anggota kerajaan.

Sometime in SomewhereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang