DPD-4

8.8K 676 29
                                    

Cuaca siang ini begitu terik, panasnya membuat sebagian orang-orang enggan untuk keluar rumah. Apalagi asap-asap kendaraan yang begitu tebal dan hitam membuat banyak sekali pejalan kaki yang terbatuk-batuk. Belum lagi macet yang menimbulkan polusi suara karena sahut-sahutan bunyi klakson antar pengemudi manambah kepenatan para pengguna trotoar.

Tak terkecuali Daisha, peluh keringat memenuhi pori-pori wajahnya. Untunglah dia memakai jaket biru dongker milik Daffa, jika tidak mungkin sekarang wanita itu begitu kepanasan. Daisha menutupi jaket itu pada bagian wajahnya, menghirup dalam-dalam wangi jaket Daffa.

Pandangan Daisha yang semula menatap jalanan yang tampak ramai, teralihkan saat melihat sebuah motor besar yang baru keluar dari sekolah. Astaga! Itu laki-laki yang Daisha sukai, lelaki yang baru pagi tadi ia lihat di lapangan sekolah bermain bola basket.

Daisha membulatkan mulutnya saat melihat sepasang tangan melingkar erat dipunggung pria itu. Oh, ternyata Daisha melupakan sesosok mahluk cantik yang berada dibelakangnya. Jika diibaratakn Daisha dan perempuan itu, sangat jauh. Butuh berkilo-kilo meter untuk menyamainnya.

Nasib. Daisha memang tidak selalu beruntung dalam percintaan. Hari ini saja, ia harus menjadi sekretaris atau kasarnya budak Daffa. Laki-laki yang membuatnya ingin menenggelamkan diri di lautan.

Tinn..tinn

Pandangan Daisha kembali tertuju ke arah jalan raya. Ia menoleh kekiri dan kanannya, ada seorang pengemudi sepada motor melambaikan tangan kearahnya. Tapi nihil, tidak ada satu orang pun yang berada disekitar situ, selain Daisha. Ia mendekati ke arah pengemudi sepeda motor itu, mungkin saja pria yang menggunakan helm full face itu salah orang.

"Nyariin siapa, Mas?" tanya Daisha.

"Mas-mas, pala lo ikan mas," sahut jutek pria itu. Daisha mengerutkan keningnya, sopan banget nih, orang! Gue tanya baik-baik malah ngejawab jutek- batin Daisha.

"Cepetan naik!" perintah pria itu. Dia memberikan sebuah helm bogo bewarna coklat pada Daisha.

"Ahaa! Lo pasti mau nyulik gue kan, nggak elite banget. Masa naik motor, dikasih helm pula."

"Pake mobil kek, nyekepin gue dari belakang. Terus gue pingsan, lo bawa kemobil. Terus lagi...-"

"Berharap banget diculik."

Daisha melongo, ternyata pria itu Daffa. Padahal tadi Daisha mengira Manu Rios lah yang menjemputnya. Tapi lagi-lagi Daisha menggerutu dalah hatinya, kenapa bisa ketemu lagi sama Daffa?!

Setelah insiden, Daffa yang melihat baju Daisha tembus akibat keringatnya yang membajiri sekujur tubuhnya. Belum lagi, ia kedapatan menciumi baju jaket Daffa tadi dan jangan bilang Daffa melihatnya patah hati. Sungguh Daisha ingin pergi ke Korea Selatan bertemu Oppa-oppa tampan agar bisa menjauhi Daffa.

"Cepetan naik!!" ulang Daffa lagi. Kali ini lelaki itu langsung memasangkan helm bewarna coklat ke kepala Daisha. Helm itu sangat cocok di kepala Daisha, terlihat manis tidak percuma Daffa menghabiskan duitnya untuk membeli helm itu.

"Lo yang maksa ya," sahut Daisha ketus. Tetapi tetap saja gadis itu menaiki sepeda motor Daffa.

Daffa tak menjawab, dia langsung melajukan sepeda motornya. Membuat Daisha yang belum siap, langsung terjangkit kaget dan reflek memeluk Daffa erat. Ia menutup matanya takut-takut saat Daffa mulai memacu sepeda motornya lebih cepat lagi.

Jalan sudah lumayan lancar, Daffa sudah mengurangi kecepatan sepeda motornya. Tapi, pelukan dari lengan Daisha belum juga terlepas dari tubuhnya. Daffa berdecak dalam hati, ia ingin meminta Daisha melepaskannya tapi dirinya yang lain tak rela pelukan Daisha terlepas.

Daisha punya Daffa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang