28 - The Truth

1K 136 20
                                    

Waktu kita udah sampai di koridor yang sepi, gue ngelepasin tangan Sana dan buat dia berhadapan sama gue.

"Sana, lo ga perlu nyembunyiin apapun dari gue karena gue udah tau semuanya. Okay?"

Sana nunduk, "iya..."

"Lo sama Kim ssaem...gimana?"

Dia mendongak terus menggeleng cepat. "Aku udah ga ada apa-apa sama dia!"

Kening gue berkerut. "Kenapa? Sejak kapan?"

"Tapi...Hanbin oppa jangan bilang siapa-siapa, ya?"

"Iya...oppa janji," kata gue sok imut ngikutin gayanya Sana.

"Hanna itu sebenarnya korban pertamanya Kim ssaem di angkatan aku. Dulu, waktu Hanna pengen berhenti, Hanna harus nyariin pengganti dia buat, ya gituan sama Kim ssaem. Makanya Hanna ngejebak aku."

Jantung gue rasanya berhenti berdetak. Gue rasanya udah bisa nebak apa yang terjadi sama Lisa.

"Waktu aku tahu fakta ini, aku seperti punya celah buat berhenti tanpa takut videoku disebar oleh Kim ssaem. Jadi...aku barter sama Hanna."

"Barter?"

"Hanna bakal bantu aku berhenti, sebagai gantinya, aku harus mau jadi temennya Hanna."

Mulut gue ternganga. Gue hampir aja ketawa sama skenario hidup yang lucu ini.

"Kamu tahu apa yang Hanna lakuin buat bantu kamu berhenti?"

Sana menggeleng.

Gue gemes banget sama satu anak ini sampai rasanya pengen jambak dia tapi malah jambak rambut gue sendiri.

Lo tau rasanya di dada tuh kayak keras banget, kepala lo tiba-tiba pening, dan lo cuma pingin ngomong kotor sambil nonjokin orang?

Gue tau.

Sekarang rasanya gue bener-bener marah.

"Arrrrgghhh!!!!" Teriak gue karena udah gak tahan lagi.

"Op...oppa...wae-yo?"

Gue jongkok.

Tanpa gue sadari punggung gue bergetar.

Tanpa gue sadari pipi gue kerasa panas karena air mata yang jarang banget gue keluarin sebagai cowok.

Tapi kenapa...kenapa Lisa yang harus nanggung ini?

"Oppa..."

Gue ngerasa tangan Sana ngelus lembut punggung gue. "Gwenchana?"

Gue ga bisa mikir apa-apa sekarang. Gue berdiri dan lari ninggalin Sana menuju kelas.

Gue lari dengan mudah karena koridor udah sepi. Gue sekilas lihat ke salah satu kelas dan udah ada gurunya.

"Hanna anjing!"

Satu kelas langsung ngelihat ke pintu belakang tempat gue masuk, termasuk seorang guru yang lagi ngajar di depan.

"Hanbin!" Tegurnya.

Tapi, gue udah gak bisa mikir jernih.

Hanna berdiri, malah nantangin gue.

"APA MAU LO HA? KENAPA? KENAPA LISA?!"

"Apa, sih?" Dia malah ngibasin rambut sambil senyum menjijikkan.

"ANJING! LO BANGGA?"

Tangan temen-temen gue udah megangin gue biar gak berbuat hal bodoh.

"Lo beraninya sama cewek?" Tanya Hanna dengan centil yang semakin ngurangin rasa sungkan gue buat mukul cewek.

"HANBIN KELUAR KAMU DARI KELAS SAYA!"

"JAWAB GUE KENAPA LISA????!!!!!!" Hampir aja gue dorong dia kalau Bobby gak nahan gue.

"LO PIKIR GIMANA PERASAAN GUE WAKTU GUE MATI-MATIAN SUPAYA DIANGGAP JADI TEMENNYA JENNIE DAN DIA DALAM DUA HARI UDAH BISA DUDUK SAMA JENNIE? DIA ANAK BARU DAN GUE HARUS JADI BABUNYA JUGA?!"

Kepala gue semakin pening. Kuping gue rasanya berdengung. Dada gue rasanya kaya ditusuk. Gue makin bingung sama dunia ini.

Cuma gara-gara itu?

Telinga gue rasanya ga bisa denger apa-apa. 

Gue shocked

Satu kelas hening, guru di depan juga diem aja. Tangan yang tadi nahan gue mulai lepas, dan badan gue rasanya linglung karena mencerna kejadian ini.

Semuanya terjadi begitu cepat.

Ingatan tentang Lisa tiba-tiba bermunculan di otak gue. Lisa yang ngos-ngosan di ruang musik, Lisa yang lagi merem di atap, Lisa waktu latihan teater bisu, Lisa waktu jalan bareng gue, Lisa di toko bunga Bunda, Lisa waktu habis gue anter pulang, Lisa waktu tampil, lalu bayangan Lisa di kamar ganti perempuan menghancurkan gue sehancur-hancurnya. 

Kenapa...harus Lisaku?




"Hanbin, Hanna, ikut saya sekarang juga!"

Gak Naik Kelas +kim hanbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang