BAB 2 - D

507 46 0
                                    

BAB 2 - D


Di kursi penumpang jajaran depan baris ketiga.

"Indah yah kalau melihat langit bersih seperti ini," ujar Rena seraya pandangannya menatap keluar jendela.

"Iya Mbak," jawab Dewi.

"Oh iya, kamu anak keberapa dari Pak Hermawan?" tanya Rena yang kini mengalihkan pandangannya kepada Dewi yang duduk di samping.

"Dewi anak ketiga yang paling kecil, Mbak."

"Oh, jadi kamu si bungsu toh!"

"Iya."

"Kalau dilihat dari seragam olahraganya, kamu masih SMA ya?"

"Iya ini kaos olahraga sekolah, tapi sebentar lagi Dewi juga lulus kok! Kan sudah kelas tiga," katanya.

Rena kemudian menatap lekat wajah Dewi. Bibirnya mengerucut sambil memikirkan sesuatu. Saking penasarannya, Rena pun bertanya kembali untuk menghilangkan keraguannya.

"Oh iya Dewi, kamu suka nongol di televisi ya? Kayaknya wajah kamu tuh seperti familiar banget deh di ingatan aku," Rena mengernyitkan dahinya memperhatikan wajah Dewi.

"Hehe... iya Mbak, aku kan suka muncul di sinetron," jawab Dewi tersipu malu tapi senang.

"Ah sekarang Mbak ingat! Wajah kamu itu mirip pemeran Markonah yang menjatuhkan sepuluh mangkok cap ayam di sinetron 'Tukang Bubur Naik Darah'. Betulkan?" ucap Rena menerka.

"Hehehe... iya benar, Mbak." Dengan tersenyum paksa Dewi mengiyakannya sembari menganggukkan kepala. Padahal kalau tahu yang sebenarnya, adegan pecahin mangkok cap ayam yang dilakukan Dewi adalah keteledorannya yang tidak sengaja di luar skenario.

"Wah ternyata anaknya Pak Hermawan tukang bubur juga, eh pemain sinetron juga toh."

Dewi nyengir kuda.

***

#Sebelum nyengir, jangan lupa vote



PULAU MENEKETEHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang