6 🌞 MATEMATIKA

21 6 0
                                    

"Gue bingung sama Juan! Murid baru udah berani sama lo!" ucap Lau dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue juga bingung sama tuh anak! Padahal gue udah bilangin Cheetar supaya Juan nggak gangguin lo lagi," ceplos Lau.

Carmell mengerling pada Lau. "Siapa? Cheetar? Berarti lo ada sesuatu kan sama Cheetar?" goda Carmell yang membuat pipi Lau memerah.

Delima yang sedari tadi diam mulai berbicara. "Kayaknya sih ada bau PJ gitu," sontak pipi Lau semakin memerah dan menampar pelan pipi Delima. "Gue gak ada apa apa sama Cheetar!" Semuanya tertawa. Lau hanya memandang temannya itu tertawa sampai puas.

"Masa sih? Gak ada apa-apa, tapi kok pipinya merah gitu?" sindir Oliv dan menyenggol bahu Lau. "Sumpah, gue gak ada apa-apa sama Cheetar!"

Tiba-tiba di benak Lau terbesit pertanyaan yang mungkin buat Carmell salah tingkah. "Terus, lo sama Jordan gimana? Huh? Nggak lebih dari sahabat?" pancing Lau yang sukses membuat Carmell membelalakan matanya.

"Gue udah bilang berapa kali sih? Gue sama Jordan Cuma sebatas sahabat! Temen lama gue juga," ujar Carmell dan mendengus sebal. Kemudian matanya memandang Jordan yang duduk di depan paling pojok. Sahabatnya itu termasuk cowok tertutup. Yang ia tahu sahabatnya hanyalah dirinya dan Gherald.

Sebenarnya mereka ingin kembali mengobrol, tetapi Pak Deni masuk ke kelasnya. Tanda bahwa pelajaran matematika akan dimulai. Disaat semua temannya bermalas-malasan, Carmell justru sangat bersemangat. Ia cinta pada matematika. Ralat, bahkan sangat cinta. Entah apa yang membuat Carmell menyukai matematika. Yang jelas ia mulai cinta sejak kelas 9 SMP.

Sejenak, Carmell melupakan masalahnya dengan Juan. Meskipun Carmell tipe cewek nakal, tapi ia dulu juga sempat menjadi anak baik. Bahkan saat masih polos-polosnya. Sebelum semua kejadian itu. Saat orangtua nya tiba-tiba ditemukan lemah tak berdaya dibunuh. Hal yang membuat Carmell berubah. Bahkan sangat berubah.

"Oh ya anak-anak! Lusa depan kita ulangan matematika ya! Bab 2 yang kita pelajari kemarin! Persiapkan diri kalian!" ucap Pak Deni memulai pelajaran. Semua siswa-siswi 11 IPA A membelalakan mata. Seolah ulangan matematika adalah ujian terberat saat ini. Meskipun Carmell cinta dengan matematika, namun ia sungguh benci ulangan. Nilai terbaiknya hanyalah 65 dan itu pun selalu remidial.

"Aduh! Napa sih pake ulangan segala!" protes Oliv-teman sebangku Carmell. Lau dan Delima membalikkan tubuhnya kebelakang-berhadapan dengan Carmell dan Oliv.

"Iya nih! Eh, tapi kan ada Carmell! Dia jago matematika! Ya kan Mell?" tanya Lau. Carmell mengelak. "Gue nyerah kalo ulangan!" ucap Carmell dan mengeluarkan satu buah buku-tepatnya buku campuran.

Sedangkan di ruang BK, Pak Bagus menyuruh Juan untuk kembali ke kelasnya. "Juan, tunggu!" panggil Pak Bagus saat Juan akan menutup pintu. "Apa pak?" tanya Juan. Pak Bagus menghela nafas. "Jangan bilang yang saya katakan tadi ya? Ini sangat rahasia. Hanya kamu yang tahu. Oke?" Juan mengangguk dan menutup pintu ruang BK.

Selama perjalanan menuju kelasnya, Juan tak henti-hentinya memikirkan cerita Pak Bagus tadi. Ternyata dibalik sikap Carmell yang ugal-ugalan, ada suatu rahasia yang ia pendam sendiri. Namun, Juan juga benci pada Carmell. Perempuan itu sudah membuatnya malu di depan siswa-siswi yang lain.

Saat berada di depan kelas Carmell, Juan ingin mempermalukan Carmell dihadapan temannya. Ia pun membuka pintu kelas dan langsung mendapati semua siswa-plus Pak Deni-menatapnya.

"Mau apa kamu?" tanya Pak Deni. Mata Juan memperhatikan isi kelas. Mencari satu nama. Dan akhirnya ia melihat perempuan tindikan di belakang pojok sendiri.

"Saya mau beri pelajaran ke perempuan pojok belakang itu pak," ucapnya dan tersenyum.

BADGIRL

BADGIRLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang