---"Bukan siapa-siapa, berbeda dari yang lainnya, lebih terang daripada matahari, lebih gelap dari malam. Aku bertanya-tanya, siapa engkau?"
---
Hening
Sesaat setelah rasa sakit menghujam permukaan kulit meninggalkan sedikit bercak-bercak merah pekat yang mulai mengering- menguarkan aroma amis bercampur kepedihan.
Tak ada sejumput suara yang mengusik indra pendengaranku. Tak ada desau angin yang berhembus setiap waktu yang beberapa kali dengan setia membelai puncak rambutku,dengungan kumbang musim panas, hiruk pikuk duniawi, suara klakson mobil yang memilukan- memunculkan dengung menyebalkan yang terus-terusan berputar dalam kepala. Tidak ada suara teriakan dan makian yang tiap kali membobol masuk indra pendengaran meninggalkan secercah perasaan bersalah dan tak berguna. Tak ada satupun suara mereka.
Pandanganku mengabur dalam samar, sesosok pria berdiri tak jauh dari posisiku terbaring tak berdaya, ia mengulas senyum masih setia meleburkan seluruh atensinya padaku. Berjalan tenang ke arahku, Ia mencondongkan tubuh beraroma maskulin ,mendekatkan wajahnya pada wajahku yang sedikit demi sedikit mulai putih memucat. Bibirnya bergerak lambat mengucapkan sesuatu.
"Terima Kasih sudah mendengarkan nasihatku." Ujarnya lirih namun suaranya masih bisa tertangkap oleh gendang telingaku.
Tangan besarnya bergerak lembut membelai puncak kepalaku. Menyisipkan beberapa anak rambut yang menjuntai tak beraturan menutupi sebagian wajahku ke belakang telinga yang sekarang sudah mulai terasa membeku
.
"Gadis pintar." Ia tersenyum"Aku senang, kau tidak lagi menderita ,tak lagi mendapati pekik tangis dari dirimu ,tak ada cairan berwarna bening yang sialannya selalu membuat maskara hitam luntur menodai pipimu, Tidurlah dengan nyaman. Ku pastikan para keparat diluar sana tak akan mengusik hidupmu lagi."
Sudut bibirnya terangkat, seringaian puas tergambar sempurna pada wajah menawannya. Ia mengecup keningku pelan sebelum kembali menegakkan badan, mengambil langkah menuju pintu dengan tenang. Lalu bayangannya menghilang bersamaan dengan terkatupnya kedua kelopak mataku. Aku terlelap.
Merasakan tubuhku seringan kapas. Sanngat ringan sekali hingga aku sendiri yakin angin musim panas bisa dengan mudah menerpa tubuhku terbang menjauh.
"Jika kau bertanya apa solusi terbaik dari masalahmu, dengan senang hati aku akan membantumu."
Ucapannya menggema, membiarkan otakku memproyeksikan sebuah gambaran beberapa hari yang lalu. Menampilkan sebuah kisah kilas balik dimana aku menangis terisak dalam rengkuhan hangat seorang pria yang memperkenalkan dirinya tiga bulan yang lalu dengan nama Park Jimin.
Di dunia ini sebagian orang menganggap sinar matahari adalah yang paling terang, maka bagiku sinar paling terang itu ada pada Park Jimin.
Sinarnya sangat terang namun tidak panas, hanya hangat yang memabukan.
Entah, kenapa aku menyebutnya begitu. Kupikir terlalu terkesan hiperbola. Namun untuk ukuran gadis lemah dengan jutaan masalah, kurasa tak apa menyebutnya begitu mengingat dia sosok pertama yang mau mengulurkan tangannya untuk membantuku.
"Mari selesaikan masalahmu agar hidupmu tenang."
Sungguh memang bagiku dia secerah itu.
Dahulu.. Namun sekarang..
Hanya sebuah pemandangan menyesakkan dengan sederet letupan emosional mengisi setiap incinya dengan gumpalan kegelapan hitam pekat yang membumbung cepat. Aku menyebutnya sebuah penyesalan.
Menyesal mempercayainya mengatakan akan melenyapkan seluruh rasa sakitku.
Kau menyuruhku membunuh diriku sendiri. Bodohnya, aku mempercayaimu, mengoreskan pisau yang mengkilat tajam pada permukaan kulitku-menyayat nadiku sendiri.
"Bukan siapa-siapa, berbeda dari yang lainnya, lebih terang daripada matahari, lebih gelap dari malam. Aku bertanya-tanya, siapa engkau?"
Pemberi solusi untuk penyelesaian atas segala masalahmu ? Sosok gelap yang menunjukkanmu pedihnya sebuah kematian ?
.
.
.Park Jimin, laki-laki itu mendekati gadis depresi seperti diriku.
.
.
.Jangan lupa untuk vote dan coment
Terimakasih 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
[CHALLENGE] 25 DAYS OF FLASH FICTION
FanfictionDifferent things in twenty five ending