Day 2: Terima Kasih, Hyung

33 8 3
                                    

《01》
"People said you're a damn trouble, I said, you're a miracle."

*****

Bunyi tamparan itu masih terdengar menyakitkan di telinga. Mungkin kalian mengira aku akan menangis ketakutan sambil mengurung diri di kamar, atau lebih parah lagi aku akan menjerit sejadi-jadinya. Namun, semua itu salah. Sebagai seorang anak yang sudah lima tahun mendengar hal tersebut, aku mulai terbiasa.

Ia, korban tamparan tersebut, adalah hyung ku, Kim Taehyung. Walaupun kusebut dia hyung, aku tidak benar-benar memiliki hubungan darah dengannya, bahkan marga kami berbeda. Aku pun tidak tahu darimana ia berasal. Tahu-tahu saja ketika aku bangun tidur di suatu pagi, tepatnya kala usiaku masih sepuluh tahun, appa memperkenalkannya sebagai saudara tiriku.

Aku melanjutkan kegiatanku menonton fifty shades di ponsel, sambil sesekali melirik ke arah Eomma, yang seperti biasa, murka. Parahnya, beliau sedang dalam keadaan mabuk.

"Brengsek! Kenapa kau tidak mati bersama orang tuamu saja, huh? Kau itu anak haram, Taehyung. Ayahmu sudah mengakuimu sebagai anak angkat, seharusnya kau bersyukur bukannya menghabiskan uang dengan membeli hal-hal tidak berguna!"

Ibu merebut paksa kamera di tangan Taehyung, lantas membantingnya hingga pecah berkeping-keping. Kulihat pemuda berseragam SMA itu hanya menunduk. Yah, asal tahu saja, kamera itu sebenarnya hyung beli dengan uang sakunya sendiri.

"Fuck you! You're a damn trouble!" Ibu mendorong Taehyung kasar hingga tubuhnya terjengkang dan tangannya mengenai pecahan kaca kamera. Aigoo, itu pasti sakit. Dan, yah, apa peduliku. Walau aku membelanya, Ibu masih akan tetap marah. Tidak ada yang akan berubah.

Setelahnya, wanita itu terkulai tak berdaya di dekat sofa. Aku menyudahi tontonan film erotisku, lantas melangkah menghampiri Taehyung yang masih dalam keadaan jatuh.

"Hyung bodoh, tak berotak. Mengapa masih kembali pulang kalau ujung-ujungnya hanya akan dimarahi?"

Taehyung melirikku tajam. Sesaat ia terdiam, begitu pula aku. Lantas kurasakan jemarinya yang dingin menyentuh kaosku hingga tubuhku terangkat.

"A-argh!" rasanya sulit bernapas. Aku berusaha meronta, namun emosi Taehyung makin meluap.

Entah setan apa yang merasukinya. Tahu-tahu ia menyeretku ke kolam renang halaman belakang. Dengan mudah tubuhku dilemparkan ke dalam kolam. Shit, aku tidak bisa berenang.

"Mati kau Jeon Jungkook!"

Tanganku berusaha menggapai, entah apa. Ah, Tuhan, kau akan mencabut nyawaku hari ini? Aku belum menamatkan film ku tadi.

Pandanganku perlahan mengabur. Kurasakan sinar matahari yang menembus ke dalam kolam. Pemandangan indah untuk detik-detik terakhirku.

*****

"Jungkook-aa! Hei, sadarlah. Bangun, Jeon Jungkook!"


"Hyung?" untuk beberapa saat aku mengerjap. Apa aku lolos dari maut?

Taehyung tiba-tiba saja memelukku erat. Apa-apaan? Habis membunuhku sekarang memelukku? Apa ia mengalami gangguan jiwa?

"Jeon Jungkook! Jungkook-aa!"

Aku membalas pelukannya. Sial, kami jadi seperti teletubbies saat berpelukan seperti ini. Namun, aku tak bisa memeluknya. Aku tak bisa menyentuh hyung.

"Maaf, maafkan aku! Aku membunuhmu. Aku ... aku membunuhmu!"

Barulah aku sadar bahwa yang ada di pelukan Taehyung hanyalah tubuhku. Rupanya aku benar-benar meninggal. Tapi pemuda itu sempat menyelamatkanku, walau terlambat.

"Hyung, mungkin kau bisa lebih tenang di penjara nanti. Ibu tidak akan menyiksamu. Dan juga, terima kasih sudah menyelamatkanku. You're a miracle."

*****

Mohon kritik dan sarannya kawan-kawan!😊

Challenge: 25 Days of Flash FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang