GADIS IMPIAN

38 8 0
                                    

Aku mulai beranjak pergi saat dari tadi kau terus bercerita tentang gadis yang kau temui pagi tadi.

  " Sudahlah van, aku sudah bosan mendengar ceritamu."

Lalu aku meninggalkannya sendiri di koridor sekolah.

Besoknya lagi, kau masih bercerita tentang gadis cantik itu.

  "Kau benar, dia memang cantik. Apakah kau mengenalnya sejak lama? Ayo ceritakan tentang lagi tentang dia."

  "Sudahlah van, aku bosan."

Besoknya lagi kau masih bercerira tentang gadis sialan itu.

  "Aku benar-benar merindukannya, padahal baru pagi tadi aku bertemu dengannya."

Kau asik bercerita sambil berkhayal tanpa mempedulikan apa yang aku alami sekarang. Kau bahkan tak mengerling padaku-hal yang aku sukai darimu- sejak tadi.

  "Sudahlah van, sampai kapan kau akan terus berkhayal tentang gadis itu? Aku bosan denganmu van!"

Lalu aku berderap pergi meninggalkanmu (lagi) di koridor.

Hari ini sekali lagi kau masih bercerita, berkhayal, dan mengharapkan gadis itu. Dan sekali lagi aku pergi meninggalkanmu yang terus terusan membicarakan hal tidak penting.

Lalu pulangnya kau bertanya padaku mengapa aku berubah, tidak seperti diriku yang dulu. Kau bilang aku sekarang tak mau tahu tentang kehidupanmu, masa bodoh tentang semua hal yang kau alami.

  "Sebenarnya kau yang memaksaku berubah seperti ini, Van. Sudahlah aku bosan denganmu!"

Hari-hari selanjutnya kau masih menceritakan gadis cantik itu, tanpa mempedulikanku yang menatap benci padamu.

Sialan. Sebenarnya kau tahu aku menyukaimu, tapi mengapa kau malah menceritakan gadis yang tengah kau sukai kepada orang yang kini tengah menyukaimu?

Apa yang kau inginkan? Kau ingin melihatku menangis sejadi jadinya?
Apa kau ingin melihatku mati perlahan dan kau yang menjadi penyebabnya? Kau bangga kalau aku menangis mengharapkanmu?

Kala itu aku tengah berdiri di pelataran senja yang menggantung indah. Kau ada di sampingku, di koridor sekolah, di bangku yang biasa, dalam jengkalan yang biasa kududuki saat kau bercerita tentang gadis itu.

Sudah tiga bulan kau masih memuji-muji gadismu itu. Hari ini aku bosan dengan sikapmu dan memilih pergi ke sekolah. Ya, hanya untuk menenangkan diri dari hiruk pikuk keadaan yang menyesakkan.

Lalu kau mengejarku, duduk di bangku favorit kami, lalu diam.

  "Apa yang sebenarnya kau inginkan? Untuk apa kau datang ke sini? Hanya untuk bercerita tentang gadis cantikmu yang selalu kau temui setiap pagi? Kalau iya, maaf aku sudah bosan mendengarnya, Van."

  "Kau kenapa, Tania? Kau tidak suka kalau aku menceritakan gadis cantik itu? Kau cemburu?"

Aku hanya diam.

Ya, aku cemburu. Benar-benar cemburu. Dan kau tahu itu.

  "Tania, apa kau cemburu kalau setiap pagi aku selalu bercerita tentang gadis cantik itu? Apakah kau mencintaiku, Tania?"

Aku hanya diam membeku seketika itu juga.

  "Kalau kau cemburu, kenapa kau tak berusaha mencari tahu siapa gadis itu?"

  "Untuk apa? Aku tak peduli dengan gadis itu. Siapapun itu, pasti dia gadis yang sempurna."

  "Apa kau mau kuberi satu rahasia terbesarku?

  "Aku ingin memperkenalkanmu pada gadis itu." katamu sambil tersenyum.

Tersenyum? Kenapa kau malah tersenyum saat aku tengah benar-benar cembuuru? Kau mau memperkenalkannya padaku? Kau gila? Aku ingin mati mendengarnya.

  "Tunggu ya, dua menit lagi dia akan datang. Tadi aku melihatnya datang ke sini." kau mengatakannya dengan senyum yang sangat lebar.

Aku merasa sesak saat kau tersenyum tidak untukku.

Entah karena cemburu atau karena penasaran, aku menunggu selama dua menit, melihat secara teliti siapa kira-kira yang kau sukai. Sesempurna apa gadismu sehingga dapat membuatku sangat cemburu.

Satu menit

Dua menit

Tiga menit

Kosong. Di koridor itu tidak ada siapa-siapa. Hanya ada aku, kau, dan rasa cemburu yang besar di antara kita.

  "Apakah gadis cantikmu itu adalah angin senja yang dingin?" kataku dengan senyum miring dan nada menghina.

  "Kau tak melihatnya? Buka matamu Tania. Dia sudah datang. Dia ada di sini. Di sampingku. Duduk di bangku ini."

  ".........."

Tuhan, bolehkah aku memeluknya sekarang?

Matahari Retak UjungnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang