Sudah hampir sekitar dua bulan Rui koma dan tidak kunjung bangun. Changbin masih setia untuk datang berkunjung untuk menjenguk Rui setiap hari. Donghan sudah mengatakan kepada Changbin bahwa ia tidak perlu melakukan itu. Lagian mereka tidak tahu kapan Rui akan bangun. Donghan juga mengatakan bahwa Changbin tidak perlu menunggu Rui. Changbin tidak seharusnya menyiyiakan masa mudanya sambil menunggu Rui. Menurut Donghan, Rui pasti akan memahaminya. Rui juga pastinya ingin Changbin untuk bahagia. Tapi Changbin menolak. Ia masih ingin menunggu Rui selagi ia masih bisa menunggu.
Hari ini seperti biasa Donghan sedang menemani Rui di rumah sakit. Kadang Donghan akan berbicara dengan Rui dengan harapan bahwa ia akan segera bangun. Atau setidaknya ia dapat mendengarkannya.
"Rui.. gue tau lo bisa mendengarkan gue." Kata Donghan, "Gue tau, lo pasti sedang berusaha di sana, kan?" lanjut Donghan. "Lo harus bertahan Rui. Di sini banyak yang sedang memberi-mu semangat jadi lo gak boleh mengecewakan mereka." Kata Donghan sambil menundukkan kepalanya. Air matanya sudah tergenang dan siap untuk jatuh kapan pun. "Jujur, lo tuh ngeselin banget tau gak? Gak waktu lo bangun dan juga waktu lo koma."
Tiba – tiba saja jari Rui bergerak sedikit. Donghan yang merasakan pergerakan segera mendongak-kan kepalanya. Matanya langsung tertuju ke jari – jari Rui. Dan benar saja! Jari – jari Rui bergerak. Donghan tidak percaya dengan matanya. Ia masih berpikir ini adalah halusinasi. Ia kembali menatap jari – jari Rui yang bergerak dengana lemah. Donghan menjadi semakin percya dengan penglihatannya. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan berlari keluar memanggil dokter. Sebenarnya bisa saja ia memencet bel untuk memanggil suster. Hanya saja ia terlalu terkejut dan senang sehingga otaknya sedang tidak bekerja dengan terlalu baik pada saat itu.
Tidak lama kemudian Donghan sudah kembali ke kamar Rui dengan seorang dokter dan suster yang terlihat sangat lelah. Pastinya mereka baru saja mengikut Donghan yang berlari. Terutama susternya. Sepertinya mereka kelelahan karena harus menyamai Donghan yang berlari dengan kaki jenjangnya.
Dokter tersebut segera menghampiri Rui dan segera memeriksanya. Perlahan – lahan mata Rui terbuka. Kepalanya tersasa sangat sakit. Tubuhnya terasa sangat kaku. Tenggorokannya juga tersasa sangat kering. "Di..di..di mana ini?" tanya Rui susah payah dengan suara paraunya. Suster yang tadi mengikuti dokter tersebut segera mengambil segelas air dan memberikannya kepada Rui. "Rumah sakit. Lo sedang berada di rumah sakit" kata Donghan menjawab pertanyaan Rui. "Apakah anda mengingat nama anda?" tanya dokter. "Nama gue, Rui, kan?" dokter tersebut tersenyum dan mengganguk. "Lo..ingat gue kan?" tanya Donghan hati – hati. "Donghan..kan? Kakak gue?" jawab Rui hati – hati. Seulas senyum segera terlihat di wajah Donghan. Ia senang karena Rui mengingatnya. Tiba – tiba pintu kamar terbuka dan muncullah seorang laki – laki yang masih memakai seragam sekolah. Rui mengakui bahwa ia terlihat menarik. Setelah ia menutup pintu dan kemudian membalikkan tubuhnya, saat itulah pandangan mereka bertemu. "R-Rui..?" katanya terbata – bata. Rui mengerutkan dahinya. Ia tidak mengenalnya. Mengapa ia mengetahui namanya? Ia segera melihat Donghan dan bertanya, "Itu... siapa?" Donghan terlihat sangat terkejut. Dan segera melihat ke arah laki – laki yang barusan masuk itu. Ia terlihat mematung. Bunga yang dibawanya terjatuh ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
eucatastrophe › changbin
Fanfiction❝perasaan itu gak bisa dipaksain. walaupun kamu gak ingat aku, kalo aku masih sayang, aku juga gak bisa apa-apa kecuali merjuangin perasaan tersebut.❞ Amnesia bukan berarti lupa dengan kehangatan yang pernah dia berikan. Mungkin dia tidak ingat, tap...