The crumbs around your lips make me imagine the hardest possibility to happen. –Vernon
"Joheun achim gongjunim." Vernon menyapa di ambang pintu dan langsung menghampiri meja Tzuyu. Gadis bertubuh semampai itu masih terlihat kesal dan Vernon tahu alasannya.
"Ini, kubawakan salad buah. Aku sengaja bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkannya." Vernon membujuk dan menyerahkan kotak bekal berisi buah-buahan segar pada Tzuyu.
Gadis itu sama sekali tidak tertarik melihat sogokan yang diberikan Vernon. Dia menatap mata pacarnya itu dan menanyakan hal yang membuatnya gelisah. "Aku menunggumu dan kau tidak datang."
Vernon yang semula berdiri mengambil duduk dihadapan Tzuyu. "Sudah cukup malam saat hujannya reda. Aku tidak yakin ayahmu akan mengizinkan kita keluar untuk makan tteokbokki."
Dalam diamnya Tzuyu menerima alasan itu. Tapi sebaiknya Vernon punya sesuatu yang lebih meyakinkan untuk menjawab pertanyaannya yang satu ini. "Lalu, kenapa kau sangat sulit dihubungi malam tadi? Kau bahkan tidak menelpon ataupun menjawab teleponku."
Ini dia.
Vernon tahu cepat atau lambat dia pasti akan membahas masalah ini dengan Tzuyu. Vernon tidak akan menyalahkan Tzuyu dengan menyebutnya berlebihan. Panggilan sebelum tidur, seakan sudah menjadi rutinitas mereka. Jadi ketika rutinitas itu tidak dilakukan, ada suatu kekosongan yang tidak mereka harapkan. Hanya saja, semalam benar-benar berbeda.
"Tzuyu-ya, maafkan aku." Vernon benar-benar tulus ketika mengatakannya. "Aku terlalu asik mengajari Sofia chord gitar untuk lagu yang akan dia tampilkan di pementasan sekolah." Tapi alasan itu, Vernon mengarang semuanya. Tanpa sadar ia menunduk diam, dengan egois berharap jika Tzuyu tidak meragukan alasan tersebut.
"Kau mengajari Sofia?"
"Hmm."
"Apa kau mengajarinya dengan baik?" senyum simpul Tzuyu terulas malu-malu, dia masih tidak yakin apakah harus melanjutkan kekesalannya pada Vernon atau tidak.
Vernon membalasnya dengan senyuman. "Tentu saja."
Seketika Tzuyu tersenyum lebar dan Vernon semakin merasa bersalah karenanya.
Mianhae, Tzuyu-ya.
Saat itu Vernon merasa tidak punya pilihan. Mustahil untuk mengatakan pada Tzuyu alasannya tidak menghubungi gadis itu hanya karena moodnya sedang kacau dan semua itu disebabkan pertemuannya lagi dengan Kim Dahyun. Tapi semalam Vernon benar-benar buntu. Dia tidak bisa menebak perasaannya dan begitu sampai di rumah yang dia inginkan hanyalah tidur. Dia bahkan melewatkan makan malam –sesuatu yang mustahil untuk orang yang berperut karet sepertinya. Tapi sekeras apapun Vernon mencoba untuk terlelap, dia tetap terjaga. Seakan penyiksaan semalaman itu belum berakhir, gadis yang telah membuatnya uring-uringan masuk tidak lama kemudian.
Dahyun hanya menunduk dan tidak mengetahui keberadaan Vernon disana. Tetapi anak laki-laki itu tahu dan demi apapun Vernon tidak mampu untuk menghentikan matanya agar tidak mencuri padang ke arah Dahyun.
"Dahyun-ah, baru datang? Kau sedikit terlambat hari ini."
Barulah Dahyun menoleh ketika Tzuyu menyapanya. Dia tampak kaget mendapati keberadaan Vernon.
"Ne? Oh, iya... aku ketinggalan bus pertama." Dahyun menjawab sekenanya dan seketika berusaha keras membentengi dirinya agar tidak melihat anak laki-laki itu. "Bagaimana dengan Chaeyoung? Aku tidak sempat melihatnya kemarin. Kurasa sore ini aku akan kesana."
"Cederanya tidak parah. Dokter bilang itu tidak terlalu serius dan sudah memasangkan gips di kakinya. Tapi dokter tidak mengizinkannya untuk banyak bergerak beberapa minggu ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
One Day after Days [END]
FanfictionA Fanfiction of SVT's Vernon and Twice's Dahyun. Genre: Fanfiction, School, and Romance Language: Bahasa