#3 - Kesempatan

51 31 24
                                    

- Alena POV -

"Ada yang bisa menjawab soal nomor 5?" Tanya Pak Dodi.

"Saya, Pak." Aku melihat Rafa mengangkat tangannya.

Tumben sekali?

"Baik, coba kerjakan. Jika benar, Bapak beri poin." Pak Dodi memberikan spidol itu pada Rafa.

Rafa mencoba mengerjakan soal yang tertera di papan tulis itu, soal Trigonometri.

Dean menatapku, "Si Rafa kesambet apa tuh ya? Tumben bener."

Aku terdiam. Kalian tahu kan kalau aku sedang ngambek pada Rafa? Jadi aku memilih untuk mengabaikan perkataan Dean tadi.

"Sudah?" Pak Dodi menatap dengan intens jawaban yang telah Rafa kerjakan di papan tulis. Rafa mundur beberapa langkah, memberi space untuk Pak Dodi untuk mengecek jawabannya.

"Absen berapa kamu?" Tanya Pak Dodi sembari mengambil buku nilainya di meja yang terletak di sampingnya.

"28, Pak."

Mendengarnya, Pak Dodi mengangguk dan menuliskan sesuatu di buku nilainya, "Oke kamu boleh duduk sekarang."

Semua siswa menatap Pak Dodi penasaran, apakah jawaban Rafa itu benar atau tidak, terutama aku yang kali ini benar-benar penasaran.

"Saya tahu, sebenarnya seisi kelas ini cukup cerdas," Pak Dodi menutup buku nilainya, "Tetapi gengsi kalian saja yang tinggi maka jarang yang maju mengerjakan soal seperti tadi."

"Jadi, jawaban Rafa tadi benar, Pak?" Tanya Ethan, yang kini menjadi teman sebangku Rafa.

"Tentu."

Semua pandangan menatap Rafa kagum.

"Mantap, Raf. Lanjutkan!' Teriak Robby bangga, karena memang momen ini sangat langka.

Deandra juga tak ketinggalan, ia menatap Rafa dengan kagum dan Rafa pun membalas tatapan Dean dengan senyuman khasnya.

Karena gengsi ku yang sangat cemen, aku pun tak tahan ingin seperti Dean, menujukkan bahwa aku juga sebenarnya sangat kagum padanya. Aku menatapnya yang kini tengah bercanda dengan Andrea yang duduk tepat di belakangnya.

Dan akhirnya, ia mengakhiri obrolannya dengan Andrea dan tak lama kemudian aku benar-benar melihatnya memergokiku sedang melihatnya, tetapi kenapa ia langsung membalikkan tubuhnya?

Aku tersenyum miris, dan kembali memposisikan diriku untuk menatap ke depan. Aku menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Sesak. Rasanya sangat sesak. Bahkan, rasa sakitnya melebihi insiden di kantin tadi.

"Bapak ada urusan, tolong kerjakan Halaman 179 Nomor 1 dan 3, ya. Batas pengumpulan besok sepulang sekolah. Robby, tolong atur pengumpulan bukunya ya."

Robby mendongak dan mengangguk, "Siap, Pak!" Pak Dodi keluar dari kelas, dan seketika kelas kembali ricuh.

"Na, kerjain soalnya yuuu.." Tutur Dean dengan nada yang sedikit di manja-manjakan.

Aku menggeleng, "Nggak ah, nanti aja."

"Yah, Naa.. Katanya nggak boleh numpukin tugas, tapi sendirinya gitu."

Aku terkekeh, "Sekali-kali gapapa." Dean mengangguk pasrah.

"Yaudah, Dean kerjain sendiri deh. Tapi bantuin ya kalo gue bingung."

"Iya, De." Aku melirik jam tangan pink pastel milikku yang selalu terlilit dengan cantik di tanganku. "Toh, beberapa menit lagi pulang."

Mendengar ucapanku, ia yang awalnya sudah siap mengerjakan soal dengan membuka bukunya, langsung menutup kembali bukunya dan menghela napas,

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

life-saverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang