😳 Kambuh Mulu Sih

43 10 49
                                    

"Oh, gitu ya? Jadi kalau misalnya lu ngerasa gerogi, pasti penyakit lu kambuh?" Asdy mengangguk mengerti akan penuturan Petrus. Petrus juga ikut mengangguk, mengiyakan.

"Jadi, yang bikin lu gerogi sampe penyakit lu kambuh tadi itu apa?" suara Ruby mengalihkan atensi kedua lelaki dihadapannya.

Petrus membulatkan matanya, kaget karena pertanyaan Ruby yang gak bakal mungkin langsung bisa ia jawab. Bagaimana bisa ia langsung berkata jujur kalau sebenarnya jantungnya terus berdebar jika melihat makhluk seperti Somi.

"Eum ... lo kepo ya?" Jadilah Petrus hanya menjawab seadanya. Petrus memicingkan matanya dan tersenyum miring sambil menunjuk Solekha.

Maaf, bukan Solekha, tapi Ruby.

Author juga manusia. Maafkan.

"Dih, PD tingkat dewa banget lo!" Ucap Ruby dengan keras. Sehingga kelas yang tadinya fokus melihat pada papan tulis di depan sana, sekarang beralih menatap Ruby.

Asdy dan Petrus terkekeh karena itu, sedangkan Ruby ...

"Siapa yang PD Ruby?!"

... Ruby mendapat pertanyaan dari Pak Ajisar yang berhasil membuatnya bungkam seribu bahasa.

Bayangkan! Pak Ajisar yang melempar pertanyaan macam itu ke Ruby. Dengan menatapnya saja kadang sudah bisa membuat Ruby takut, apalagi sekarang ditegur dengan mata elang besar, seperti ingin menerkamnya.

Ruby mendelikkan matanya ke arah dua lelaki yang masih terkikik geli, padahal ia sedang ditegur.

"Eum ... maaf pak," Ruby tersenyum kikuk seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Masih dengan tatapan elangnya, lelaki paruh baya itu berjalan mendekati Ruby, "kenapa minta maaf?" Mendengar itu Ruby semakin menunduk dalam. Entah kenapa, gurunya yang satu ini sangat menakutkan bagi Ruby.

"K-karena saya merasa salah pak."

"Bagus, saya puas dengan jawabanmu." Mata elang dan wajahnya yang menyeramkan tadi berubah menjadi sedikit berseri. Tapi itu sama sekali tidak merubah ekspresi Ruby yang masih menunduk.

Lalu Pak Ajisar melanjutkan, "sebagai hadiah, kerjakan soal yang ada di papan tulis itu!"

Kena kan gue, argh, batin Ruby.

"I-iya pak."

**

"Pak, murid baru tadi kemana pak? Kok gak masuk-masuk?"

Pak Alek hendak keluar dari kelas XI MIPA 2, jika siswinya tidak menanyakan hal itu kepadanya. Beliau memutar tubuhnya dan kembali duduk di bangkunya. Beliau mulai menangkupkan kedua tangannya dan menatap penghuni kelas ini dengan serius.

"Jadi gini ya, dia itu ya pindah kelas," Pak Alek menjeda ucapannya, memikirkan apa yang  harus ia katakan, "jangan tanya saya kenapa ya, karena saya itu ya juga gak tau ya. Jadi, jangan tanya ya."

Jelas saja semua ucapan beliau hanyalah sebuah bualan belaka. Karena nyatanya, Petrus sudah membicarakan semuanya kepada Pak Alek. Yang minta pindah kelas juga Petrus sendiri. Pasalnya, Petrus tidak mau kalau setiap detik penyakitnya akan kambuh jika sekelas dengan Somi. Pak Alek terpaksa membual juga karena Petrus meminta tolong agar kebenaran ini tidak dipublikasikan.

Caelah Trus bahasa lu ah, pake dipublikasikan segala. Ahay, anak bahasa banget da ah - Pak Alek

Abaikan saja yang satu itu, kita lanjut. - Author

Pak Alek berdiri dan mengambil tumpukkan buku dimejanya, "ya sudah, sampai di sini dulu ya pertemuan kita kali ini ya. Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh."

Ketika Pak Alek sudah berada di ambang pintu, ia berbalik, "oh iya, jangan lupa ya pelajari dan pahami materi yang tadi, lusa kita ulangan ya."

Padahal baru saja Somi ingin membuka mulutnya untuk bertanya kembali, tetapi Pak Alek sudah menolaknya duluan—dengan pegi ke luar.

Somi mendengus mendengarnya, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran bangku dan mencebikkan bibirnya.

Gue masih kepo juga ah, batin Somi.

"Yah, lusa ulangan lagi Som," Solekha menyandarkan kepalanya pada meja, menoleh ke Somi dengan wajah yang lesunya.

"Iya, biarin." Ucap Somi datar.

Solekha kembali duduk tegak, ia memandang Somi heran, "tumben gak ngeluh," kemudian ia meletakkan tangannya ke dahi Somi, "lu sakit ya Som?"

"Gak," Somi menepis tangan Solekha.

"Kenapa sih lo?" Solekha juga jadi ikutan bete, karena Somi memperlakukannya seperti itu.

**

Waktu istirahat hampir habis. Namun, Asdy, Petrus, dan juga Ruby masih menunggu kehadiran dua orang temannya yang belum juga datang ke kantin. Mereka memang tidak sekelas dengan dua orang teman yang sedang ditunggunya itu, tapi kalau waktu istirahat tiba, pasti mereka selalu makan di meja yang sama. Selalu.

"Tenang Pet, tunggu bentar lagi ya. Biar gue kenalin temen deket gue," Asdy menepuk pundak Petrus yang terlihat gelisah, karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Petrus menanggapinya hanya dengan tersenyum dan mengangguk.

"Iya, palingan ben— eh, itu mereka." Ruby tidak menyelesaikan ucapannya karena melihat orang yang ditunggu-tunggu telah berada di kantin. Ia menunjuk ke belakang Asdy dan Petrus, arah datangnya teman yang ditunggu itu.

Dua lelaki itu menoleh bersamaan. Tetapi, memberi reaksi yang berbeda. Asdy tersenyum, sedang Petrus ... lagi-lagi kejadian yang terjadi di kelas XI MIPA 2 tadi, terulang kembali di sini.

Karena itu, semua orang yang ada di kantin panik dan mencoba menyadarkannya. Namun tidak satu pun membuahkan hasil.

**

to be continued ...

Huaahhh, maafkeun dakuh. Part ini tydack jelas.

Daku bingung harus eottoke.

Jadi begini dag.

Dahlah, bye cemuah.

Funny VereinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang