🙈 New Player

28 5 5
                                    

Lelaki bertubuh semampai, berwajah tampan, dan berambut cepak berwarna coklat gelap yang ditata sedemikian rupa itu tampak rapi dengan baju casual yang dipakainya. Koper yang digenggamnya dan tas gemblok berukuran lumayan besar yang tersampir di punggung lebarnya menjadi pelengkap gayanya.

Bukan.

Koper dan tas itu bukan untuk bergaya belaka. Itu adalah perlengkapan yang lelaki bermata coklat ini bawa untuk keperluannya di sini. Di negara asing ini.

Lelaki itu berjalan menyusuri komplek Perumahan Aman Tenteram ini, sesekali kedua manik matanya melihat ponsel lalu rumah-rumah yang dilewatinya. Dahinya mengernyit, ia menyimpitkan kedua matanya berusaha melihat tulisan yang tertera di papan kayu kecil yang bertengger pada dinding rumah-rumah yang ia lewati itu.

"Where is his house?" lelaki berambut cepak ini menghentikan langkahnya dengan gusar, "i can't do this anymore. I'm tired," ia lantas menggaruk kepalanya asal dan duduk di pinggir trotoar.

Matahari pagi memang sehat, namun hal itu menjadikan bule yang sedang mencari alamat ini kelimpungan tak tentu. Ia menyeka keringat yang mengalir di dahinya, ini karena matahari yang tak tahu waktu itu muncul tepat di arah timur. Dan seketika, ada sebuah mobil yang lewat di sampingnya tengah memutar lagu alamat palsu yang dinyanyikan oleh Ayu Ting Ting dengan keras.

"Yeah, maybe ... ini alamat palsu kalik ya?" Ucapnya dengan aksen bulenya. Ia terkekeh dengan ucapannya barusan.

Biarpun ia dari luar negeri, ia juga pernah tinggal di Indonesia beberapa tahun lalu, jadi jangan heran kalau dia sedikit bisa bahasa kita–walaupun sedikit yang ia ingat.

Sejurus kemudian ia berdiri dan melihat rumah bercat putih di belakang, samping tempat duduknya barusan.

"Or maybe that house is her house?" Dahinya mengernyit, kemudian ia memiringkan kepalanya, mengingat-ingat apa yang dikatakan ibunya sebelum ia berangkat ke Indonesia. Rumah pamannya—rumah yang dicarinya—bercat putih dengan gantungan ayam di pintunya, terbayang di benaknya saat sang ibu memberi tahu.

"Nevermind. I just wanna rest right now." Lelaki dengan ukuran mata yang agak minimalis ini pun berjalan memasuki halaman rumah yang ia duga rumah pamannya.

**

"Aku gak ada kelas pagi mak." Kamaru menghela napasnya dan merenggangkan tubuhnya yang masih berada di kasur. Jisa yang sedari tadi menyuruh Kamaru bangun, baru mendapat respon darinya ketika ia membuka gorden yang menutupi jendela kaca besar di samping tempat tidur anak sulungnya itu.

"Yeuh, siapa yang nyuruh kamu kuliah?" Jisa menarik paksa selimut yang masih anak itu pertahankan.

"Cepetan bangun!" Jisa masih mencoba menarik selimut itu. Sehingga terjadi perang tarik-menarik selimut antara ibu dan anak sulung lelakinya.

BREK

"Eh?" Ibu anak dua itu melepaskan tangannya yang tadi masih memegang kuat bagian ujung selimut. Lalu Jisa keluar dengan hati-hati atau lebih tepatnya mengendap-endap tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, sebelum Kamaru mengoceh karena selimut bergambar Naruto kesayangannya robek akibat perang tadi. Selimut itu adalah selimut pertama dan satu-satunya yang ia beli dari hasil menabungnya selama seminggu, makanya Kamaru sangat menyukai dan menyayangi bahkan mencintai selimut Naruto yang dasarnya berwarna biru itu.

Untunglah Kamaru kalau tidur susah untuk dibangunin, jadi ia tak mendengar suara robekan selimutnya itu. Kamaru malah mengeratkan pelukkannya dengan guling dan kembali tertidur.

Funny VereinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang