Adikku itu… Aku memanggilnya dengan nama “Si Bulat”. Sebab wajahnya yang bulat dan hidungnya pesek. Coba saja kalau matanya sipit, pasti lebih mirip orang Cina. Sssst… Dia putih sekali loh! Setiap orang yang melihatnya pasti memuji warna kulitnya yang bening itu. Beruntung tidak memuji hidungnya yang mancung kedalam. Aku juga suka sekali mempermainkannya.
“Menyek! Wleee..” begitu ejekku saat Ia sedang tenang. Ibu sudah hafal sekali, aku tidak suka didekatnya jika meweknya kumat.
Semenjak bisa jalan meskipun belum terbilang lancar, Si Bulat senang sekali menghampiriku di kamar. Ibu dan Nenek selalu bilang, si adik ingin bermain bersamaku. Padahal aku tahu sekali bukan itu yang Ia inginkan. Ia selalu mengincar tumpukan buku di kardus pojok ruangan. Mengeluarkan semua isinya, lantas mengisinya kembali dengan tubuhnya yang susah payah masuk ke dalam. Terakhir, tunggulah. Ia akan cengar-cengir sambil menghadap kearahku.
Dasar.
Sebab itu, sesekali aku ingin bertingkah pelit padanya. Lihatlah! Beberapa kali ia menggedor pintu kamarku.
“Iiii.. Iiiii!!” Itu adalah isyaratnya jika memanggilku. Uni. Maklumlah, Si Bulat juga belum lancar bicara.
Setelah agak lama begitu, aku baru membukakan pintu kamar sambil tidak melihatnya sama sekali. Ah.. Ini lucu sekali. Ia membungkuk dari sampingku lantas membelokkan tubuh dan wajahnya kehadapanku.
Aku tetap diam, Si Bulat kebingungan. Dalam hati, aku tertawa sampai terpingkal.
“Kasihan juga…” Batinku.
Aku nyengir menirukan gaya cengirannya. Ia yang melihatku begitu, serta merta tertawa terbahak-bahak lalu berjalan setengah meloncat ke arah tumpukan buku yang bisu. Mengeluarkan semua isi kardus dan menggantikan posisinya.
Akhirnya kardus itu robek separuh, Si Bulat tak berhenti. Ia memindah objeknya. Kukira Ia akan mulai tenang. Ternyata ini lebih berbahaya! Ia kembali ke arah daun pintu. Demi melihat lampu merah pada terminal listrik kamarku, itu sungguh membuatnya tertarik.
Jari kecil itu berusaha memencet-mencet saklarnya dan melepas beberapa colokan untuk memasangnya kembali sendirian. Wah..
“Uni! Adiknya mainan setrum kok dibiarin?!” Begitulah kehebohan ibu setelahnya.
Dia tidak dapat dicegah meski oleh ibu. Jika berhadapan dengannya, jangan hanya mengomel saja. Tentu Bulat akan cengengesan sembari melanjutkan pertunjukan. Mengabaikan segala omelan yang membuat mulut berbusa. Maka lebih baik gendong menjauh dari objek incarannya.
Dia balita berusia kurang lebih empat belas bulan. Senang berlari kesana kemari memanggilku dan adikku yang disebutnya sebagai kakak, dan aku menyebut dengan "kemot". Kalau dipikir pikir, aku lumayan usil juga ya..
Kemot memang begitu. Jahil juga dengan Si Bulat. Baru saja Ia mengambil logam lima ratus rupiah yang menjadi mainan Bulat. Ya Ampun.
"Lima ratusnya untuk kakak ya. Kakak punya lima ratus juga, jadi seribu. Wekwek." Nakal sekali bocah ini.
Si Bulat hanya melongo tak bergeming. Umumnya orang kebingungan tapi dilevel menggemaskan. Setelah begitu, Kemot malah meninggalkan Bulat sendirian yang ingin sekali bermain bersamanya. Bulat ditinggal dengan televisi yang menyala.
Tapi bukan Bulat namanya kalau tertarik dengan benda seperti itu. Dia lebih memilih mondar mandir mencari sesuatu yang berbahaya untuknya. Hiper sekali.
"Aaa aaaahh aaahh.." Lagi. Terdengar suara teriakan dengan sedikit rengekan.
"Ada apa?" Ibu buru-buru menghampiri Bulat di ruang tamu.
"Yaa ampuuun... Uni!! Lihat uni. Gimana anak ini." Heboh ibu memanggilku yang sibuk menonton kartun.
"Lah, kenapa?" Aku ikut menghampiri.
Demi melihat tingkahnya kali ini, aku terbelalak dan melongo. Kebingungan akan melakukan apa. Yang benar saja. Si Bulat naik ke atas meja yang ditumpuk di atas sofa sambil berpegangan pada sandaran sofa. Kali ini tubuhnya sudah sepenuhnya disana. Dan Ia kebingungan bagaimana cara bergerak sebab meja bergoyang dan akan jatuh.
Ibu tertawa. Aku gemas sekali dengan tingkah Bulat Menyek. Beruntung ada ibu disana. Atau Ia akan semakin pesek kuusel usel sampai menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Bulat, Adikku..
Non-FictionApa yang kamu lakukan jika kamu merasa bersalah kepada seseorang? Sore ini masih sama. Bulat meminta masuk ke kamarku. Dan seperti biasa aku membukakan pintu untuknya. Sayangnya aku agak sedikit sibuk dengan layar laptop. Mengetik sesuatu yang kusuk...