Kim Tae Hyung
Aku membuka mataku perlahan. Rasanya sangat berat. Pertama yang kucium adalah bau obat yang menyengat.Aku memandang sekeliling. Rumah sakit. Berapa lama aku di sini? Pintu ruangan ini terbuka. Menampil sosok gadis dengan syal yang agak berantakan.
“Oppa! Kau sudah bangun!” Gadis itu menghambur ke pelukanku. “Asal kau tahu, aku sangat khawatir padamu.” Tanganku terangkat mengelus surainya. Mencium ubun-ubunnya.
“Ah, aku harus memanggil dokter.” Katanya melepas pelukan kami. Memencet tombol merah di samping ranjang.Beberapa menit kemudian dokter dan suster yang bekerja memasuki ruangan.
“Apa kau bisa keluar sebentar?” tanya dokter itu kepada Taekyung. Gadis itu dengan patuh keluar ruangan dalam diam.
“Berapa umurmu?” Dia bertanya seraya menempelkan stetoskop ke dadaku.“17 tahun” Ia mengangguk.
“Kau sering batuk sampai mengeluarkan darah?” aku mengangguk.
“Nyeri di dada atau ulu hati?” Aku mengangguk—lagi.
“Sering sesak nafas?” Aku mengangguk lagi.
“Berikan tanganmu” Mau apa dia? Aku memberikan tanganku. Kemudian dia mengangguk.
“Kau mau mendengar apa yang terjadi pada dirimu?” Dan lagi-lagi aku mengangguk.Kenapa aku sangat sering mengangguk?
“Aku telah menduganya kemarin. Ternyata tebakanku benar. Benar kau mau mendengarnya? Ini kabar buruk” Aku memutar bola mataku. Entah kenapa aku kesal dengan dokter kulit pucat ini.
“Kau bisa mengatakannya.”
Aku mendengarnya menghela nafas. “Maafkan aku tapi kau mengidap kanker paru.” Dan seketika aku menahan nafasku.
❄❄❄
Hah, apa-apaan ini? Kanker paru?
Aku menendang kerikil di depan kakiku. Tersenyum miris. Apa-apaan, bahkan keberuntungan tak berpihak padaku.
Bagaimana Taekyung nantinya?
Apa aku bisa sembuh?
Atau aku yang akan pergi?Aku kembali berjalan sambil membawa tiang infusku di samping.
Taman rumah sakit sangat sepi malam ini. Hanya aku seorang diri disini. Dibawah terang bulan. Bintang bertabur dilangit. Semilir angin dimusim dingin menerbangkan beberapa daun kecil.Salju tidak turun kali ini. Aku merapatkan jaket yang kuletakkan di pundakku.
“Apa yang kaulakukan disini. Ini sangat dingin.” Aku menoleh kebelakang.Seorang pria jangkung dengan rambut bergaya jamur berdiri sambil menenteng kantong plastik kecil.
"Ah, Jin-hyung. Apa kau tidak lihat bahwa aku sedang berdiri disini? Lalu kenapa kau kemari?” Pria itu hanya memberikan tatapan datarnya.
“Aku tahu kau sedang berdiri disitu. Aku telah meminta Kyung-ie pulang. Sekarang pergi keruanganmu. Ada hal yang perlu kubicarakan.”
Kami berjalan kembali ke ruanganku dalam diam. Hanyut pada pikiran masing-masing. Jin-hyung membuka ruangan untukku. Duduk dikursi disebelah ranjangku.“Tae, Kau sudah tahu?” ia bertanya sambil memandang kebawah. “Kau sudah tahu apa yang mengidap dalam dirimu?”
Aku mengangguk. Menggoyang-goyangkan kakiku yang tergantung ketika aku duduk diatas ranjang.“Aku tahu itu. Kau juga kan hyung?” Pria itu hanya meremas tangannya. “Maafkan aku.” Perlahan tapi pasti dia mengeluarkan isak tangisnya. Terus mengucapkan ‘maafkan aku’ secara berulang.
“Hyung, untuk apa kau minta maaf? Kau bahkan tidak bersalah.”
“Maafkan aku jika aku bukan hyung yang baik bagimu. Walaupun kau hanya tetanggaku, tapi aku sangat menyayangi kalian. Maafkan aku jika kau selalu menyimpan rasa sakitmu sendiri. Maafkan aku.”Aku perlahan mendekatinya. Memeluk pria berbahu besar ini. Ngelus punggungnya.
“Gwaenchanha, kau pasti sibuk mengurus pekerjaanmu bukan? Aku juga harus mencari uang untuk diriku dan Taekyung. Jadi kau tidak salah hyung.”
Aku melepas pelukanku ketika Jin-hyung sudah tenang. Pria itu menghapus jejak tangisnya. “Apa kau akan memberitahu Taekyung-ie?” Kyung-ie? Ah… Aku bahkan tidak berpikir untuk memberitahu dia mengenai penyakitku.Aku menggeleng. “Aku tak sanggup memberitahunya hyung. Aku tak mau dia sedih.”
“Bodoh, jika kau tak memberitahunya dia akan makin sedih dan berpikir yang tidak-tidak. Selambat-lambatnya, sepintar-pintarnya kau menutupi penyakitmu darinya, dia akan tahu. Karena dia saudara kembarmu, belahan jiwamu. Yang mengenalmu melebihi orang tuamu bahkan dari dirimu sendiri.”
“Hyung, sejak kapan kau jadi bijak?” aku tertegun akan perkataannya.Kau bilang dia mengenalku melebihi diriku sendiri. Tapi dia bahkan tak tahu kalau aku menyukai saudaraku sendiri.
Aku merasakan sakit dikepalaku. Bukan, bukan pusing. Melainkan jitakan dari Jin-hyung.
“Ah, hyung! Ini menyakitkan!” Dia menatapku dengan tajam.“Ya! Aku memang orang yang bijak kau tahu!”
“a—“
“Jangan membantahku!” aku sedikit terkejut mendengar suara cempreng Jin-hyung ketika berteriak. Itu terdengar lucu.
“Ne eomma”.
“Eomma?! Sejak kapan aku jadi ibumu?!” aku terkekeh melihat Jin-hyung. “Sejak pertama kali kita bertemu?”Saat ini aku mati-matian menahan tawaku. Raut wajahnya yang memerah itu sangat lucu, yah, walaupun masih lucu Taekyung, tapi, hei, kapan lagi aku bisa menggoda kakakku?[]
------------------------------------------------------
Sumpah ini gaje lop
Vomment juseyo~~

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
FanfictionDia adalah sosok yang selalu kurindu, walau berdiri disampingku. Sosok yang selalu ada untukku Berlarian di otakku. Selalu membuatku ingin melindunginya . . . . Apapun yang terjadi.