Kim Tae Hyung
"Kau tidak kembali ke rumah sakit?" gadis itu bertanya kepadaku. Aku menggeleng.
"Aku tidak mau kembali kesana." Suara hembusan nafas keluar dari mulutnya. Ia menoleh padaku.
"Kenapa kau tidak mau? seharusnya kau tetap disana sampai dokter mengizinkanmu untuk pulang. Mereka pasti mencarimu sekarang."
"Aku tidak mau, Kyung-ie. Disana membosankan." Taekyung memutar bola matanya. Kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa rumah kami.
"Kau bisa saja berjalan di taman, mengobrol dengan pasien yang ada di sana, atau apapun. Lagi pula kau juga tidak melakukan apapun disini."
Aku menjatuhkan diriku. Meletakkan kepalaku di pangkuan Taekyung. Gadis itu perlahan mengusap kepalaku. "Lebih baik kau kembali ke rumah sakit dan mengikuti anjuran dokter, ok?"
"Aku tidak mau."
"Taehyung."
"Tidak mau."
"Tae."
"Tid-"
"KIM TAEHYUNG!"
Aku membulatkan mataku. Begitu juga Taekyung. Kami melongok ke arah pintu. Seorang pria berusia 20-an memandang kami -atau lebih tepatnya aku, sih- dengan marah.
Wajahnya memerah dan matanya melotot. Persis seperti ibu-ibu.
"Ya, Kim Taehyung! kenapa kau kabur, eoh? aku sudah mencarimu kemana-mana kau tahu. Sekarang kau ikut aku!"
Dia menarik tanganku dengan keras. Memaksaku kembali ke rumah sakit.
"Tidak mau hyung! makanan di sana tidak enak dan membosankan!"
"Kim Taehyung, ikuti perkataan Jin oppa! ikuti perintahnya agar kau dapat kembali sembuh. Aku akan menyusul nanti dan membawakanmu makanan, kumohon?" Kali ini Taekyung berbicara.
"Dengan setumpuk manga?" kataku menawar. Gadis itu mengangguk dan tersenyum. "Akan kuturuti permintaanmu nanti. Sekarang kau kau ikut Jin-oppa, dulu ya."
Dia mendekat dan mengecup kedua pipiku. Dihadapan Jin-hyung. "Ah, aku cemburu."
❄❄❄
Pria berkulit pucat itu duduk dihadapanku. Menatapku agak kesal dibalik kacamata bundarnya. "Baru seminggu lebih 3 hari dan kau sudah kabur, sangat bagus Kim Taehyung."
Aku memutar bola mataku malas. "Hey, aku hanya kabur tidak lebih dari sehari, ok? itu bukan masalah."
Dia menunjukkan tatapan datarnya padaku. "Kim Taehyung, ini peringatan pertama. Aku tahu stadium kankermu baru 1, tapi sewaktu-waktu bisa naik. Jadi tetap disini dan makan obatmu."
"Apa aku tidak bisa kembali ke rumah saja? baru 1, itu tidak masalah. Aku akan rutin check up, dan minum obat, aku janji.".
"Tidak sekarang, bocah. Aku perlu membuat laporan lebih panjang mengenaimu. Kau tetap tinggal disini untuk beberapa hari kedepan."
Aku menyandarkan punggungku ke sandaran kursi. Melihat pria pucat itu menyerahkan selembar kertas dan bolpoin kehadapanku. "Tanda tangani bocah. Kau perlu kemoterapi."
"Aku tak tertarik." jawabku cepat. "Hey, ayolah, kau tak mau bertahan demi pacarmu? dia akan menangis meraung jika benar-benar kehilanganmu."
Salah satu alisku terangkat. Pacar? "hey, aku tak punya pacar."
"Lalu siapa gadis yang terus mengatakan 'tolong selamatkan dia, tolong selamatkan dia' ketika kau sampai disini? kupikir dia pacarmu?" tanyanya sambil menirukan gaya bicara yang dimaksud.
Argh.
"Dia adikku, Dokter Min. Adik kembarku." Kataku "Dan jangan menirunya berlebihan, menjijikan.""Kau baru saja mengataiku menjijikan, Tuan Kim? tidak adakah yang lebih bagus?" Pria itu bersedekap. "Ya, ada."
"Byuntae." Dia melotot mendengar perkataanku. Sedikit menggebrak meja kerjanya. "Apa?! aku bukan lagi remaja yang gemar menonton porno di ponsel sepertimu bocah!"
Aku menyunggingkan senyum miringku. "Lalu gambar apa yang menjadi wallpapermu, Dokter Min Yoongi? oni chichi? beuh, kau bahkan tidak berani menonton yang asli."
"Anime? apa kau yakin kau umur 20-an?" lanjutku dengan nada mengejek. "Yang penting aku lebih pintar darimu, bocah ingusan. Sekarang tanda tangani kertas itu! kau akan kudaftarkan agar dapat mendapat tempat untuk terapi."
"Kau mengalihkan topik, dokter." aku menghela nafasku. "Aku tidak akan mengambilnya sekarang. Aku tidak bisa. Sekarang berikan saja obatnya, dan biarkan aku kembali ke kamarku."
"Terserah padamu bocah. Aku hanya melakukan tugasku." Katanya sambil menarik kembali kertas dihadapanku. Aku tidak akan mengambilnya. Tidak untuk sekarang.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
FanfictionDia adalah sosok yang selalu kurindu, walau berdiri disampingku. Sosok yang selalu ada untukku Berlarian di otakku. Selalu membuatku ingin melindunginya . . . . Apapun yang terjadi.