8

17 1 0
                                    

Kim Tae Hyung

"Kau  tidak  kembali  ke  rumah  sakit?"  gadis  itu  bertanya  kepadaku.  Aku menggeleng.

"Aku  tidak  mau  kembali  kesana."  Suara  hembusan  nafas  keluar  dari  mulutnya.  Ia  menoleh  padaku.

"Kenapa  kau  tidak  mau? seharusnya  kau  tetap  disana  sampai  dokter  mengizinkanmu  untuk  pulang.  Mereka  pasti  mencarimu  sekarang."

"Aku  tidak  mau, Kyung-ie.  Disana  membosankan."  Taekyung  memutar  bola  matanya.  Kembali  menyandarkan  punggungnya ke  sandaran  sofa  rumah  kami.

"Kau  bisa  saja  berjalan  di  taman,  mengobrol  dengan  pasien  yang  ada  di  sana,  atau  apapun.  Lagi  pula  kau  juga  tidak  melakukan  apapun  disini."

Aku  menjatuhkan  diriku.  Meletakkan  kepalaku  di  pangkuan  Taekyung.  Gadis  itu  perlahan  mengusap  kepalaku.  "Lebih  baik  kau  kembali  ke  rumah  sakit  dan  mengikuti  anjuran dokter, ok?"

"Aku  tidak  mau."

"Taehyung."

"Tidak mau."

"Tae."

"Tid-"

"KIM  TAEHYUNG!"

Aku  membulatkan  mataku.  Begitu  juga  Taekyung.  Kami  melongok  ke  arah  pintu.  Seorang  pria  berusia  20-an  memandang  kami -atau  lebih  tepatnya  aku, sih-  dengan  marah.

Wajahnya  memerah  dan  matanya  melotot.  Persis  seperti  ibu-ibu.

"Ya,  Kim  Taehyung!  kenapa  kau  kabur, eoh?  aku  sudah  mencarimu kemana-mana  kau  tahu.  Sekarang  kau  ikut  aku!"

Dia  menarik  tanganku  dengan  keras.  Memaksaku  kembali  ke  rumah  sakit.

"Tidak  mau  hyung!  makanan  di  sana  tidak  enak  dan  membosankan!" 

"Kim  Taehyung,  ikuti  perkataan  Jin  oppa!  ikuti  perintahnya  agar  kau  dapat  kembali  sembuh.  Aku  akan  menyusul  nanti  dan  membawakanmu  makanan, kumohon?"  Kali  ini  Taekyung  berbicara.

"Dengan  setumpuk  manga?"  kataku  menawar.  Gadis  itu  mengangguk  dan  tersenyum.  "Akan  kuturuti  permintaanmu  nanti.  Sekarang  kau  kau  ikut  Jin-oppa,  dulu ya."

Dia  mendekat  dan  mengecup  kedua  pipiku.  Dihadapan  Jin-hyung.  "Ah,  aku  cemburu."

❄❄❄

Pria  berkulit  pucat  itu  duduk  dihadapanku.  Menatapku  agak  kesal  dibalik  kacamata  bundarnya.  "Baru  seminggu lebih  3  hari  dan  kau  sudah  kabur,  sangat  bagus  Kim  Taehyung."

Aku  memutar  bola  mataku  malas.  "Hey,  aku  hanya  kabur  tidak  lebih  dari  sehari,  ok?  itu  bukan  masalah."

Dia  menunjukkan  tatapan  datarnya  padaku.  "Kim  Taehyung,  ini  peringatan  pertama.  Aku  tahu  stadium  kankermu  baru 1,  tapi  sewaktu-waktu  bisa  naik.  Jadi  tetap  disini  dan  makan  obatmu."

"Apa  aku  tidak  bisa  kembali  ke  rumah  saja?  baru  1,  itu  tidak  masalah.  Aku  akan  rutin  check  up,  dan  minum  obat,  aku  janji.".

"Tidak  sekarang,  bocah.  Aku  perlu  membuat  laporan  lebih  panjang  mengenaimu.   Kau  tetap  tinggal  disini  untuk  beberapa  hari  kedepan."

Aku  menyandarkan  punggungku  ke  sandaran  kursi.  Melihat  pria  pucat  itu  menyerahkan  selembar  kertas  dan  bolpoin  kehadapanku.  "Tanda  tangani  bocah.  Kau  perlu  kemoterapi."

"Aku  tak  tertarik."  jawabku  cepat.  "Hey,  ayolah,  kau  tak  mau  bertahan  demi  pacarmu?  dia  akan  menangis  meraung  jika  benar-benar  kehilanganmu."

Salah  satu  alisku  terangkat.  Pacar?  "hey,  aku  tak  punya  pacar."

"Lalu  siapa  gadis  yang  terus  mengatakan  'tolong  selamatkan  dia,  tolong  selamatkan  dia'  ketika  kau  sampai  disini?  kupikir  dia  pacarmu?"  tanyanya  sambil  menirukan  gaya  bicara  yang  dimaksud.

Argh.
"Dia  adikku,  Dokter Min.  Adik  kembarku."  Kataku  "Dan  jangan  menirunya  berlebihan,  menjijikan."

"Kau  baru  saja  mengataiku  menjijikan, Tuan  Kim?  tidak  adakah  yang  lebih  bagus?"  Pria  itu  bersedekap.  "Ya,  ada."

"Byuntae."  Dia  melotot  mendengar  perkataanku.  Sedikit  menggebrak  meja  kerjanya.  "Apa?!  aku  bukan  lagi  remaja  yang  gemar  menonton  porno  di  ponsel  sepertimu  bocah!"

Aku  menyunggingkan  senyum  miringku.  "Lalu  gambar  apa  yang  menjadi  wallpapermu,  Dokter  Min  Yoongi?  oni  chichi?  beuh,  kau  bahkan  tidak  berani  menonton  yang  asli."

"Anime?  apa  kau  yakin  kau  umur  20-an?"  lanjutku  dengan  nada  mengejek.  "Yang  penting  aku  lebih  pintar  darimu,  bocah  ingusan.  Sekarang  tanda  tangani  kertas  itu!  kau  akan  kudaftarkan  agar  dapat  mendapat  tempat  untuk  terapi."

"Kau  mengalihkan  topik,  dokter."  aku  menghela  nafasku.  "Aku  tidak  akan  mengambilnya  sekarang.  Aku  tidak  bisa.  Sekarang  berikan  saja  obatnya,  dan  biarkan  aku  kembali  ke  kamarku."

"Terserah  padamu  bocah.  Aku  hanya  melakukan  tugasku."  Katanya  sambil  menarik  kembali  kertas  dihadapanku.  Aku  tidak  akan  mengambilnya.  Tidak  untuk  sekarang.[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang