Kim Tae Kyung
Keheningan tak nyaman ini berlangsung sejak 20 menit yang lalu. Hanya suara gesekan pena dengan kertas dan hembusan nafas kasar mendominasi.
Pesta dadakan ini terlalu tidak disukai oleh siswa siswi manapun. Pesta tersebut adalah ulangan.
Mata elangnya mengawasi setiap sudut kelas. Cara menatapnya yang tajam seakan-akan sebuah pedang yang menikam hingga tembus ke punggung.
Jam dinding menunjukkan bahwa waktu yang diberikan hampir habis. Suara grusak-grusuk kian terdengar kala teman sekelasku meminta contekan ke kanan-kirinya. Aku dengan kilat memasukkan rumus dan menghitung. Mengerjakan dengan tempo cepat.
45 menit yang diberikan telah terlewati. Choi ssaem -guru matematika- mengambil semua kertas ulangan lalu meninggalkan kelas. Suara hembusan nafas lega terdengar. Kemudian satu persatu anak mulai keluar menuju kantin untuk makan siang.
"Taekyung-ah!" Aku mendongakkan kepalaku. Menengok kearah pintu masuk. Jimin melambaikan tangannya keatas. Memintaku menghampirinya. "Ayo pergi makan bersamaku, aku lapar." Katanya seraya memegang pergelangan tanganku dan menarikku menuju kantin.
❄❄❄
Kami duduk disini. Kursi dekat jendela yang mengarah ke lapangan. Dengan nampan makanan di atas meja di depan kami. Beberapa anak perempuan mulai memperhatikan kami, atau lebih tepatnya Jimin.
"Jimin, kenapa kita duduk bersama?"
Pemuda berotot itu menatapku. "Kenapa? tentu saja untuk makan." Lalu melanjutkan acara makannya.
"Bukan, tapi aku merasa tidak nyaman dengan tatapan mereka karena duduk denganmu."
Jimin meletakkan sendoknya dan menatapku sambil tersenyum. Menyenderkan punggungnya disandaran kursi. "Abaikan saja mereka. Mereka hanya iri karena kau dekat denganku, dan juga ini."
"Ini?"
Tangannya tiba-tiba terangkat mencubit kedua pipiku dengan keras. Seakan pipiku adalah squishy. Kemudian menurunkan tangannya dan tertawa.
"Wajahmu memerah, apa kau malu atau karena menyukaiku?" Aku menatapnya kesal. "Ini hanya karena kau mencubit pipiku. Dasar menyebalkan."
Aku memandang sekeliling. Beberapa anak melongo melihat kami. Sisanya? Terlihat marah atau cemburu.
"Kau benar-benar ingin melihatku mati terbunuh, Park Jimin."
Dari sudut mataku, aku melihat Somi berdiri diikuti teman sepermainannya. Menatapku tajam. Aku benar-benar mempunyai firasat buruk tentang ini. Sedangkan Jimin, pemuda itu masih saja terkekeh. "Kau anak yang lucu, Kyung-ah."
Samar aku mendengar suara heels yang beradu dengan lantai, berjalan mendekat. "Annyeong, Jiminie oppa."
Gadis dengan rambut hitam legam itu meletakkan gelasnya dan tersenyum pada Jimin. Aku melihat beberapa temannya melihat dari kejauhan.
Jimin hanya menatapku, tanpa berniat membalas sapaan Somi. Wajahnya menyorotkan ketidaksukaannya.
"Oppa, kenapa kau tidak membalas pesanku? ah... kau bahkan tidak membacanya." Aku menggeser nampanku ketika Somi duduk diatas meja. Menghadap Jimin. "Setidaknya baca pesanku, oke? atau jawablah, singkat saja tidak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
FanfictionDia adalah sosok yang selalu kurindu, walau berdiri disampingku. Sosok yang selalu ada untukku Berlarian di otakku. Selalu membuatku ingin melindunginya . . . . Apapun yang terjadi.