"The best relationship is when you can act like lovers and bestfriends at the same time."
~~~~💕💕~~~~Dicko tak tahu apakah ide ke psikolog yang dia ajukan bisa diterima istrinya dengan baik. Flora belum memberi persetujuan dan kembali dirundung gelisah saat mendengar hal itu keluar dari mulut suaminya.
Meski interaksi mereka tak secanggung sebelumnya, kemesraan yang sempat terjalin di meja makan seolah menguap begitu saja. Flora kembali ke kamarnya di dekat kolam renang dan Dicko ke lantai atas.
Dicko menghela napas saat menutup pintu kamar. Bukan pernikahan seperti ini yang dia impikan. Apakah dia sudah mengambil keputusan yang terburu-buru?
Lelaki itu mengempaskan tubuh ke tempat tidur dalam posisi menelungkup. Wajahnya terbenam di atas bantal. Dia membayangkan pernikahan dua sahabatnya, Andreas dan Maria, yang tampak harmonis dan bahagia. Dia ingin seperti mereka. Bersama Flora tentunya.
Bunyi dering ponsel membuat pikiran Dicko terseret ke dunia nyata. Dengan enggan dia menyeret tubuh atletisnya ke arah nakas lalu menggapai ponsel berwarna hitam yang tergeletak di atasnya tanpa benar-benar melihat ke layar.
"Halo?"
"Om Koko!"
Suara nyaring bocah perempuan yang sudah sangat dihapalnya membuat Dicko tersenyum. Dia melihat sekilas ke layar. Ternyata anak itu menggunakan ponsel Maria.
"Hai, Sweety Smart Cookie. Kok belum tidur?"
"Aku nggak bisa tidur, Om."
Dicko terkekeh pelan mendengar nada suara Anne yang berlagak seperti orang dewasa. "Kenapa? Kamu masih takut tidur sendirian?"
"Enggak, dong. Aku udah gede. Udah berani bobok sendiri."
"Trus?" Dicko membalik tubuhnya, menatap langit-langit kamar yang bercat putih. Satu tangannya diselipkan di antara kepala dan bantal.
"Besok ada kegiatan mendongeng bareng Ayah di sekolah. Tapi Ayah lagi ke Jogja sama Opa. Papi Gary nggak seru kalo ngedongeng. Aku maunya sama Om Koko."
"Anne? Kamu pakai ponsel Bunda lagi? Hayooo, kamu nelpon siapa, Sayang?"
Suara lembut Maria terdengar di latar belakang. Lalu disusul bunyi 'srek srek'.
"Bundaaaa. Aku pinjam sebentaaaar!"
"Astaga, Anne. Halo? Kak Dicko? Duh, maaf ya, Kak. Anne jadi gangguin istirahat Kakak."
"Om Kokoooo. Mau ya, Ooooom. Pliiiiiiiissss!"
Suara Anne yang merajuk manja membuatnya kembali terdengar seperti anak-anak seusianya. Dicko mengulas senyum.
"Nggak apa-apa, Maria. Dia cuma minta tolong aku ke sekolahnya untuk kegiatan mendongeng."
"Ah, iya. Andreas sama Papa pergi ke Jogja. Anne ngotot pengin didongengin sama Kakak. Aku udah bilang kalo Kakak pasti sibuk."
"Nggak juga. Besok pagi sampai siang aku nggak ada jadwal ngajar. Jam berapa kegiatan mendongengnya?"
"Aku udah minta tolongin Mas Gary, Kak."
"Nggak apa-apa. Biar aku aja yang nemenin Anne. Iseng-iseng ngisi waktu lowong menjelang ke kampus besok siang."
Belum ada tanggapan dari Maria. Perempuan itu bergumam ragu-ragu.
"Buuuun, pliiiiiiiisss!"
Terdengar desah pelan tanda menyerah. "Ya udah." Lalu tiba-tiba suara sorak sorai membahana di latar belakang. "Anne, diam dulu, Sayang. Tapi beneran nggak gangguin Kakak, nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Up (Sekuel Flora-Dicko)
General Fiction"Pemenang The Wattys 2018 kategori The Wild Cards" Flora mengira, hubungannya dengan Dicko akan baik-baik saja. Namun, segalanya menjadi runyam. Malam pertama mereka yang seharusnya indah berubah menjadi bencana. Traumanya masih bersisa. Sifat cembu...