Prolog

26K 864 13
                                    

Plak!

Suara tamparan itu terdengar begitu nyaring ketika telapak tangan seorang wanita telah menghantam pipinya dengan begitu kuat. Kedua matanya masih saja fokus menatap wanita yang tengah memandang murka ke arahnya itu tanpa berniat mengusap, ataupun merasakan perihnya hasil tamparan wanita itu di pipinya. Ramia, tetap diam di tempat tanpa berniat melawan.

"DASAR PEREMPUAN JALANG! MURAHAN DAN JUGA KOTOR!" Maki wanita itu berderiak keras di depan wajah Ramia. Wajahnya sudah memerah dan bersiap ingin melayangkan lagi sebuah pukulan seandainya saja seorang pria paruh baya tidak langsung menangkap tangannya dan mencekalnya dengan erat.

"Hentikan! Jangan sakiti wanita ini!" Sergah pria itu yang nerupakan suami dari wanita yang sedang marah tersebut.

Wanita itu berdecih merentakkan tangannya dari genggaman suaminya dan tersenyum sinis menatap Ramia. Sedang gadis itu, hanya diam dengan sorot mata biasa tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"Ch! Kau masih membela wanita murahan ini, meskipun aku sudah menangkap basah kalian berdua?!" Matanya melotot pada suaminya itu sambil menuding ke arah wajah innocent Ramia. "Dasar brengsek!"

Wanita itu sudah mengangkat kedua tangannya lagi. Sepertinya hendak menjambak, atau mencakar wajah datar Ramia yang tak jauh darinya itu sebelum akhirnya suami dari wanita itu langsung menangkapnya dan memeluknya untuk mundur.

"Jangan pernah melukai wanita ini!" Seru suaminya saat istrinya mulai berteriak minta dilepaskan.

"LEPASKAN AKU! LEPASKAN AKU, BAJINGAN! LEPAS! AKAN AKU BERI PELAJARAN WANITA RENDAHAN INI! AKAN AKU BERI PELAJARAN WANITA JALANG INI! LEPASKAN AKU!!" Teriak wanita itu histeris dalam dekapan suaminya mencoba untuk melepaskan diri. Tatapan datar Ramia yang telah berani menggoda suami wanita itu semakin membuatnya murka dan ingin sekali membuatnya merobek, ataupun menjongkel mata gadis tersebut agar dia berteriak kesakitan. Setidaknya, dia ingin memberikan arti rasa sakit pada gadis kurang ajar tersebut. Perempuan yang telah membuat hubungannya dan suaminya hancur berantakan karena kehadirannya sebagai orang ketiga.

"JANGAN PERNAH KAU SAKITI RAMIA!" Bentak suaminya lagi menghempaskan tubuh istrinya menjauh. Lalu, ia berdiri di hadapan Ramia seolah menghalangi pandagan istrinya itu yang terlihat sekali ingin membunuh gadis yang ada di belakang sang suami.

"Kau..." Wanita itu menitikkan air matanya sedih. Hatinya hancur. Berkeping-keping hingga rasanya dia nyaris gila mendapat perlakuan seperti itu di depan umum. Membuatnya menjadi pusat tontonan dan seperti orang bodoh yang mengamuk sendirian. Pria yang di cintainya ternyata memilih wanita selingkuhannya dibandingkan dirinya yang berstatus istri pria tersebut.

Dengan menjambak rambutnya sendiri, wanita itu menangis keras dan berteriak dengan lantang, "AKU MINTA CERAI!!!"

Bagai sebuah drama percintaan yang payah, wanita itu langsung pergi dari tempat tersebut. Membelah kerumunan orang dan berlalu membawa hatinya yang terluka. Menyisakan kebisuan di antara keramaian orang di tempat itu, sampai akhirnya si pria sadar dengan apa yang baru saja diucapkan oleh istrinya.

"Astaga..." Gumamnya pelan sambil mengusap wajahnya gusar. Lalu, dengan perlahan pula, dia memutar tubuhnya menghadap gadis yang sempat menjadi teman kencannya tadi.

Kini, gadis itu juga tengah menatapnya. Dengan alis yang naik sebelah, ia memandang pria itu dan bertanya. "Ada apa?"

Dengan mengulum bibirnya sedikit, pria itu mendekati Ramia ragu. "Aku... Sepertinya aku harus menyelesaikan masalahku dengannya"

Ramia terdiam. Sama seperti tadi, dia tidak berekspresi sama sekali. Kemudian, dia mengedip dan bertanya. "Lalu?"

"Aku pergi. "Ucap pria itu akhirnya setelah menghembuskan nafas berat nan panjang. Namun, sebelum itu, dia sempat memajukan wajahnya untuk mengecup sebelah pipi Ramia tanpa perduli dengan keadaan sekitar. Membuat suara bisik-bisik kian terdengar dan sebuah senyuman tersungging di bibir gadis tersebut.

"Bye," Ucap pria itu lagi yang tidak dibalas sama sekali oleh Ramia. Dia pikir, gadis itu tersenyum karena merasa senang mendapat sebuah kecupan darinya. Tapi sayang, kalau ternyata senyuman yang terukir di sudut bibir tipis gadis itu bukanlah senyum kebahagiaan. Melainkan jenis senyuman sinis yang dia perlihatkan hanya karena merasa kalau misinya kali ini telah berhasil.

Setelah menjauh, Ramia meletakkan tangannya di pipi yang tadi ditampar, sekaligus pipi yang dikecup tersebut. Sambil mengusapnya, dia bergumam. "Mereka... Bodoh"

***


Weddings Are (not) Big Business (Tersedia di PlayStore!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang