Chapter 3

9.9K 572 8
                                    

Ramia duduk gelisah sambil meremas kedua tangannya menahan gugup. Di depannya,  ada sepasang mata elang yang tampaknya masih sangat tajam mengiris fokus Ramia meski usianya sudah tak lagi muda. Seorang pria tua dengan rambutnya yang memutih tengah memperhatikan dirinya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Merasakan ketakutan yang menjalar disekujur bulu romanya akibat tatapan intimidasi itu hanya dari seorang pria yang sudah tua.

"Jadi... Sebenarnya, Ramia adalah kekasihku, Kakek. Maafkan aku" Ucap Avram yang duduk tepat di sisi gadis itu dengan nada penuh menyesalan. Dari raut wajahnya saat ini, ada sebuah keseriusan dalam ucapannya. Meyakinkan si kakek yang terus saja memperhatikan Ramia dengan tatapan penuh kecurigaan.

"Kenapa tidak mengatakannya?"

"Itu karena Ramia berasal dari keluarga yang amat sederhana" Sahut Avram lagi menjawab pertanyaan kakeknya dengan penuh rasa sesal. "Aku pikir, Kakek tidak akan menerima Ramia karena dia bukan berasal daru keluarga yang kaya raya. Oleh sebab itulah, aku menerima usulan Kakek untuk dijodohkan dan menyakiti hati Ramia." Sambung Avram menundukkan wajahnya dalam. "Maafkan aku,"

Ingin sekali Ramia bertepuk tangan dan bersiul sarkastik melihat sikap pria di sampingnya ini. Sambil meremas tangan Ramia lembut, Avram terlihat begitu menyesali tindakannya soal perjodohan itu. Seolah-olah ingin menunjukkan pada Kakeknya kalau hanya Ramialah satu-satunya wanita yang dicintai oleh sang cucu.

Benar-benar akting yang sempurna!

"Sejak kapan kau menilai manusia dengan harta, Avram? Kakek tidak pernah mengajarimu seperti itu!" Sentak pria tua pada Avram dengan nada marah."Kau terlalu picik karena menganggap Kakek tidak akan menerima kekasihmu, hanya karena dia bukan berasal dari keluarga kaya!"

Mendengar kemarahan sang kakek, Avram semakin menundukkan wajahnya dalam. Menggumamkan kata maaf dan semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Ramia. Dan jelas,  itu semua dia lakukan agar sang kakek bisa melihat betapa dia mencintai gadis yang dibawanya saat ini.

"Kakek kecewa padamu. Berarti kau tidak mengenali siapa Kakekmu yang sebenarnya, hingga kau mengambil kesimpulan yang demikian" Terdengar hembusan nada gusar dari nafas sang kakek sebelum akhirnya pandangannya jatuh pada Ramia dan perut wanita itu.

"Soal kehamilan itu... "

"Mia berbohong, Kek" Sahut Avram langsung mengangkat wajahnya. "Dia melakukan itu karena dia benar-benar takut kehilanganku. Kami benar-benar saling mencintai!" Tegas Avram mendramatisir keadaan dengan wajahnya yang keras sekaligus terlihat sendu. Membuat Ramia mencibir habis-habisan dalam hatinya soal kecerdasan Avram memilih kata-kata. Jangankan saling mencintai. Suka saja, tidak! Malah dia benci!

"Jadi... Benar kau tidak menghamilinya?" Selidik Kakek itu lagi yang langsung dibalas gelengan serta senyuman meyakinkan dari Avram. Yah... Untuk kali ini, Arfan menunjukkan sikap jujur.

"Aku tidak mungkin merusak gadis yang aku cintai, Kek. Paling tidak, kami tidak akan melakukannya sebelum nanti dia resmi menjadi milikku." Ujar Avram entah mengapa langsung membuat wajah Ramia terasa panas. Bahasa lelaki ini terbilang  cukup kurang ajar! Manis, tapi sayang,  kalau itu hanyalah sekedar bualan.

Terlihat kakek tua itu menarik nafas panjang dan membuangnya. Menyandarkan punggung rentanya di badan sofa mahal di ruang tamu rumahnya kemudian menganggukkan kepalanya ringan. Dalam hati, dia merasa lega kalau ternyata cucunya yang satu itu tidak melebihi batasnya dalam bertindak.

"Baiklah kalau begitu..." Kakek itu membuang nafasnya lagi dan tersenyum senang. "Kapan kita bisa menemui keluarga Mia?"

***


*Bersambung*

Happy reading, aja deh!! 😉

Medan, 24 February 2018

19 Mei 2018

Weddings Are (not) Big Business (Tersedia di PlayStore!) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang