Hempasan dokumen tebal yang sudah tergeletak di meja terdengar nyaring di sekitar ruangan yang besar itu. Jung Hoseok bergidik, ketakutan. Ia berdiri bersama kedua orang pria yang lebih tua darinya. Mereka hanya bergeming, menunggu bosnya untuk bicara.
"Kenapa kalian tidak becus mengurus hal seperti ini?!" Jungkook emosi. Ia meletakan satu tangannya dipinggang dan satu tangannya lagi menunjuk-nunjuk laporan di mejanya. "Kenapa kalian tidak bisa mendapatkan kerja sama dari Tuan Lee? Apa yang kalian kerjakan?"
"Maaf, Jungkook-sshi. Kami sudah berusaha..."
"Kalian tidak berusaha sama sekali!" Jungkook memotong cepat. Ia sangat emosi. Dibelakangnya, Hoseok berdiri takut. Bahkan hanya untuk menjawab ponselnya yang bergetar saja ia tidak berani. Ia memilih diam, tapi ponselnya terus saja bergetar. Akhirnya, dengan perlahan Hoseok merogoh saku celananya dan mengambil benda persegi itu. Suara gaduh terdengar samar-samar saat Hoseok menekan tombol jawab.
Hoseok berbicara pelan, "Ada apa? Usir saja.. Lakukan sesuka kalian. Usir dia..."
"Ada apa?"
Hoseok kaget. Ia melihat Jungkook sedang menatapnya. Kedua pria tadi juga sudah tidak ada disana.
"Apa ada masalah?" Jungkook bertanya lagi.
Hoseok mematikan ponselnya cepat, lalu menyengir kaku. "Tidak.. Tidak ada apa-apa, bos." katanya. Hoseok sangat lega ketika Jungkook terlihat tidak peduli.
Bagaimana jadinya jika Jungkook yang sedang emosi mengetahui ada orang yang sedang mengamuk di lantai dasar perusahaannya? Bosnya itu pasti semakin menggila dan saat itu juga Jung Hoseok hanya tinggal nama."Aku akan menemui Tuan Lee. Panggilkan taksi."
Jantung Hoseok seperti meluncur ke lambungnya. Ia melihat Jungkook sudah bersiap-siap memakai mantel.
Ini semua tidak boleh terjadi, pikir Hoseok. Ia takut Jungkook akan mendapati orang yang sedang mengamuk di bawah sana."A-apa kau harus pergi sekarang?" Hoseok berusaha mengulur waktu. Ia berharap orang-orangnya sudah menyelesaikan keributan itu.
"Aku harus pergi sekarang. Aku akan membuat Tuan Lee bekerjasama denganku."
"Ta..tapi apa itu harus?"
Jungkook berbalik melihat asistennya. "Tentu saja harus. Apa kau bodoh?"
Hoseok mengepalkan tangannya. Ia harus sabar menghadapi bosnya itu.
"Ayo, pergi. Tapi aku ingin ke toilet dulu. Panggilkan aku taksi secepatnya."
Mau tidak mau. Hoseok menuruti perkataan Jungkook. Ia hanya berharap semuanya sudah beres dan baik-baik saja.
👣👣👣
"JEON JUNGKOOOOKKK!!! KELUAR KAU, SIALAN!!" Jimin berteriak sambil berdiri di atas meja. Para petugas keamanan mengejarnya, namun ia segera melompat dari meja ke sofa dan berlari-lari untuk menghindar. Jimin kelihatan sangat lincah, beberapa petugas keamanan perusahaan itu sangat sulit untuk menangkapnya. Orang-orang disana juga terlihat bingung dan panik.
"AKU HANYA INGIN BERTEMU DENGAN JEON JUNGKOOK. PANGGILKAN DIA! JEON JUNGKOOOKKK!!"
Pagi itu Jimin sudah bertekad untuk berbicara baik-baik dengan pria yang menyebabkannya dipecat. Ia ingin bertemu dengan Jeon Jungkook, tapi seorang resepsionis disana tidak mengijinkannya. Tentu saja, Jimin seperti seorang preman, wajar wanita itu tidak mengijinkannya bertemu dengan atasan tertinggi di perusahaan itu.
Dan seperti inilah Jimin sekarang, berteriak dan berlari-lari menghindari petugas keamanan yang ingin menangkapnya.
Kericuhan berhenti ketika suara didekat lift sana mengalihkan perhatian mereka.
"Ada apa ini?" katanya sambil berjalan mendekat ke arah petugas keamanan.