Part 19

8.5K 547 54
                                    

Holaaaa, ga kerasa yah udah part 19 wkwkwk, semakin mendekat dengan hari H, cieh wqwq, enjoy!

---

Setelah mengurus surat permohonan menikah dan menunggu surat itu keluar, Dika pun segera mengurus pre-wedding yang dilakukan di Surabaya. Ia mengambil dua spot pemotretan: KRI Banjarmasin dan sekitaran Monumen Jalesveva Jayamahe. Ada beberapa alasan kenapa Dika hanya mengambil dua spot ini. Pertama, Dika hanya bisa mengambil dua spot ini karena hanya melakukan izin untuk melaksanakan pre-wed. Kedua,  Dika sudah mengeluarkan banyak biaya untuk keperluannya menikah nanti, apalagi akhir-akhir ini ia baru saja membeli rumah, mengurus pernikahan sehingga harus bolak-balik dari Jakarta-Surabaya. Ketiga, Dika terlalu sibuk mengurus beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan dalam beberapa hari ini, apalagi dia akan berangkat pelayaran Latsitardanus seminggu  setelah hari pernikahan. Yang penting honeymoon aman ke Jogjakarta aman! Dan alasan terakhir, ini yang menunjukkan sesuatu yang eksplisit bahwa Dika tidak terlalu paham dengan spot-spot foto di Surabaya. Dan pasti itu akan memakan biaya lagi, jadi cukup, dua saja. Karena bagi Dika, menikah tidak hanya untuk pamer foto pre-wed, tapi pamer sah dan punya buku nikah, eh.

Dika sudah siap dengan seragam black navy dan beberapa brevet yang telah menjadi bentuk penghargaannya sebagai perwira angkatan laut. Ia mengenakan topi putihnya sambil menunggu Dara yang sedang menata rambutnya.

Dika tersenyum saat Dara sudah berjalan ke arahnya, Dara mengenakan gaun kebaya berwarna hitam penuh brokat yang cantik. Dara  siap melakukan pemotretan di atas geladak helikopter.

“Udah siap, Mas?” tanya fotografer yang sudah siap dengan kameranya.

“Sudah kok,” kata Dika sambil menggandeng tangan Dara.

Sang fotografer mengatur pose yang bagus untuk mereka berdua. Tawa bahagia Sandara dan Randika tergambar indah di atas kapal dengan berbagai pose. Dara agak sedikit kewalahan dengan menatakan busananya, sementara Dika yang terlalu kaku untuk berpose. Dika terlalu menyeramkan untuk diajak berfoto, tak bisa senyum, ini serius.

“Mas, senyum sedikit dong, tapi jangan dipaksain, ya,” kata sang fotografer menyuruh Dika untuk tersenyum.

Oke, Dika mencoba untuk selalu senyum hari ini. Tampaknya seperti dipaksakan, membuat nilai estetika dalam foto pre-wedding pun tampak sangat dipaksakan. Nampaknya pun seperti kawin paksa seperti tragedi cinta Sitti Nurbaya.

“Mas, senyum, sayang memorinya Masnya loh kalau kamu enggak senyum-senyum,” tutur Dara lembut.

“Emang aku kurang senyum ya?” tanya Dika datar. Catat itu, datar.

“Tiruin aku, senyum kayak gini,” Dara pun tersenyum. Perlahan-lahan Dika mulai tersenyum, kali ini benar-benar senyuman tulus dari orang yang jarang senyum, “Nah, gitu, baru ganteng.”

“Aku ganteng ya? Adikku sendiri kadang bilang aku jelek,” Dika sedikit tertawa.

“Halah, Ratih cuma bercanda kok,” Dara tertawa.

“Mas, agak majuan dikit!” seru Mas fotografer memecah obrolan singkat mereka.

Sesi pemotretan pun hampir selesai tiga jam untuk satu spot. Hari yang melelahkan bagi Mas fotografer. Itu karena Dika yang benar-benar susah untuk diajak senyum. Dara hampir menggerutu sendiri karena hal itu.

“Mas, pemotretan di spot ini udah cukup ya, sekarang pindah ke spot selanjutnya,” kata Mas fotografer berjalan ke arah Dika, “Yang selanjutnya harus bisa senyum loh, Mas.”

Dika segera mengganti seragam black navy dengan seragam dinas khusus upacara setelan warna putih. Kemudian, ia mengaitkan pedangnya di pengait yang ada di dekat sabuknya. Ia mengenakan seragam itu sambil menuruni tangga kapal. Ia juga harus menunggu Dara mengganti pakaiannya dengan kebaya model yang sama, tetapi berwarna putih.

SANDARANDIKA 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang