Epilog

11.8K 666 136
                                    

Well, this is Epilogue. Enjoy guys.

---

Hari ini, Dika menjenguk Mukhlas yang sedang dirawat di Rumah Sakit karena kecelakaan motor yang ia alami kemarin. Ia diperintah komandan untuk datang menjenguk Mukhlas.

Setelah selesai, ia merasakan lapar sekali. Ia mengurungkan niatnya untuk segera kembali ke kapal. Ia harus cepat-cepat pergi ke Kantin.

"Selamat siang, mentor," sapa seorang wanita sambil tersenyum dan memberi hormat, "Mohon izin, apa kabar?"

"Ah, Shinta!" seru Dika sambil menjabat tangan Shinta di lorong rumah sakit, "Saya baik, kamu bagaimana? Udah lama ya enggak ketemu," lanjut Dika seraya tertawa.

"Syukurlah saya baik," jawab Shinta malu-malu, "Siap, salah, Bang, saya kan lagi pendidikan penerbang. Lupa, Bang? Mohon izin."

Dika menggeleng-gelengkan kepalanya, "Iya, sih. Oh, ya, gimana pendidikannya jadi penerbang? Dinas di mana sekarang? Cie, sekarang udah lettu, penerbang wanita lagi, jarang-jarang loh ada penerbang wanita."

"Siap, susah-susah gampang, Bang, sekarang saya dinas di Puspenerbal Juanda," Shinta tertawa, "Ada perlu apa ke sini, Bang?"

"Oh, habis jenguk temen saya lagi sakit, si Mukhlas itu lho, masih ingat kan? Kemarin aja barusan kecelakaan motor, tangannya patah, katanya."

"Oh, siap, siap, saya masih ingat. Waduh, ingat, Bang, jangan ngebut kalau naik motor."

"Oh, ya, kamu ada perlu apa ke sini?"

Shinta tersenyum-senyum sendiri, "Saya barusan ketemu 'calon', Bang."

Dika terperangah kaget, "Wih, wih, wih, calonnya siapa nih?"

"Ah, ya, saya baru ingat, berhubung saya dan Abang bertemu, saya kasih lebih dulu undangan Abang, walaupun besok akan saya sebarkan ke rekan-rekan kapal," Shinta memberikan sebuah undangan kepada Dika.

Dika membuka pita undangan berwarna abu-abu, terdapat foto pre-wedding Shinta dengan calon suaminya itu. Dika membaca nama calon suami Shinta, rupanya seorang dokter militer yang berpangkat kapten.

Kapten Laut (K) dr. I Komang Primayogantara Pradipta Sukmana, Sp. THT-KL.

Letnan Satu Laut (P) Ni Putu Shinta Naryandra Beyulian, S. T. Han.

"Syukurlah dapet dokter, tentara, seiman lagi, umurnya berapa sekarang, Nta?"

"Syukurlah, Bang, siap umurnya sudah 32 tahun, tapi kalau sudah jodoh, saya bisa apa."

"Bagus," Dika mengacungkan jempolnya, "Semoga lancar sampai hari H, ya, Nta."

"Bang, terima kasih ya," celetuk Shinta malu-malu.

"Terima kasih? Buat?" tanya Dika tak mengerti.

"Bang Dika pernah meyakinkan kepada saya kalau tiap orang pasti memiliki jodoh masing-masing. Dan, kini, saya telah dipertemukan jodoh saya, yang seiman dengan saya. Terima kasih, Bang. Kalau tidak diyakinkan seperti itu, saya enggak tahu harus berbuat apa."

Dika tersenyum miring, "Udah lah, emang beneran semua orang pasti punya jodoh masing-masing. Sekarang sudah lega kan?"

"Siap, lega, Bang," Shinta tersenyum.

"Oh, ya, aku mau makan siang. Mau nemenin?" tanya Dika.

"Siap, tidak, Bang. Saya sudah kenyang, sekarang saya akan kembali ke Juanda. Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan," Shinta mengenakan topi petnya, lalu ia memberi hormat, "Saya jalan dulu, Bang."

SANDARANDIKA 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang