Sixth Day b. Sebuah janji

2.1K 253 8
                                    

Warning : di chap rada membingungkan, jadi tolong dibaca lebih rinci yak eheheh 😋😋😋

Entah sudah berapa lama mereka berdua terdiam seperti ini. Sasuke sama sekali tak tahu. Ia hanya diam berdiri memandang sebuah pintu kayu berplitur coklat yang sejak beberapa menit lalu menelan kedua orangtuanya. Memandangnya lekat-lekat walau otaknya sama sekali tak mampu berhenti memutar kembali gambaran demi gambaran yang baru saja terekam dalam kepalanya. Senyum sedih Mikoto, wajah penuh emosi milik Fugaku yang tak pernah Sasuke lihat, dan lagi-lagi sebuah kenyataan yang diam-diam menamparnya.

"Apakah kau ingat, Sasuke? Saat dimana untuk pertama kalinya kau merasakan kebencian pada ayahmu. Inilah yang sama sekali tak pernah kau ketahui."

Manik mata Sasuke langsung teralih. Menatap wajah Naruto yang kini turut serta memandang wajahnya dengan manik mata yang berbinar terkena cahaya perapian. Ada sesuatu di mata itu yang mengganggunya. Menyuguhkan kepadanya sesuatu yang sama sekali tak bisa ia ketahui. Dan genggaman tangan mungil itu hanya menghantarkannya pada hal membingungkan lainnya. Seakan ada banyak hal yang begitu ingin Naruto sampaikan padanya. Hal yang selama ini tak ia ketahui.

"Apa kau ingat saat kau melihat Mikoto-san pertama kali menangis di hadapanmu?" Sasuke hanya bisa memberinya anggukan. Lidahnya terlalu kelu untuk menggambarkan lebih banyak kenangan yang kembali berputar di kepalanya.

"Saat itu aku mengira bahwa airmata itu jatuh karena salahnya. Aku tak bisa memungkiri bahwa sudah lebih dari sekali aku mendengar mereka berdebat. Sejak saat itu pun aku tak lagi melihatnya ada di rumah. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga menelantarkan Ibu yang semakin lama semakin lemah."

"Ayahmu sama sekali tak menelantarkan Ibumu, Sasuke. Ia berusaha keras untuk menyembuhkan Mikoto-san. Menyibukkan dirinya hingga ia sampai melupakan keluarganya. Itulah yang selama ini lakukan."

Sebuah elusan langsung Naruto berikan pada pipi pucat itu. Mengelusnya pelan ketika gurat-gurat sedih kembali nampak di wajah Sasuke. Ia tahu bahwa semua kenyataan ini berat. Mengetahui segala kenyataan yang berbanding terlalu jauh dari kenangan yang kau miliki tentu bukan hal yang ingin Sasuke dapatkan. Sasuke bingung, Naruto tahu itu. Namun, yang bisa ia lakukan kini hanya terus menggenggam jemari dingin yang sejak tadi tak pernah lepas dari genggamannya. Menguatkannya dan meyakinkan Sasuke bahwa Naruto akan selalu ada di sisinya, tak peduli apa pun yang terjadi.

"Ada hal lain yang ingin kuperlihatkan padamu, Sasuke." Satu elusan kembali ia berikan. "Maukah kau ikut denganku?"

Naruto bisa melihatnya dengan jelas di sana. Segala kebimbangan dan duka sudah tergambar jelas di manik mata sekelam malam itu. Terlalu ragu untuk ikut melangkahkan kaki dan terlalu bimbang saat sesuatu dalam dirinya kembali memaksa untuk terus berjalan. Melihat segala kenyataan yang tersembunyi darinya. Melihatnya hingga tak ada lagi hal yang tak ia ketahui saat ini.

"Tak apa. Aku akan selalu ada di sisimu. Jadi, kau tak perlu khawatir, Sasuke."

Dan mereka berdua pun kembali melangkah. Melewati pintu kayu yang ada di hadapan mereka hanya untuk kembali tenggelam dalam kegelapan yang menyesakkan. Tak ada sedikit pun cahaya hingga kini yang bisa Sasuke rasakan hanya genggaman hangat yang menuntunnya untuk terus berjalan. Mereka terus melangkah. Entah ada di mana mereka saat ini, kegelapan itu masih melingkupi. Begitu menyesakkan hingga sebuah pintu bercat putih nampak muncul di hadapan mereka. Pintu itu nampak begitu bercahaya dengan cahaya yang begitu menenangkan seakan di dalam sana tersembunyi hal yang selama ini ia cari.

Naruto pun kembali tersenyum memandangnya. Tautan jari mereka semakin merekat sebelum tangannya yang bebas meraih gagang pintu dan membukanya perlahan. Deritan kayu dapat ia dengar dan setelahnya semua terasa begitu membutakan. Cahaya putih lembut berpendar indah dari dalam ruangan di balik pintu itu. Membutakannya sejenak hingga ketika kelopak matanya terbuka, sebuah jendela besar langsung terpampang di hadapannya. Manik mata sekelam malam itu pun mau tak mau membulat tak percaya. Bukan, bukan jendela besar itu yang mengejutkannya namun apa yang berbaring di bawah guyuran cahaya dari jendela yang terbuka lebar. Sosok itu begitu pucat dengan luka dan memar yang menghiasi wajahnya. Helaian hitamnya terjuntai kaku di sisi wajahnya. Sasuke ingat siapa sosok itu, seseorang yang begitu ia kenal luar dan dalam. Itu adalah sosok dirinya delapan tahun yang lalu.

Seven DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang