2

152 14 1
                                    

Kami duduk berhadap-hadapan diwarung bakso ini. Terbenam aku dalam perasaan senang sejak tadi. Kupandangi wajah Gardika berulang kali. Teringat waktu dulu bertemu pertama kali.

flashback

Aku dan Gardika adalah teman satu sekolah. Lebih tepatnya satu kelas. Tetapi pertemuan pertama kali aku dengannya bukan disekolah apalagi dikelas.

Kami bertemu di salah satu Angkringan yang sangat terkenal di Jogja yang terletak di Jalan Margo Utomo daerah Jetis. Dan kini Angkringan itulah yang menjadi angkringan kesukaan kami berdua.

Malam itu aku pergi ke toko alat tulis seorang diri karena harus membeli beberapa peralatan untuk hari pertama sekolah. Maklum saja, aku terlalu excited dengan sekolah jenjang menengah atas. Apalagi aku keterima disalah satu SMA favorite di Jogja, jadi kufikir sangat diwajibkan untuk berpakaian dan membawa alat-alat sekolah lengkap.

Sepulangnya dari sana, aku memutuskan untuk makan sekaligus jajan di sebuah Angkringan. Aku duduk secara lesehan seperti kebanyakan cara makan angkringan pada umumnya.

Malam semakin larut, jam menunjukkan pukul sembilan. Setelah selesai makan, aku langsung membuka dompetku. Ada kartu tanda pengenal yang wajib dibawa saat MOS saat itu, disitu tertulis jelas nama sekolahku.

"Anak SMA Darma juga?"

Aku langsung meneggakkan wajah, melihat langsung ke arah suara itu berasal.

"Iya." jawabku dengan raut wajah heran.

"Iya. Kenalin, gue Gardika." sambil menyodorkan tangannya. Ia tersenyum sangat ramah. "Anak SMA Darma juga."

"Pamika." jawabku

"Hah? Maaf. Nama lo siapa?"

"P-A-M-I-K-A. Pamika" jawabku sambil mengeja.

"Namanya lucu." lagi-lagi ia tersenyum "Gabungan dari nama orang tua ya?"

Aku tidak menjawab. Aku bersikap dingin; sama dinginnya dengan udara Jogja malam itu.

Aku berfikiran negatif tentang Gardika yang terlalu sok akrab malam itu. Dalam fikiranku ia hanyalah laki-laki yang hobby mengganggu perempuan dan suka modus dengan jurus nanya-nanya.

"Sorry gue sok akrab. Soalnya gak kepikiran bakal ketemu calon temen sekolah buat besok. Maklum gue orang baru di Jogja." dia sadar kalau dia sok akrab.

"Pindahan darimana memangnya?" tanyaku heran.

"Dari Jakarta."

Sebenarnya aku tidak peduli, mau dia anak pindahan dari Jogja atau bahkan dari Amerika sekalipun. Aku hanya sedikit basa basi saja biar tidak dinilai arrogant.

"Yaudah kalo gitu gue pamit pulang duluan." aku mengatakannya sembari menyimpan dompet kedalam tas ransel kecil yang kubawa.

"Hati-hati." katanya sambil tersenyum.

Manis. Senyumnya manis.

flashback done

•••

"WOI PAM!" teriak Gardika
"Lo bengong aja dah dari tadi."

"Sorry sorry. Gue akhir-akhir ini kepikiran Bapak." aku terpaksa berbohong, padahal aku memikirkan dirinya sejak tadi.

"Bapak kenapa?"

"Bapak sakit, Gar." Kebohonganku tadi membuatku memberitahu soal Bapak saat ini kepadanya.

Aku tersadar bahwa dua tahun adalah waktu yang lama. Sudah terlalu lama dirinya tidak mendengar banyak cerita tentangku. Tentang sekolahku. Tentang keluargaku. Aku banyak kehilangan tentang dirinya dan dia banyak kehilangan tentang diriku. Gardika tidak tahu soal penyakit Bapak.

Just To You, Gardika.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang