1

317 23 10
                                    

"Pak, Pamika mau kuliah di Jogja aja nemenin Bapak."

Berat rasanya mengatakan hal itu kepada Bapak. Masuk ke Universitas Indonesia di Depok - Jawa Barat adalah impianku sejak awal masuk SMA. Dan sekarang harus aku kubur dalam-dalam mimpi itu, harus cepat-cepat kugantikkan dengan mimpi yang baru.

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah penyakit yang sudah hampir setahun diderita oleh Bapak. Penyakit ini menyebabkan Bapak lumpuh dan terpaksa harus berhenti bekerja.

Kehidupanku menjadi berputar seratus delapan puluh derajat setelah Bapak berhenti bekerja. Mama semakin sibuk bekerja dari pagi hingga larut malam. Banting tulang untuk membiayaiku dan juga Bapak.

Tabungan Bapak sudah menipis karena banyak terpakai untuk biaya pengobatannya. Sisa tabungan Bapak disimpan oleh Mama untuk biaya kuliahku nanti dan keperluan mendadak lainnya.

Dengan raut wajah yang heran, Bapak menjawab "Ngawur kamu. Kamu sudah belajar mati-matian masa enggak jadi kuliah disana."

"Gak apa-apa, Pak. Universitas disini lebih banyak yang bagus-bagus. Pamika disini aja biar bisa terus jagain Bapak."

"Ngapain jagain Bapak? Bapak ini bukan anak kecil lagi, Pamika." kata Bapak sambil mengelus kepalaku. Senyum tergambar diwajahnya. Ceria. Satu kata yang menggambarkan sosok Bapakku sejak dulu sampai dalam keadaan dia sakit seperti ini. Bapak tak pernah mau memberitahu rasa sakit yang dideritanya kepada orang lain.

"Ya pokoknya, Pamika mau sama-sama dengan Bapak dan Mama. Pamika mau di Jogja aja." kataku sambil bersimpuh dihadapan Bapak, memegang tangannya, menatap matanya.

Teringat kembali kenangan berapa belas tahun yang lalu ketika tinggiku masih sepinggang Bapak, Bapak sering bersimpuh dihadapanku seperti ini. Sekarang aku menatap Bapak dalam-dalam, jelas sekali tatapan Bapak, masih sama seperti dulu, menatap anak gadisnya ini.

Tak terasa air mataku menetes membasahi pipi. Tak kuasa aku melihat Bapak yang tak berdaya diatas kursi roda seperti ini.

"Pamika kenapa nangis? Pamika sedih ya karena malu punya Bapak yang lumpuh dan tidak bekerja?" kata Bapak sambil memegang pipiku

Air mataku semakin deras mendengar perkataan Bapak seperti itu.
"Bapak kok ngomongnya kayak gitu?" kataku lalu memeluk Bapak
"Pamika sayang dan bangga banget sama Bapak, Pamika cuma keinget waktu Pamika kecil dulu. Bapak selalu ada buat Pamika dan sekarang Pamika bakal selalu ada buat Bapak."

Bapak terus mengelus kepalaku
"Pamika anak cantik, baik, dan pintar. Bapak tau itu. Dimanapun Pamika kuliah nantinya, doa Bapak selalu yang terbaik buat Pamika."

Dengan cepat aku berdiri lalu memeluk Bapak yang ada dihadapanku. Pelukkan kami erat. Terjadi agak lama.

Tanpa sadar, jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat. Aku harus segera pergi kesekolah sekarang karena pembagian ijazah dimulai pukul dua belas.

"Pak, Pamika pamit." kataku sambil melepaskan pelukan dan mengusap air mata yang berhasil membuat pipiku basah

"Sudah sarapan tadi?" Tanya Bapak

"Sudah tadi pas Bapak lagi mandi." Sambil mencium tangan Bapak dengan terburu-buru, aku langsung melangkahkan kaki ke pintu rumah dan pergi.

•••

Aku sampai di salah satu Sekolah Menengah Atas yang ada di Jogja. Sekolahku terletak di Jalan HOS Cokroaminoto.

Waktu itu sudah ramai anak-anak yang duduk rapih didalam kelasnya masing-masing menunggu nama mereka dipanggil lalu mendapatkan ijazah.

Just To You, Gardika.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang