4

141 9 0
                                    

Baru saja Prilly ingin membuka suara, namun Ali dengan cepat melanjutkan perkataannya tanpa mau mendengar balasan dari Prilly terlebih dahulu. "Jangan tanya alasannya, lo nggak akan percaya sama alasaan gue."


Ali berlalu begitu saja, dapat dihitung berapa menit mereka berbicara, dapat dipastikan Prilly sakit hati dengan penuturan Ali yang tiba-tiba daja meminta oh ralat memaksa Prilly untuk menjauhi Ali, walau dalam kalimat Ali tadi tidak mengandung unsur menyakiti hati Prilly.

Prilly duduk di bangku taman, matanya menatap kosong ujung sandalnya. Hari ini, tepatnya beberapa detik yang lalu Prilly benar-benar merasakan, rasanya sakit hati.

"Karma ya? Iya, buat apa yang pernah gue buat dan nggak sadar udah buat lo... Sakit hati." simpul hati Prilly.

Prilly menoleh ke sisi kanan, dari jauh terlihat punggung Ali, dahi Prilly mengernyit memperhatikan Ali yang berjalan lambat dan kepalanya menunduk, namun yang menarik perhatian Prilly adalah langkah kaki Ali yang diseret. Ada dua kemungkinan di dalam pikiran Prilly, antara cowok itu mabuk atau malah cowok itu sedang sakit. Pandangan Prilly kembali menatap lurus ke depan kala perempuan yang Prilly temui tadi pagi —Nata— menghampiri Ali dan memapahnya.

"Prilly?"

Mata Prilly membulat, pendengarannya menangkap suara tidak asing menyebut namanya. Prilly menggeleng pelan ketika hatinya berbisik bahwa suara itu milik Arya. Barulah ketika seseorang duduk di sampingnya, Prilly menoleh dengan raut wajah terkejut.

"Kak Arya?" lirih Prilly, kemudian dia memberi jarak antara dirinya dengan Arya yang notabenenya adalah Kakak Kelasnya.

"Ali ngomong apa tadi?" tanya Arya serius, Prilly diam, tidak mau menjawab, Prilly rasa ini bukan urusan Arya. "Kenapa nggak jawab?"

"Hah?" Prilly berpura-pura tidak mendengar, berharap setelah Arya mendengar apa yang baru saja keluar dari mulutnya membuat Arya tidak mengulang pertanyaan yang sama.

"Ali ngomong apa tadi?"

Ah, sial! Cowok itu malah mengulangi pertanyaannya.

Prilly menghela nafas, "Privasi."

"Seenggaknya kalau dia bikin lo sakit hati, gue bisa bales."

Prilly melirik Arya, cowok itu pendendam ternyata. Prilly menyesal telah mengenalnya dulu bahkan sampai mau diajak jalan dan mengabaikan Ali.

"Ini bukan porsi Kak Arya." Prilly bangkit, otomatis Arya juga ikut bangkit dari duduknya. "Lain kali, kalau mau bertanya, pikir dulu, apa yang mau Kak Arya tanyain itu adalah porsi Kak Arya? Maksudnya, apa yang mau Kak Arya tanyain itu adalah urusan Kak Ary?"

Setelah itu Prilly pergi.

***

Pagi ini, sekolah Prilly mendadak riuh, bahkan banyak murid yang berlari ke lapangan basket dengan tujuan yang tidak Prilly ketahui, sejenak Prilly berpikir bahwa ada baiknya dia juga lihat apa yang terjadi di lapangan basket sampai banyak murid menyaksikan, siapa tau ini penting?

Prilly melangkah menuju lapangan basket. Namun ketika sudah berada di lapangan basket, yang terlihat hanyalah dua orang yang sedang memperebutkan bola basket. Tidak penting sekali tampaknya, tapi yang Prilly tidah habis pikir adalah jumlah penonton yang terbilang banyak.

Prilly menghembuskan nafasnya, namun kemudian, Prilly melebarkan matanya terkejut setelah tau siapa yang tengah berada di tengah lapangan. Ali dan Arya.

Bola basket yang sedaritadi diperebutkan oleh Ali dan Arya menggelinding keluar dari lapangan, sementara Ali dan Arya, keduanya menatap sengit satu sama lain.

"Lo norak, tau gak? Cuma gara-gara cewek, lo ngajak gue duel." Suara Ali menggema.

"Gara-gara cewek? Bukannya gara-gara lo? Lo udah bikin Prilly sakit hati!" Arya menunjuk-nunjuk wajah Ali yang memucat.

Prilly semakin terkejut, Arya benar-benar membuktikan ucapannya sore itu. Padahal Prilly sudah mengingatkan, ini bukan porsi Arya, bukan urusan Arya.

"Gue muak. Cewek kayak dia emang harus dikasih tau, gimana rasa sakit hati," balas Ali santai.

"Lo..." Ucapan Arya menggantung ketika kepalan tangannya sedikit lagi mengenai pipi Ali.

"Kenapa? Mau nonjok? Tonjok aja kali, jangan tanggung-tanggung, kapan lagi sih lo bisa tonjok gue?" Ali tertawa remeh.

Prilly memejamkan matanya sejenak kemudian setelah membuka matanya kembali dia memutuskan untuk pergi dari sana sebelum mendengar kalimat Ali yang lebih menyakitkan lagi nantinya.

Namun tanpa Prilly ketahui, setelah Prilly keluar dari area lapangan basket, sesuatu terjadi.

BRUKK.

Ali pingsan sebelum Arya memberi tonjokan di pipi kirinya.

#TBC

a/n; satu part lagi ending, insha Allah.
Btw, kalau udah ending jangan dihapus dari library dulu ya? Soalnya setelah ending ada bagian flashback waktu Prilly deket sama Arya.

BTW (2) INI ABSURD BANGETTTT, GAK NYAMBUNG:") Mungkin karena udah lama nggak dinext ya?:")

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang