2

145 16 0
                                    

Prilly termenung sambil sesekali menyuapkan nasi goreng yang ia bawa dari rumah. Prilly meletakkan sendok di dalam kotak bekalnya lalu menutup kotak bekalnya dan memasukkan ke dalam tasnya, selera makannya hilang, sudah biasa seperti ini, bahkan dulu Ali selalu mengingatkan;

"Kalau kamu lagi makan jangan sambil mikir, biar selera makannya nggak hilang."

Prilly meneguk air mineral hingga tandas, kemudian menutup botol air mineral tersebut dan mengelap bibirnya dengan sehelai tissue.

Prilly memijit pelipisnya pelan selama beberapa menit, hingga kurang dari lima menit Prilly menghentikannya padahal kepalanya masih berdenyut-denyut. Prilly menghembuskan nafas kasar, sejak ia terbangun dari tidurnya setelah menangis, kepalanya berdenyut, tidak sering, kadang denyutan di kepalanya hilang namun beberapa menit kemudian denyutan itu terasa lagi.

"Jangan egois, jangan gegabah Prill, kalau lo nggak mau nyesel diakhir." kata hati Prilly mengintrupsi. Prilly menatap ke ambang pintu, berharap dia bisa melihat Ali keluar dari kelasnya, dari tempat duduknya, Prilly bisa melihat pintu kelas Ali.

5 menit sudah Prilly menatap ke ambang pintu tanpa menoleh ke manapun, tapi hasilnya nihil. Tidak ada tanda-tanda Ali akan keluar dari kelasnya, atau memang Ali tidak masuk ke sekolah?

Prilly merogoh saku roknya merasa sebuah notifikasi masuk, Prilly sengaja me-silent handphonenya. Dahi Prilly berkerut heran membaca pesan dari Wishell, teman dekatnya.

Wishell : Prill, bisa ke taman gak? Ada yang mau gue omongin soalnya, masalah Ali. Kalo bisa gak usah dibales tapi kalo nggak bisa ke sini bales sms ini.

Prilly memasukkan kembali handphonenya ke dalam saku roknya dan beranjak dari duduknya menuju taman belakang sekolah.

›  ‹

"Shell!"

Wishel menoleh melihat Prilly di sana yang tengah berlari menghampirinya, Wishell mengginggit bibir bawahnya ragu.

"Lo mau ngomong apa tentang Ali? Dia kenapa?"

"Prill tenang dulu, atur nafas lo dulu, baru gue bakal cerita."

Wishell menyaksikan bagaimana Prilly mengatur nafasnya dengan memijit pelipisnya.

"Kepala lo pusing? Nanti aja deh ya gue bilangnya, sekarang kita ke UKS aja dulu," usul Wishell yang sebenarnya belum siap bercerita, ini hanya akal-akalannya saja.

"Eh, enggak kok. Gue nggak papa, cerita sekarang aja."

"Yakin?"

"Yakin kok, santai aja gak usah tegang gitu mukanya."

Wishel menghela nafas, dia menghidupkan ponselnya, Wishell terlihat sedang ingin menunjukkan sesuatu pada ponselnya. Hingga gadis itu memperlihatkan sebuah foto pada Prilly. Di dalam foto itu ada seorang pemuda dan seorang gadis yang saling bergandengan tangan di sebuah mall.

"Loh ini siapa, Shell?"

Wishell tersenyum miris tanpa sepengetahuan Prilly yang sibuk melihat foto itu.

"Ali."

"Hah? Jangan bohong deh! Gue tau dari belakang ini mirip kayak Ali, tapi bisa aja--."

"Ini Ali, dan di sampingnya itu Nata, tunangannya dia!"

Deg.

Apa-apaan ini? Prilly menggeleng tidak mau percaya dengan penuturan Wishell barusan.

"Lo kenapa bohong sama gue Shell?" tanya Prilly lemah, bahkan seperti lirihan.

Wishell mengalihkan pandangannya. "Lo tau darimana kalau selama ini gue bohong? Gue nutupin semuanya dari lo, tentang Ali yang berubah sampai akhirnya Nata."

"Lo bohong, Ali gak kayak gini, pasti ini rekayasanya lo kan Shell?"

"Gue bisa apa Prill? Gue mau lo tau, Ali bukan yang terbaik buat lo, lo harusnya bisa lihat itu dari beberapa minggu terakhir, bahkan beberapa hari terakhir, dia ngejauhin lo, mungkin aja dia udah bosen..."

Prilly tertampar dengan kata 'bosan', ingatannya kembali terlempar pada kejadian tiga bulan lalu, ketika Prilly lebih mementingkan jalan berdua bersama Aryo selaku kakak seniornya yang baru dikenalnya dan menolak ajakan-ajakan dari Ali. Mungkin saja, arti dari kata 'bosan' dari kalimat Wishell tadi adalah Ali yang bosan untuk kembali terluka.

"Jauhin Ali, Prill... Biarin dia nyesel sama apa yang udah dia buat ke lo."

"Yang ada, malah gue yang nyesel Shell..."

"Kenapa harus nyesel? Yang salah itu Ali, bukan lo..."

"Gue udah jahat sama dia, tapi dia malah baik banget sama gue, dia anggep gue gak pernah ngelakuin kesalahan padahal gue sering banget bikin dia marah."

"Bisa aja 'kan dia nggak marah karena udah ada yang lain? Kita nggak tau, gue minta lo buat jauhin Ali juga demi kebaikan lo biar lo nggak nyesel pas tau kebenarannya!"

"Justru karena kita nggak tau, lo nggak berhak buat bilang tentang Ali yang enggak-enggak! Lo tau seberapa kecewanya dia dulu karena gue? Gue nggak mau lagi itu kejadian lagi."

Prilly mengalihkan pandangannya, rasanya di setiap kalimat yang Wishell lontarkan ada sesuatu yang berusaha ditutup-tutupinya. Apa ini hanya akal-akalan Wishell saja agar ia menjauh dari Ali.

"Prill..."

"Gue nggak mau jauhin Ali, kalau bukan Ali yang nyuruh gue buat jauhin dia!"

To be continued

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang