Mengapa Kita Menikah?

1.6K 13 0
                                    


"Aku tidak menikahimu karena dulu kau begitu sempurna. Aku tidak menikahimu karena dulu aku begitu mencintaimu. Aku menikahimu karena kau telah memberiku sebuah janji. Janji yang memperbaiki kesalahan-kesalahanmu, dan juga kesalahan-kesalahanku. Dua orang yang tidak sempurna menikah, dan janji itulah yang menciptakan pernikahan. Dan ketika anak kita bertumbuh, bukanlah rumah yang menjaga mereka. Bukan pula cinta kita. Tetapi janji itulah yang melindungi mereka."

– Thornton Wilder, penulis buku The Skin of Our Teeth –

Wanita itu berjalan memasuki kafe dengan tenang. Tinggi, ramping, elegan, smart, dan berpendidikan. Setidaknya itu kesan pertama yang saya tangkap ketika melihatnya. Setelah memesan makanan, dia mulai berbicara kepada saya. Dari suaranya, saya mendapati nada keputusasaan dan keterpurukan. Yenni, namanya. Saya mengenalnya lewat seorang teman, yang memberitahunya bahwa saya sedang menulis sebuah buku tentang bagaimana menjaga keharmonisan pernikahan. Karena alasan itulah, dia memutuskan untuk bertemu dengan saya dan menceritakan kondisi pernikahannya.

Kondisi pernikahannya bukanlah suatu hal yang jarang terjadi di Indonesia. Dia telah menikah selama 12 tahun dengan pria yang telah dipilihkan oleh orangtuanya. Seperti yang biasa terjadi di keluarga kelas atas, baik China maupun Jawa, seorang anak tidak bisa menentang apa yang telah diputuskan orang tuanya. Sekalipun itu tentang jodoh. Tapi beruntungnya, pria yang dijodohkan dengannya adalah pria yang tampan, menarik, dan juga kaya. Pendekatan dan pertunangannya dilakukan sesuai adat istiadat sampai mereka menikah dan baru akhirnya saling mencintai. Yenni memberitahu saya bahwa dia merasa bahagia di awal 4 tahun pernikahannya. Tapi setelah anak-anak mereka lahir, segala sesuatunya menjadi berbeda. Suaminya, David, seperti mulai menarik diri dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama temannya atau di tempat kerja. Padahal awalnya dia adalah seorang ayah yang baik, menghabiskan banyak waktu untuk anak-anaknya, selalu menyediakan apa yang Yenni dan anak-anaknya butuhkan. Yenni tidak pernah merasakan kurangnya materi semenjak dia menikah, tapi sekarang dia tidak lagi merasakan adanya cinta untuk pria ini. Mereka tinggal di satu atap, menghadiri acara bersama sebagai pasangan dan tentunya terlihat sebagai pasangan yang bahagia di mata teman dan tetangga mereka. Tetapi dalam pikirannya, dia dan David hanyalah teman satu atap. David jarang menunjukkan rasa kasih sayang kepadanya atau berbicara dengannya, selain perihal anak-anak atau permasalahan rumah tangga. Dia mengatakan bahwa dia sudah mencoba untuk berbicara dengan suaminya, tapi ternyata sulit. Suaminya biasanya merespon dengan mengatakan bahwa dia terlalu berlebihan dan malah menunjukkan bahwa betapa beruntungnya dia dengan kehidupannya yang sekarang. Dan kini Yenni berada pada titik bahwa dia sudah siap untuk kehilangan kebahagiaannya dan berpikir bahwa memang sudah beginilah jalan takdirnya. Lagipula, dia merasa bahwa dia hidup seperti kebanyakan teman-temannya yang memberitahunya bahwa mungkin saja David berselingkuh, seperti kebanyakan suami mereka. Di lingkungannya, perselingkuhan adalah hal yang wajar dilakukan oleh para suami. Sementara itu para istri berkumpul di kafe dan membicarakan tentang hal ini ditemani makanan-makanan yang menggiurkan dan es kopi. Dia bertanya kepada saya dengan penuh keingintahuan, apakah benar bahwa kebanyakan pria berselingkuh, dan berharap bahwa suaminya tidaklah seperti yang teman-temannya katakan.

Yenni tetaplah sama dengan wanita-wanitalainnya. Dia hampir pada titik dimana lebih baik menyerah daripada berusaha.Dia berpikir bahwa dia telah mencoba segalanya dan tidak ada lagi yang bisa dialakukan untuk memperbarui rasa cinta di hatinya dan ketertarikan suaminya. Diasering menyebutkan bahwa pria China tidak seperti pria-pria Barat. Merekacenderung keras kepala dan tidak seromantis maupun sepeka pria-pria dari Eropadan Amerika. Persepsi Yenni terhadap pria-pria Barat benar-benar terpengaruh olehfilm dan sitkom Hollywood. Sehingga dia tidak pernah membayangkan suaminya bisabertindak seperti itu. Dia mencintai keluarganya, anak-anaknya dan jugakehidupan pernikahannya dengan David di awal-awal pernikahan mereka. Dia tahubahwa perpisahan atau perceraian tidak hanya akan menjadi trauma bagianak-anaknya tetapi juga meninggalkan reputasi yang buruk untuk keluarganya. Danseperti yang kita ketahui bersama bahwa wanita yang bercerai memiliki reputasiyang tidak begitu baik di Indonesia. Saya tahu bahwa Yenni sudah mendekati titikbahwa dia tidak peduli dengan semua ini daripada harus hidup dengan pernikahanyang tidak bahagia ini. Tapi sepertinya, cerita Yenni bukanlah satu-satunya.Saya sendiri adalah korban dari fenomena yang sedang berkembang ini.s?:\/pR5

Habis Nikah, Ngapain? - Suka Duka Dalam PernikahanWhere stories live. Discover now